Romantisme Wartawan Senior Peter A. Rohi Membawanya Pergi Selamanya

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com | Berita duka bagi insan pers di negeri ini. Seorang wartawan senior di Kota Metropolis Surabaya, Peter A. Rohi, telah meninggal dunia di RKZ Surabaya, Rabu (10/6/2020), pukul 06.45.

Pedihnya, meski pihak keluarga meyakini almarhum sakit dan meninggal bukan karena Covid-19, akan tetapi penanganan di rumah sakit hingga meninggal dan dimakamkannya diperlakukan seperti positif Covid.

Ini disampaikan putera almarhum, Joaquim Rohi. “Sejak mama meninggal akhir Januari 2020 lalu, kondisi beliau (Peter A.Rohi – maksudnya) semakin menurun seakan kehilangan semangat. Jiwanya yang kuat runtuh seketika saat ditinggal mama,” tulis Joaquim.

Joaquim juga menjelaskan buat warga kampung tempat tinggalnya, yakni di Kampung Malang 8 Surabaya, tentang kenyataan yang menambah kepedihannya itu. Setidaknya dia berharap tidak terjadi salah paham dan salah tanggap.

“Papa saya ke RS dari kemarin (Selasa, 9/6/2020) sore, karena kondisi sangat drop/sangat lemas setelah rontgen dan cek darah. Diketahui bahwa Papa saya terdapat infeksi paru-paru, dan ternyata jika ke RS di seluruh Indonesia pun dengan keluhan dan kondisi seperti Papa saya pada masa pandemi ini (yang memang sudah terkena stroke dan sudah drop beberapa bulan) memang harus ditangani secara protokoler penanganan Covid sekalipun bukan status positif Covid, dan jika terjadi yang terburuk yaitu meninggal maka akan dimakamkan secara protokoler Covid pula, walaupun tidak ada status positif Covid,” papar Joaquim.

Di kalangan wartawan, Peter A. Rohi dikenal wartawan yang cukup idealis. Dia lebih suka menulis hasil pengamatan dan investigasi di lapangan dari statement Narsum. Lebih dari itu, dia sangat suka memunculkan info-info terbaru dan belum berkembang.

Tulisan hasil pengamatan dan pelacakannya di antaranya pernah dimuat di Harian Jawa Pos, Sinar Harapan, dan Tabloid Mutiara.

Peter lahir di Kupang, NTT, tahun 1942. Profesi wartawan dijalani setelah ia mengundurkan diri dari Korps Marinir. Dia tercatat sebagai anggota Marinir di Batalyon Amphibi, Karang Pilang, Surabaya. Tapi karena saat itu ada rasionalisasi Marinir, tahun 1970 Peter memilih mengundurkan diri.

Saat menunggu masa pensiun (MPP), Peter mendaftar ke Akademi Wartawan Surabaya (AWS) yang berkampus di Jalan Kapasari, Surabaya. Baru kuliah setahun, Peter melamar menjadi wartawan Sket Masa.

Baru setahun di Sket Masa, Peter memutuskan pindah sebagai koresponden Sinar Harapan, koran terbesar kedua setelah Kompas. Dia mengaku diajak Amak Syarifuddin.

Sukses di Sinar Harapan, pada tahun 1980 Peter dipercaya mengelola Suara Indonesia (SI), koran pagi terbitan Malang. Peter ditunjuk sebagai redaktur pelaksana.

Peter berhasil menjadikan SI koran terbesar di Jawa Timur setela Surabaya Post. Tirasnya mencapai 40 ribu eksemplar, jauh di atas Harian Jawa Pos yang saat itu masih bertiras 6 ribu eksemplar.

Dari hasil kerja di SI, Peter bisa membangun rumah sederhana di Surabaya. Di SI pula, di jaman Petrus, Peter sempat dikirimi sebuah kepala manusia. Paket kepala manusia ini diduga dikirim oleh kelompok misterius yang menyokong pembunuhan misterius (petrus) terhadap sejumlah preman dan gali.

Di media, Peter memang cukup malang melintang. Dia juga pernah di harian Suara Pembaruan, Jayakarta, Harian Surya, dan menjadi wartawan freelance berbagai penerbitan.

Setelah gerah di Jakarta, pada 1993, Peter balik ke Surabaya menjadi wartawan freelance beberapa penerbitan seperti harian Surabaya Post, Surya, dan Jawa Pos.

Pada tahun 1994-1995, Peter dikontrak sebagai penulis kolom “Selamat Pagi Surabaya” harian Memorandum, milik Agil H Ali.

Tahun 1998 Peter ikut membidani sebuah koran harian baru bernama Suara Bangsa (SB). Harian ini didirikan dengan semangat untuk mengembalikan liputan besar, termasuk mengirim Peter A Rohi ke Timor Timur pada 1999.

Bagi Peter, tugas wartawan adalah untuk membela yang lemah. “Pihak yang lemah saat itu adalah rakyat Timor Timur yang menginginkan kemerdekaannya,” kata Peter. Sayang, harian Suara Bangsa hanya berumur pendek karena tidak kuat menanggung rugi. Saat ini, Peter lebih banyak tinggal di Surabaya karena koran yang akan ia dirikan masih terhambat oleh masalah pendanaan.

Peter A. Rohi dikaruniai lima orang anak. Satu di antaranya mengikuti jejak Peter menjadi fotografer sebuah harian di Jakarta. Dua anaknya yang lain, Jojo Rohi dan Inyo Rohi, menjadi aktivis demokrasi di Surabaya. Jurnalis dan aktivis adalah dua pertalian yang mengalir dari darah Peter. Dan, kini Peter telah bersemayam bahagia di sana. (Gan)

beritalima.com beritalima.com

Pos terkait