Ricuh, Sidang Kasus Notaris Lutfi Afandi Ditunda

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Sidang perkara penipuan jabatan dengan terdakwa Lutfi Afandi yang rencananya digelar di ruang Sidang Kartika 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (26/4/2018) terpaksa ditunda.

Pasalnya, ada enam orang korban Lutfi pada kasus lain yang datang dan hendak menyaksikan jalanya persidangan, bersitegang dengan terdakwa, ketika hendak dibawa menuju ke ruang sidang.

Terdakwa Lutfi Afandi yang berprofesi sebagai notaris dan berkantor di Sidoarjo, itu sempat digeruduk enam korban, ketika menuju ruang sidang Kartika 2.

“Kurang ajar koen, aku wis kowe apusi (kurang aja kamu, saya sudah kamu bohongi), Ayo omong-omongan sing penak, ngendi tanggung jawabmu (ayo kita bicara baik-baik. Mana tanggung jawabmu) caci maki Liana, salah satu korban penipuan terdakwa.

Makian Liana itu ternyata menyulut korban lainnya, sehingga juga ikut mencacimaki terdakwa, bahkan terdakwa sempat dipepet para korban. Ketegangan pun tidak terelakkan, cekcok mulut sempat terjadi.

Terdakwa yang semakin terpepet oleh para korban, lantas diamankan oleh petugas Satpam gedung Pengadilan Negeri Surabaya untuk dibawa ke ruang mediasi, guna menyelesaikan persoalan yang terjadi diantara mereka, “Nanti ditundah saja, selain saya belum siap mengajukan tuntutan juga kondisinya belum kondusif. Orang-orang yang datang tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan perkara ini. Mungkin dalam kasus yang lain,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darmawati Lahang.

Liana, salah satu korban mengaku, sudah 4 tahun balik nama kelebihan tanah tambak yang dibelinya belum juga diurus. Padahal dirinya sudah bayar pajak pembelian ke notaris Lutfi.
“Alasane okeh, BPNne sik ngene, sik ngono (alasanya banyak, BPNya yang masih begini, masih begitu),” ujarnya kesal.

Sedangkan Roji mengaku, kalau tanahnya sudah dijual oleh tetdakwa Lutfi tanpa sepengetahuan dirinya. Namun atas kasus yang menimpahnya, Roji belum pernah melaporkan Lutfi ke polisi, “Total kerugiannya sekitar Rp 1 miliar, saya akan monitor terus di persidangan ini,” aku Roji.

Sementara Hari, merasa kehilangan jejak Lutfi setelah Lutfi pindah dari rumahnya yang lama di jalan Ketintang. “Saya juga korban, saya kehilangan jejaknya setelah dia pindah dari rumahnya yang lama. Saya ini masih bertengga dengan pak Lutfi,” ucap Hari yang enggan menceritakan kasusnya secara terbuka.

Sebelum keluar dari gedung Pengadilan Negeri Surabaya, para korban notaris Lutfi tidak mau menyerah, setelah pertemuan yang tidak sengaja ini. Para korban diminta oleh Hj Pudji Leatari untuk membuat Group Whatsapp (WA).

Group WA tersebut, jelas Hj Pudji Lestari berfungsi untuk menampung semua aspirasi korban agar bisa sama dalam menempuh langkah selanjutnya. “Saya minta untuk para korban bergabung, perlu ada langkah yang serius untuk hal ini,” tuturnya.

Sesuai berkas perkara No 103/Pid.B/2018/PN SBY tanggal register 16 Januari 2018, Notaris Lutfi Afandi SH M.Kn diduga melakukan penipuan jabatan terhadap Hj Pudji Lestari SE dengan mengaku sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)..

Kasus ini berawal dari terjadinya pembelian sebidang tanah tambak yang berlokasi di desa Gebang, Kabupaten Sidoarjo, sesuai Sertifikat Hak Milik No. 64 dengan luas total 34 hektar. Pembelian tersebut terjadi pada Mei 2011.

Tanah yang dibeli Pudji Lestari itu luasnya 24 hektar. Tanah itu milik empat orang. Sebenarnya, di dalam sertifikatnya, total tanah tambak itu adalah 34 hektar, milik enam orang. Namun, dua orang lainnya tidak menjual tanah tambak sisanya, yakni 10 hektar ke Pudji.

Atas pembelian tersebut Hj Pudji Lestari kemudian ke notaris Lutfi Afandi, di kantornya yang beralamat di Jl Raya Waru, Sidoarjo, untuk membuat Akta Jual Beli (AJB) dan Akta Pembagian Hak Bersama (APHB), Hj Pudji sempat meminjam sertifikat induk ke notaris Lutfi.

Lama ditunggu, ternyata AJB dan APHB itu tak kunjung selesai. Di tahun 2013, Hj Pudji Lestari mengetahui adanya sebuah AJB dan APHB atas tanah tersebut. Ironisnya, akte-akte itu dibuat notaris Sugeng Priadi, bukan notaris Lutfi Afandi. Dan itu terjadi tahun 2013.
Hj Pudji pun berusaha untuk mengecek kebenaran hal itu namun selalu gagal. Hingga akhirnya, Hj Pudji Lestari mendapatkan informasi jika pada tahun 2011 itu, notaris Lutfi Afandi belum mempunyai ijin Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT). Ia hanya seorang notaris biasa. Kendati sebelumnya Hj Pudji Lestari, SE MM pada tanggal 19 Agustus 2010 lalu pernah membuat Akta Jual Beli dan diberikan tanda terima yang stempelnya adalah Notaris/PPAT oleh terdakwa Lutfi Afandi.

Karena semakin curiga, Hj Pudji Lestari kemudian melakukan penelusuran. Hasilnya, sertifikat tanah Desa Gebang Sidoarjo No 64 seluas 34 hektar itu sudah dialihkan notaris Lutfi entah kemana. AJB dan APHB sebagaimana yang disanggupi dan dijanjikan oleh terdakwa tidak pernah ada. Sehingga mengakibatkan Hj Pudji Lestari SE MM menderita kerugian sebesar Rp 4,2 milyar. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *