Jakarta, Dinas Perhubungan DKI Jakarta seharusnya mengambil tindakan tegas terhadap Grabwheels di Jakarta karena menjalankan bisnisnya beroperasi dengan standar keamanan dan perlindungan yang minim bagi pengguna jasanya. Keamanan yang minim itu, misalnya dalam masalah keamanan pengguna seperti helm, perisai diri seperti alat pelindung kaki dan siku, dan rompi yang menggunakan reflector.
“Akhir-akhir ini berkembang pemberitaan seolah yang salah hanya pengguna, atau penyewanya saja., sehingga yang disimplinkan dan di denda si pengendara. Padahal seharusnya Grabwheels juga harus dibebankan dengan tanggung jawab. Menurut penyusuran kami, pihak Grabwheels belum pernah mempubkikasikan hasil studi kelayakan maupun AMDAL (Analisa Dampak Lingkungan) usahanya. Kami juga masih mempertanyakan izin beroperasi Grabwheels di jalan raya dan trotorar. Terlepas dari keteledoran si pengemudi mobil saat tabrakan, Grabwheels beberapa waktu sebelumnya sebenarnya banyak pihak terlibat dan lengah. Berbagai pihak turut andil dalam terjadi tabrakan seperti yang terjadi Minggu (10/11) lalu di Senayan Jakarta,” kata Teddy Mihelde Yamin, peneliti Cikini Studi.
Menurut Teddy, masalah kecelakaan yang menewaskan penyewa di jalan raya seharusnya dilihat secara obyektif. Ada proses sebab dan akibat. “Jangan hanya menyalahkan pihak penabrak sebagai pengguna jalan raya, tapi semua pihak yang menyebabkan terjadinya tabrakan pengendara Grabwheels” tukas Teddy Mihelde Yamin, lulusan Nottingham University, London, UK di Jakarta, Minggyu (24/11/2019).
Menurut Teddy, upaya Polda Metro Jaya yang akan menilang pengendara skuter listrik di jalan raya dan sebab pelangaran lain, adalah langkah yang tepat. walau belum cukup mencerminkan asas keadilan. “Bagaimana dengan pihak yang berbisnis dengan skuter listrik seperti Grabwheeels? Menilik kebelakang seharusnya pihak Grabwheels juga bertanggung jawab untuk pengawasan di lapangan terhadap orang yang memakai skuternya. Menurut pemantauan kami, si penyewa dilepas begitu saja, lalu ketika ada pelanggaran, si penyewa juga yang menghadapi masalahnya sendiri. Tanpa perlindungan asuransi. Padahal menggunakan skuter Grabwheels di jalan raya terlebih di dini hari tentu dapat berisiko kelelahan, karena waktunya tidur,” kata Teddy.
Kebijakan penggunaan jalan raya, trotoar dan jembatan penyeberangan sebagai tempat bermain skuter listrik sudah seharusnya diatur secara tegas dan dijalankan dengan pengawasan oleh aparat yang berwenang. Bisnis jasa sewa skuter listrik ini harus juga memiliki regulasi yang ketat mengenai hak, tanggung jawab sosial, dan ketertiban umum di saat mereka menjalankan bisnis jasa secara online dengan berbasis aplikasi. Jangan nanti seperti ojek online, setelah menggurita baru mau ditertibkan, nggak bakal bisa.” kata Teddy
Menurut Teddy, peristiwa kecelakaan yang menewaskan 2 pengguna skuter listrik oleh tabrakan mobil di kawasan Senayan, layak menjadi pelajaran berharga bagi regulator maupun masyarakat pengguna jasa seperti jasa Grabwheels. “Bermain skuter listrik di jalan raya itu sangat berisiko. Lagi pula jalan raya bukan tempat bermain skuter yang aman. Apalagi bermain skuter pada dini hari, jelas melanggar aturan keselamatan dan kesehatan. Sebab kondisi pengguna skuter belum tentu fit saat dini hari pada jam orang dipulas kantuk,” ujar Teddy.
