Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia dalam penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dgn President ENFI Liu Cheng utk investasi di industri smelter tembaga yang rencananya akan dibangun di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat adalah kebijakan yang keliru & beliau sepertinya sengaja seakan-akan tidak memahami situasi & kondisi di Papua.
Ditengah-tengah penolakan aktivis Papua terhadap pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua, kebijakan Otomi Khusus Julid 2 yang sampai sekarang ini belum menjawab kepentingan masyarakat Papua secara menyeluru, semestinya Bahlil sebagai orang kepercayaan Istana asal Papua menjadi juru bisik yang baik kepada bapak Presiden Jokowi bukan malah melahirkan sebuah kebijakan yang tanpa kajian yang matang dan konfrehensip.
industri smelter tembaga yang rencananya akan dibangun di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat itu harus membawa solusi bagi rakyat Papua. Ada beberapa hal yang seharusnya yang harus diperhatikan agar tidak merugikan masyarakat Papua adalah:
Pertama Kesiapan SDM khusus masyarakat asli Papua sehingga ketika semelter ini beroperasi warga Papua tidak hanya jadi buru kasar, sekuriti, sopir dan lain-lain, akan tetapi dapat menempati posisi strategis bahkan tidak hanya menjadi penonton diatas tanahnya sendiri (menjadi pembantu di rumahnya sendiri).
Kedua Tanah adat mereka akan diambil alih demi kepentingan investor dan mereka hanya bisa menjual tenaga diatas tanahnya sendiri.
Keriga Harus dikaji secara matang soal dampak lingkungan sehingga warga tidak mendapatkan dampak negatif.
Keempat Negara tidak semestinya memikirkan tentang keuntungan semata dalam investasi ini, dan kehadiran semelter ini berharap menjawab kebutuhan masyarakat adat Papua secara menyeluru.
Kelima Sudah tentu ketika investasi smelter ini beroperasi, akan ada penambahan kekuatan militer di tanah Papua dalam rangka mengamankan kepentingan investor dan kiranya kehadiran smelter bukan menjadi pemicu konflik baru di tanah Papua.
Kami merekomendasikan kepada yang terhormat Menteri Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang adalah simbol orang Papua, sebaiknya menjadi sumber solusi terkait dengan Otonomi khusus yang sampai saat ini belum menjawab kepentingan masyarakat adat Papua bukan malah terburu-buru melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan President ENFI Liu Cheng untuk investasi di industri smelter tembaga demi hanya untuk mengamankan jabatanya sebagai kepala BKPM.
Kami juga berharap agar yang terhotmat bapak Presiden Jokowi mempertimbangkan secara matang terkait dengan rencana investasi smelter yang akan dibangun di Fakfak Papua Barat dan memerintahkan kepada kepala BKPM Bahlil Lahadalia untuk mempertimbangkan kembali kebijakan dimaksud bila perlu bapak Presiden mengevaluasi kinerja saudara Bahlil Lahadalia sebagai kepala BKPM.
Salam Hormat, Albert Hama
- Ketua Perkumpulan Masyarakat adat Papua di Provinsi Maluku Utara (PERMATA-MU)
- Ketua Bidang Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Dewan Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiwa Nasional Indonesi (DPP PA-GMNI)