MERAUKE,beritaLima.com || Komisi IV DPR RI melakukan reses ke Merauke,Papua Selatan. Ini menjadi momen penting karena memastikan program lumbung pangan di Merauke berjalan sesuai dengan rencana yang dibuat oleh pemerintah dan dalam visi Presiden RI Prabowo Subianto.
Kepada media ini, Saadiah Uluputty, Anggota Komisi IV mengatakan, kunjungan ini sebagai suatu dukungan penuh, atas upaya strategis pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara swasembada pangan.
Srikandi PKS ini menjelaskan lebih lanjut, pengembangan kawasan sentra pertanian Indonesia Timur juga harus diprioritaskan untuk mendistribusikan program pemerintah menanggulangi daerah-daerah rawan pangan yang berpotensi menjadi penyumbang kemiskinan.
” Kunjungan reses ini digelar pada tanggal 7 Desember 2024 dan dipimpin oleh Prof Rokhmin Dahuri. Sebanyak 13 Anggota Komisi IV DPR RI yang berkunjung ke Merauke, dalam tim I. Setelah mendarat di Merauke, rombongan langsung menuju Desa Telaga Sari Distrik Kurik, Kabupaten Merauke, Propinsi Papua Selatan. Kawasan timur Indonesia mempunya potensi yang kaya sumber daya alam hayatinya, baik pertanian maupun perikanan.Namun, kekayaan ini masih belum dikelola dan digarap dengan baik. Oleh karena itu, kunjungan kerja reses komisi IV ini sebagai komitmen mendukung pemerintah dalam percepatan swasembada pangan dan diproyeksikan sebagai salah 1 lokasi pengembangan kawasan sentra produksi pangan di wilayah timur Indonesia,” sebutnya,Rabu (11/12/2024).
Sambungnya lagi, salah 1 upaya prioritas nasional adalah lewat program cetak sawah seluas 1 juta hektar. Program ini direncanakan melibatkan petani, pemuda milenial dan TNI yang dibentuk dalam Satgas Pangan.
” Kami juga menggelar kegiatan bersama petani dan mendengar aspirasi yang disampaikan juga kepada kami. Selain itu, kami turut menyaksikan proses panen padi dengan menggunakan mesin pemanen, alat pemanen modern yang mempermudah pekerjaan petani di Merauke. Bahkan, kami sempat naik alat tersebut dan mencoba langsung proses panen padi. Kami melihat Propinsi Papua Selatan khususnya kabupaten Merauke, sangatlah subur, serta kondisi geografis yang mendukung untuk pengembangan pertanian skala besar,” akuinya.
Menurutnya, wilayah Papua Selatan juga memiliki cuaca tropis yang memungkinkan kegiatan pertanian berlangsung sepanjang tahun. Salah satu lokasi yang direncanakan untuk sentra pertanian adalah Wanam.
Jelasnya lagi, Wanam terletak di Kabupaten Merauke, yang merupakan bagian dari Provinsi Papua Selatan. Daerah itu didominasi oleh dataran rendah dengan ketinggian antara 0 hingga 55 meter di atas permukaan laut, dan topografinya mencakup rawa-rawa serta aliran sungai besar seperti Sungai Maro. Kawasan ini memiliki iklim tropis lembab dengan curah hujan tinggi, cocok untuk pertanian padi dalam program cetak sawah.
Provinsi Papua Selatan sendiri, mencakup luas sekitar 120.270,11 km2 dan Kabupaten Merauke menjadi wilayah administratif terluas di Indonesia dengan luas mencapai 46.791,63 km2;. Jumlah penduduk di wilayah ini masih rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia, dengan kepadatan rata-rata sekitar 7,27 jiwa/km2, yang membuatnya cukup jarang penduduk meskipun area geografisnya luas.
Topografi dataran rendah serta akses pada sumber air alami di Wanam menjadikannya lokasi strategis untuk pengembangan proyek agrikultur seperti cetak sawah satu juta hektare, yang kini diprioritaskan sebagai bagian dari agenda ketahanan pangan nasional di bawah pemerintahan Pak Prabowo.
Wanam merupakan bagian dari visi besar Kabinet Merah Putih untuk memperluas lahan pertanian guna mencapai kemandirian pangan. Di tengah keterantungan Indonesia pada impor pangan, proyek ini bertujuan untuk memperkuat produksi beras dalam negeri.
” Dalam beberapa bulan terakhir, Jhonlin Group, perusahaan milik Haji Isam, membawa ribuan alat berat dan tenaga ahli ke Papua untuk mengolah lahan di sana. Melalui proyek ini, diharapkan dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal, meningkatkan kesejahteraan mereka, serta mendukung agar keterlibatan masyarakat lokal sebagai tenaga petani dapat ditingkatkan skillnya,” harapnya.
Dirinya menambahkan, selain aspek ekonomi, proyek ini juga melibatkan konsultasi dengan masyarakat adat dan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan pengelolaan lahan tetap selaras dengan nilai-nilai lokal. Keberhasilan proyek ini tidak hanya diukur dari seberapa besar sawah yang dicetak, melainkan juga dari dampaknya terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Papua Selatan.
Selama beberapa dekade, cetak sawah menjadi bagian dari strategi swasembada. Namun tidak jarang, kegagalan terjadi karena minimnya perencanaan matang serta kesulitan teknis di lapangan. Nah berbeda dari proyek masa lalu, cetak sawah di Wanam dirancang dengan pendekatan yang lebih holistik, melibatkan pemerintah, swasta, serta masyarakat lokal untuk menciptakan model pertanian yang efisien dan berkelanjutan.
” Proyek itu bukan sekadar proyek pencetakan sawah, melainkan bagian dari misi besar untuk mempersiapkan Indonesia menghadapi tantangan ketahanan pangan di masa depan. Harapannya, inisiatif ini dapat menjadi bukti komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan dan kemandirian masyarakat Indonesia. Terutama kawasan timur Indonesia sebagai sentra pertanian untuk penyedia lumbung pangan menuju swasembada pangan. Semoga berhasil,” tutupnya. (ulin)