RDPU Dengan Balitbangbuk, Hetifah Harap Evaluasi PJJ Dilakukan Berkala

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dr Hj Hetifah Sjaifudian mengatakan, situasi wabah pandemi virus Corona (Covid-19) sangat dinamis. Karena itu, diperlukan penelitian secara berkala. Dan, semua itu harus berbasis kepada evidence agar diketahui realita di masyarakat, dan dapat mengambil kebijakan yang tepat.

Selain itu, diharap ada evaluasi setelah suatu kebijakan diterapkan. “Dari kebijakan yang diterapkan, kita juga perlu mengukur bagaimana dampak riilnya. Apakah kebijakan itu efektif, dan hal-hal apa yang perlu diperbaiki,” kata Hetifah dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) secara virtual dengan Badan Penelitian Pembangunan dan Perbukuan (Balitbangbuk) Kemendikbud RI dan beberapa lembaga penelitian, pekan ini.

Wakil rakyat dari Dapil Provinsi Kalimantan Timur itu mengajak seluruh elemen masyarakat bahu-membahu membantu proses formulasi kebijakan yang lebih baik. “Kita dapat sampaikan ke Balitbangbuk, apa saja kira-kira data yang belum ada dan perlu digali. Saya mengharapkan organisasi yang ada di masyarakat turut berperan, karena masalah yang kita hadapi tidak sederhana.” kata Hetifah.

Ya, RDPU yang dilaksanakan secara virtual mengevaluasi keberjalanan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sebagai masukan bagi kebijakan kedepan. Hadir beberapa perwakilan lembaga sebagai narasumber, seperti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (HIMPAUDI), serta Arus Survei Indonesia.

Totok Suprayitno memaparkan mengenai beberapa program dukungan Kemendikbud dalam pembelajaran jarak jauh. Antara lain penggunaan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS). “62,2 persen dari satuan pendidikan yang disurvei telah mengalokasikan dananya untuk pembelian pulsa. Hanya 20,7 persen yang menggunakan untuk aplikasi daring.”

SMRC menyoroti tentang kesenjangan akses internet bagi para peserta didik yang berasal dari latar belakang berbeda. “Akses internet yang lebih tinggi pada warga yang tinggal di perkotaan, di wilayah DKI dan Banten, berusia lebih muda, berpendidikan lebih tinggi, dan berpendapatan lebih besar. Ketimpangan pembelajaran antarmurid makin lebar. Murid dengan dukungan terbatas paling merasakan dampak negatif dihentikannya kegiatan belajar di sekolah,” ujar Tati Wardi selaku peneliti SMRC.

KPAI menyoroti aspek psikologis peserta didik dalam keberjalanan PJJ.
Dari 1700 responden yang disurvei, 77,8 persen kesulitannya adalah tugas yang menumpuk. Sedangkan 37,1 persen responen mengeluhkan waktu pengerjaan tugas yang sempit, sehingga membuat siswa kurang istirahat dan kelelahan.

Retno Listyarti selaku komisioner KPAI menyoroti banyaknya siswa yang merasa stres, bahkan sempat terjadi beberapa kasus bunuh diri terkait PJJ.

Senada dengan Retno, Netti Herawati selaku Ketua Umum Himpaudi menyampaikan kekhawatirannya tentang aspek sosial psikologis anak.
Melalui PJJ, pencapaian perkembangan anak tidak optimal terutama pada aspek perkembangan sosial emosional.

“Hal ini dirasakan 45,5 persen responden kami. Sementara, 13,6% lainnya merasa tak optimal dalam pengajaran nilai agama dan moral. “Ini menjadi ancaman bagi masa depan anak bangsa dan sangat jauh dari visi pendidikan Indonesia tahun 2035,” papar dia. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait