JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto minta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terbuka mengenai penyebab kecelakaan kebocoran gas beracun di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu mendesak Pemerintah untuk melaksanakan investigasi menyeluruh atas musibah yang merenggut nyawa itu. Ini kasus fatal, yang selama ini belum pernah terjadi dalam operasi PLTP di Indonesia.
“Investigasi teknis ini penting dilakukan Pemerintah secara komprehensif, sehingga penyebab dasar bagi terlepasnya gas sulfur beracun dalam jumlah yang mematikan tersebut diketahui dan dapat dicarikan solusi penyelesainnya, agar hal yang sama dapat dicegah di kemudian hari,” ujar Mulyanto.
Doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai) Jepang ini mempertanyakan pelaksanaan sistem pengawasan kerja di perusahaan tersebut sehingga kecelakaan itu bisa terjadi. Sebab, berdasarkan pengalaman operasi PLTP Kamojang selama 35 tahun, kasus serupa tidak pernah terjadi.
Soalnya, ini hal yang bersifat alamiah dalam operasi PLTP yaitu uap air bercampur dengan gas. Karena itu uap air itu harus dikelola sedemikian rupa dengan prosedur tertentu sebelum dilepas melalui cerobong uap, agar uap air yang dibuang ke lingkungan tersebut mememuhi batas aman.
Jadi, sangat penting investigasi teknis komprehensif dari Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM. Dan, hasil investigasi teknis ini diminta disampaikan Dirjen EBTKE saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, yang rencananya, 3 Februari 2021,” kata Mulyanto usai diskusi dengan Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Direksi PLN, Presdir Indonesia Power dan Pertamina Geothermal Energy saat Kungker ke PLTP Kamojang, Kabupaten Bandung, Kamis (28/1).
Untuk diketahui, DPR RI tengah menggodok RUU EBT, dimana salah satu sumber energi primer utamanya adalah panas bumi. Isu risiko keselamatan pembangkitan listrik, menjadi salah poin pengaturan penting dalam RUU EBT tersebut.
Indonesia memiliki kapasitas terpasang energi panas bumi 2.132 MW atau sekitar 9 persen dari potensi resources energi panas bumi yang 24 GW atau setara dengan 3 persen dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional yang 70 GW.
Ini adalah kapasitas terpasang PLTP terbesar nomor dua di dunia. Dengan potensi sumber daya yang ada, Indonesia berpeluang menjadi negara nomor satu yang memiliki kapasitas terpasang PLTP terbesar di dunia.
“Pemerintah harus mengetahui penyebab sebenarnya kecelakaan ini. Karena apa yang terjadi di PLTP Mandailing Natal bisa jadi bahan evaluasi pengembangan PLTP sebagai sumber energi alternatif,” kata Mulyanto.
Pemerintah harus bisa membangun komunikasi yang tepat mengenai insiden ini agar tidak berkembang berbagai isu, dugaan dan prasangka. “Pemerintah harus mengantisipasi anggapan bahwa PLTP berbahaya. Sebab kalau sampai isi ini sampai menyebar maka upaya pengembangan PLTP sebagai sumber energi baru terbarukan bisa terhambat,,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)