Di lain sisi, menurut Teddy, regulasi jam berbisnis penyedia jasa sewa skulter listrik juga harus diatur secara tegas. “Meski berbisnis secara online, mereka juga harus memperhatikan kelengkapan pengamanan standar pengguna jasa, seperti helm, alas lutut, siku-siku tangan dan perangkat keselamatan lainnya. Bila ada kecelakaaan, korban lebih terlindungi. Begitu pula aturan penggunaan, apakah boleh berboncengan sampai 2 atau 3 orang? Mesti diatur sebelum bisnis tersebut dipasarkan ke publik. Jangan setelah kecelakaan dan jatuh korban dulu, baru dipikirkan prasyarat pendukung kenyamanan dan keamanan di lapangan,” ujar Teddy, yang juga pengamat bursa keuangan yang lama bekerja di Hongkong, Singapura, dan Bangkok.
Teddy mengutip aturan di Singapura, di mana skuter listrik dilarang digunakan di jalan utama dan trotoar oleh Otoritas Transportasi Darat. Hanya boleh di jalur sepeda dan jaringan rute yang menghubungkan taman-taman. Di Perancis, parkir di trotoar saja tidak dibolehkan. Di Inggris, skuter listrik dianggap illegal bila beroperasi di jalan dan trotoar, dan hanya boleh digunakan di taman pribadi.
Sementara, praktisi hukum Ori Rahman SH mengatakan, masyarakat harus belajar dari pengalaman korban kecelakaan, melakukan introspeksi terhadap kemungkinan kelaiaian korban pengguna jasa skuter listrik. “Sebuah kecelakaan terjadi, ada sebab dan akibat. Bukan kesalahan tunggal. Dalam hal ini, regulator juga harus introspeksi terhadap tata aturan yang diterapkan. Begitu juga penyedia jasa seperti Grabwheels, mereka harus ikut bertanggung jawab terhadap kemungkinan ekses dari bisnis yang dijalankan,” tukas Ori Rahman, Ketua KontaS (Komisi untuk Orang Hilang) tahun 2001 – 2003.
Ori Rahman menambahkan, bisnis jasa skuter listrik baru tumbuh di Jakarta dan penggunanya umumnya generasi milenial. “Pengguna jasa ini harus mawas diri terhadap risiko bermain di jalan raya. Kita kan sangat paham bagaimana ruwetnya jalan raya di Jakarta. Kadang kala untuk menyeberang jalan saja, kita harus bersusah-payah dulu baru dikasih jalan oleh pengendara mobil. Bagaimana pula ceritanya bila kita bermain-main skuter listrik berkelompok di jalan raya, pasti membahayakan pihak lain juga,” kata Ori Rahman, advokat yang juga pernah aktif di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Jakarta tahun 1996 – 1997.
Seperti diberitakan berbagai media, bahwa kecelaaan terhadap pengguna jassa skuter listrik hari Minggu (10/11/2019) dini hari lalu, menewaskan Ammar Nawar Tridarma (18) dan Wisnu Chandra Gunawan (18), sedangkan Bagus mengalami luka-luka.
Sementara Minggu (24/11/2019) beberapa media seperti Detik.com memberitakan pernyataan denda terhadap pelanggaran. Skuter listrik hanya diizinkan di lokasi-lokasi khusus yang sudah ada kerja sama antara pengelola kawasan dan operator skuter listrik seperti Grabwheels. Mulai Senin (25/11/2019), selanjutnya berlaku penerapan tilang bagi pelanggar. ***
Cikini Studi atau Perkumpulan Cinta Kita Indonesia Studi ditetapkan Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI tertanggal 27 September 2019. Beralamat di Tamarind Land Kavling 23 Jl P & K No 1 Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan
Dewan Pendiri Cikini Studi: R Mulia Nasution, Teddy Mihelde Yamin, Dr. Iskandar Zulkarnain, Ori Rahman SH, Rizal Siregar