beritalima.com | Aksi demonstrasi massa menentang Omnibus Law menjadi topik hangat beberapa hari terakhir. Khususnya sejak Rapat Paripurna DPR RI mengetuk palu pengesahan UU Cipta Kerja atau yang dikenal dengan Omnibus Law pada Hari Senin (5/10/2020).
“Lepas dari persoalan pro kontra, lepas pula dari persoalan substansial yang ada dalam UU Cipta Kerja, saya melulu concern pada situasi pandemi Covid-19 yang masih melanda bangsa kita,” ujar Andre Rahadian, Ketua Tim Koordinator Relawan Satgas Covid-19, di Jakarta, hari ini (9/10/2020).
Andre menambahkan, pada galibnya, aksi demonstrasi adalah salah satu wujud kehidupan berdemokrasi. Hak yang dijamin oleh pemerintah tapi hak ini rentan disalahgunakan apalagi jika disertai sikap anarkis. Jargon yang diusung selalu fox populi fox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan.
Salah satu ciri yang khas adalah turunnya sejumlah orang, dari yang bilangan puluhan, ratusan, ribuan, bahkan lebih. Semakin masif aksi massa, semakin besar gaungnya. “Sebagian elemen “garis keras” bahkan ada yang beranggapan, ‘makin chaos makin baik’,” paparnya.
Sebuah keniscayaan, bahwa selama turun ke jalan, koordinator aksi akan menyampaikan orasi melalui pelantang suara. Sedangkan, massa aksi akan menyambutnya dengan yel-yel. Makin lantang suara digaungkan, serta makin gemuruh sambutan massa, makin baik, dianggapnya.
“Melihat kondisi itu semua saya sungguh khawatir, tujuh bulan menggeluti bidang Relawan Covid-19 bersama banyak elemen masyarakat yang tergabung dalam Satuan Tugas Penanganan Covid-19, membuat saya prihatin setiap melihat ada anggota masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan. Apalagi, saya menyaksikan aksi demo beberapa hari terakhir baik aparat maupun masa aksi banyak yang tidak memperhatikan protokol kesehatan” ujar Andre yang juga Ketua Umum Ikatan Alumni UI (Iluni) itu.
Kondisi ini adalah ladang subur penyebaran Covid-19, utamanya melalui droplet. “kami hanya dapat berdoa semoga semua demonstran dan aparat dalam keadaan imun tubuhnya baik. Jika ada yang lemah, saya pastikan akan sangat mudah terpapar Covid-19,” tambah Andre.
“Kami mengerti ada pesan yang harus disampaikan oleh peserta aksi, tapi tetap patuhi aturan yang sudah ditetapkan. Imbauan saya, tolong tetap memakai masker. Itu yang paling utama, jika menjaga jarak menjadi sesuatu yang sulit dihindarkan. Lebih baik lagi jika selalu sadar posisi dalam kerumunan untuk menjaga jarak,” ujar Andre.
*Aparat harus jadi contoh*
Sudah tujuh bulan Andre dan teman-teman bergiat sebagai relawan Covid-19. Ada kalanya, para relawan membuat aksi yang tak kalah demonstratifnya, demi mengajak masyarakat mematuhi protokol kesehatan.
“Kami mengawal pasien yang terpapar corona dengan armada ambulans. Ada kalanya, kami terhibur ketika mereka sembuh dan bisa berkumpul kembali bersama keluarga. Tak jarang, kami ikut berduka ketika korban yang coba kami bantu, akhirnya meninggal dunia,” kata Andre.
Atas nama Ketua Tim Koordinator Relawan Satgas Covid-19, Andre menyerukan kepada aparat yang bertugas dilapangan untuk bisa menjadi contoh bersama-sama mematuhi protokol kesehatan. Kadang kondisi lapangan mengharuskan dilakukannya penegakan hukum untuk menertibkan aksi, hal ini tetap harus dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan.
“Terutama ketika melakukan aksi penangkapan terhadap para demonstran. Tolong, janganlah para demonstran ‘ditumpuk’, dikumpulkan berdesak-desakan. Ingat. Sekali lagi ingat! Virus Corona belum hilang. Ia masih menjadi ancaman serius yang sewaktu-waktu bisa menyerang siapa saja yang abai terhadap protokol kesehatan. Kita tidak ingin, habis demi terpapar corona,” ujar Andre serius.
Relawan siap bekerjasama dengan aparat untuk melakukan pengetesan masal terhadap masa aksi maupun aparat untuk menghindari terjadinya cluster baru di banyak daerah yang melakukan demonstrasi (*)