Revolusi Industri 4.0 dan Keberkahan Teknologi

  • Whatsapp

Oleh Arip Musthopa

Belum lama ini Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, berbicara kepada Deddy Corbuzier tentang program yang dipimpinnya, Kartu Prakerja. Menjawab pertanyaan pertama dari Deddy, Airlangga menyebut pengkritik program Kartu Prakerja sebagai (orang) yang tidak paham (dunia) digital. Baginya, yang dimaksud digital itu harus end to end, benarkah demikian?

Revolusi Industri, baik yang pertama, dimulai sejak ditemukannya mesin uap; kedua, sejak ditemukannya listrik dan assembly line production; ketiga, sejak ditemukan komputer; dan keempat, sejak internet dan digitalisasi merevolusi cara kerja dan manufacturing process, selalu menghadirkan efisiensi.

Efisiensi adalah kata kunci kenapa teknologi baru yang dibawa oleh masing-masing revolusi industri bisa diterima, menjadi dominan, dan kemudian menyingkirkan teknologi lama. Efisiensi adalah dampak dari keberhasilan teknologi (baru) mengatasi keterbatasan manusia dalam caranya menghasilkan barang dan jasa, sehinga ada peningkatan produktifitas.

Peningkatan ini kemudian berdampak pada efisiensi dalam pemanfaatan ruang, waktu, energi, dan akhirnya finansial. Dengan kata lain, efisiensi adalah “keberkahan” yang dibawa oleh teknologi (baru). Oleh karena itu, sudah tepat UUD 1945 pasal 33 ayat 4 mencantumkan prinsip ‘efisiensi berkeadilan’ dalam desain perekonomian (nasional).

Pelatihan daring (online) Kartu Prakerja melibatkan 8 platform digital sebagai mitra resmi Pemerintah. Dalam pelaksanaannya, 8 platform digital menerapkan mekanisme jual-beli video pelatihan kepada peserta program Kartu Prakerja yang dibekali dana APBN masing-masing Rp. 1 juta/orang. Dengan target 5,6 juta peserta tahun 2020, maka program bisa menghabiskan anggaran sebesar Rp. 5,6 triliun.

Untuk menjadi peserta, calon peserta harus mendaftar di www.prakerja.go.id, situs resmi program milik Pemerintah. Setelah itu, peserta membeli video dan mengikuti pelatihan daring di 8 platform digital (Skills Academy, Sekolahmu, Pintaria, Bukalapak, Tokopedia, MahirPijar, Sisnaker, dan MauBelajarApa). Inilah mekanisme pelatihan Kartu Prakerja yang menurut Airlangga sebagai cara yang sesuai dengan jiwa revolusi industri 4.0, sudah end to end digital. Hal ini bermakna, bagi Airlangga, mekanisme tersebut sudah efisien.

Sejatinya suatu program pelatihan Pemerintah hanya perlu melibatkan tiga pihak, yakni Pemerintah (pemilik program), lembaga pelatihan (pelaksana) dan peserta pelatihan (sasaran program). Karena ini pelatihan daring, diperlukan suatu platform digital untuk menyimpan video pelatihan yang diproduksi lembaga pelatihan (content provider) dan sekaligus menjadi site atau tempat peserta mengikuti pelatihan.

Pemerintah sebenarnya sudah memiliki platform digital sendiri, situs resmi program ini, yakni www.prakerja.go.id. Tapi situs ini hanya difungsikan sebagai tempat pendaftaran. Aneh memang. Padahal kalau difungsikan juga sebagai tempat pelatihan daring, selain lebih praktis, pemerintah akan lebih hemat, karena hanya perlu membayar biaya pengadaan video kepada lembaga pelatihan (content provider). Kemudian menggratiskan video kepada peserta, sebagaimana lazimnya hubungan Pemerintah dan warganya : pelayanan publik.

Saat ini ada sekitar 1500-2000 video pelatihan yang dipakai program Kartu Prakerja di 8 platform digital. Apabila biaya per video antara Rp. 150-200 juta, maka Pemerintah hanya perlu mengeluarkan anggaran untuk pelatihan daring sekitar Rp. 300-400 milyar. Efisiensinya lebih dari 95% dibandingkan mekanisme yang menurut Pak Menteri sudah sesuai dengan revolusi industri 4.0 di atas.

Jadi, sebenarnya Pak Menteri paham enggak sih apa itu revolusi industri 4.0, era digital dan substansinya? Wallahu a’lam.

Jakarta, 22 Mei 2020

*Penulis adalah Founder KOMPAK Kartu Prakerja

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait