Jakarta | beritalima.com – Banyak persoalan yang perlu diselesaikan dengan cara – cara berpikir yang tidak sama dengan yang digunakan Albert Einsein karena sesuai dengan kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh Diektorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam beberapa tahun terakhir ini. Demikian hal itu diungkapkan Wiratno, Dirjen KSDAE KLHK saat Refleksi Akhir Tahun KLHK di auditorium, Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Jum’at (17/12/2021).
Wiratno mengatakan bahwa masalah lingkungan saat ini tidak bisa diselesaikan dengan cara atau teori saat ini, sehingga dibutuhkan teori masa depan, oleh karena itu muncul inovasi dan kreatifitas. Menurutnya bekerja di konservasi adaslah bekerja dengan spirit dan tidak terjebak dengan target dan angka akan tetapi harus ada konten dan konteks.
“Harus memiliki prinsip penting yaitu spirit kepeloporan, keberpihakan, kepedulian, konsistensi, dan kepemimpinan. Selain itu, kata Wiratno prinsip 2A (Awake and Alert), harus bangun dan terjaga untuk menjaga kawasan dan melayani masyarakat,” ujarnya.
Sementara capaian kinerja Direktorat Jenderal KSDAE tahun 2021 dalam hal pengelolaan kawasan konservasi secara nasional sejak 2018 sampai dengan November 2021 telah menjangkau kawasan hutan seluas 176.588 Ha, melalui 347 perjanjian kerjasama di 55 UPT di 69 kawasan konservasi serta melibatkan 261 desa 246 mitra dan 12.621 jiwa.
”Jika kemitraan konservasi, Direktorat Jenderal KSDAE juga berkewajiban untuk melaksanaan pembinaan usaha ekonomi masyarakat yang bermukim di daerah penyangga kawasan konservasi,” tuturnya.
Lanjut Wiratno, masyarakat yang bermukim di daerah penyangga itu dilakukan agar dapat menciptakan hubungan yang positif antara masyarakat dengan kawasan konservasi itu sendiri.
“Selama dua tahun terakhir, kegiatan pemberdayaan masyarakat ini telah menghasilkan 1.359 jenis usaha ekonomi produktif di 644 desa, 965 kelompok, serta melibatkan 26.157 orang anggota kelompok,” imbuhnya.
Lebih lanjut dijelaskan Dirjen KSDAE, sebagai bagian dari penanganan area terbuka pada kawasan konservasi, dilakukan upaya-upaya pemulihan ekosistem. Pada periode 2015-2019, dari target pemulihan ekosistem seluas 100.000 Hektare (Ha) dapat dicapai seluas 84.067 Ha atau sebesar 84,07%. Adapun untuk periode 2020-2024, ditargetkan pemulihan ekosistem seluas 200.000 Ha. Hingga tahun 2021, telah dicapai realisasi pemulihan ekosistem seluas 50.251 Ha atau sebesar 25,13%.
“Pemulihan ekosistem juga dilakukan melalui skema kemitraan konservasi. Hingga saat ini, pemulihan ekosistem dengan skema kemitraan konservasi telah dilakukan pada area seluas 13.830 Ha, pada 18 UPT Direktorat Jenderal KSDAE,” jelasnya.
Sementara, terkait konservasi spesies dan genetik, Wiratno menjelaskan untuk mengantisipasi kepunahan spesies, Direktorat Jenderal KSDAE melakukan upaya-upaya konservasi spesies secara insitu dan eksitu.
Ujarnya, upaya konservasi insitu adalah melalui pengelolaan habitat, penanganan konflik, serta eradikasi invasive alien species dan zoonosis. Sedangkan, upaya konservasi eksitu dilakukan melalui pengembangbiakan spesies, restocking hasil penangkaran, serta melakukan rescue, rehabilitasi dan release.
“Tahun 2020-2024, Direktorat Jenderal KSDAE menargetkan pelaksanaan inventarisasi dan verifikasi pada 70 juta Ha area indikatif dengan potensi keanekaragaman hayati tinggi. Sampai dengan November 2021, telah dilaksanakan inventarisasi dan verifikasi pada areal seluas 15 juta Ha atau sebesar 21,50% dari target,” ungkapnya.
Ia menilai, hal tersebut penting untuk kembali memetakan kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia, serta kemudian kembali merencanakan pengembangan jaringan kawasan konservasi.
Wiratno menambahkan, Capaian lainnya dari upaya konservasi species dan genetik pada tahun 2021 yaitu, pelepasliaran sejumlah 27.792 individu satwa, kelahiran 2.790 individu satwa, upaya-upaya repatriasi satwa liar, serta restocking satwa liar ke habitatnya.
Reporter : Dedy Mulyadi