SURABAYA, Beritalima.com-
Hari Anak Nasional (HAN) diperingati setiap tanggak 23 Juli. Berbagai kegiatan seremonial seringkali menghiasi momen peringatan hari tersebut. Pada tahun ini, HAN mengusung tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”.
Namun, di balik kemeriahan tersebut, ada banyak persoalan mengenai anak yang belum terselesaikan. Kekerasan terhadap anak, eksploitasi anak, hingga kesenjangan akses pendidikan masih menjadi tanggung jawab bersama. Pemenuhan hak tersebut sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Mengenai hal itu, Guru Besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Sutinah, Dra MS membagikan pandangannya mengenai refleksi peringatan HAN.
Prof Sutinah menilai, peringatan HAN semestinya menjadi momentum yang kuat untuk mendorong upaya nyata dalam memenuhi hak-hak anak.
“Termasuk hak untuk hidup layak, berkembang secara optimal, berpartisipasi aktif dalam masyarakat, dan terhindar dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi,” ucapnya.
Lebih dari itu, anak adalah aset bangsa. Ketika hak dan perlindungan anak terabaikan, maka kemajuan bangsa akan terhambat. Oleh karena itu, peringatan HAN bukan sebatas seremonial, melainkan sebuah momentum untuk meningkatkan kesadaran lapisan masyarakat tentang pentingnya pemenuhan hak dan perlindungan terhadap anak.
“HAN menjadi momentum bagi kita semua untuk bersatu dalam upaya memenuhi hak-hak anak dan membangun masa depan Indonesia yang lebih maju,” ungkap Sutinah.
Lebih lanjut, Sutinah menyampaikan, perlu ada penanaman nilai nasionalisme, perjuangan, pendidikan karakter, dasar budaya Indonesia, toleransi, dan multikulturalisme pada peringatan HAN.
Perkembangan pesat teknologi informasi dan penggunaan internet tanpa pengawasan membawa dampak signifikan pada perkembangan anak. Mulai dari aspek mental, psikologis, pendidikan, hingga perilaku seksual.
“Penting bagi kita untuk menciptakan ruang dialog yang terbuka dengan anak-anak guna memastikan kebutuhan dan hak-hak mereka terpenuhi agar memberikan perlindungan yang optimal,” ujar Sutinah.
Anak-anak berhak atas kehidupan yang bebas dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, pekerja anak, dan stunting. Sutinah menambahkan, untuk memastikan anak-anak terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi, maka perlu untuk menciptakan lingkungan yang ramah anak.
“Baik itu di lingkungan keluarga, sekolah, komunitas, serta sosial untuk menjamin hak mereka. Negara juga harus memberikan akses yang memadai untuk layanan dan sumber daya, termasuk layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan dari kekerasan,” jelas Prof Sutinah.
Kolaborasi yang melibatkan pemerintah, LSM, organisasi berbasis komunitas (CBO), dan berbagai elemen masyarakat lainnya menjadi kunci dalam upaya memberikan akses dan lingkungan yang adil bagi seluruh anak Indonesia.(Yul)