SURABAYA, beritalima.com | Aktivis ’98 adalah generasi pendobrak sejarah Bangsa Indonesia. Generasi ini berhasil menurunkan penguasa 32 tahun yang mengakibatkan terpuruknya ekonomi hingga terjadilah krisis moneter.
Namun demikian, tidak banyak penggerak aksi peristiwa di tahun 1998 itu yang terus konsisten terhadap berbagai permasalahan masyarakat dan memperjuangkannya. Dari beberapa Aktivis ’98 yang masih konsisten memperjuangkan hak-hak rakyat itu seorang di antaranya Rudy Marudut P.
Arek Suroboyo yang akrab dipanggil Cak Rudy ini, yang sejak aksi 1998 itu tinggal di Jakarta, di jaman Presiden Megawati Soekarno Putri pernah jadi Ketua Koordinator Nasional Sosial Pendidikan Tahun 2003-2004. Dia berhasil menjalankan Program Bersama “Bantuan Sejuta Buku Tulis” kepada Anak Usia Sekolah Keluarga Miskin (AUS-KM).
Sebagai Ketua Koordinator Nasional, Sarjana Komunikasi ini beraudiensi langsung dengan para Menteri. Rudy berhasil mengsinergikan kepedulian Pemerintah, Ormas, LSM, Pers, Unicef dan Unesco yang didukung berbagai stake holder besar, dan hasilnya cukup maksimal dibandingkan program yang parsial dan terpecah-pecah.
Kemauan Rudy untuk terjun langsung ke masyarakat agar memperoleh pemahaman kondisi secara konkret dan merasakan langsung berbagai permasalahan masyarakat semakin membentuk dirinya menjadi sosok yang tidak suka basa-basi dan teori maupun retorika.
Aksi-aksi Rudy saat terjun langsung untuk menyerap dan memberikan solusi atas berbagai persoalan masyarakat ini memang jarang bahkan hampir tak pernah diexpos wartawan. Rudy lebih memilih menulis sendiri hasil serapan persoalan-persoalan masyarakat, dan menginformasikan sendiri di medianya, di samping berusaha membantu memberikan solusi.
Namun demikian, ada juga satu atau dua wartawan yang pernah menangkap aksi kepedulian Rudy pada masyarakat, dan memberitakannya tanpa diminta.
Pasca keberhasilannya mempimpin Program Nasional Sosial Pendidikan saat di Jakarta, ada kerinduan besar dalam benak Rudy untuk kembali ke kota kelahirannya, Surabaya. Di samping ingin mengabdikan diri pada warga Surabaya, juga untuk terus bersanding dengan gadis pujaannya, Distyani Dwi Astutik SH.
Rudy, sebelum ke Jakarta, telah menjalin asmara dengan Astutik, sekretaris Kepala Dinas Pariwisata Kota Surabaya, Alisyahbana, yang saat ini sudah almarhum. Sekembalinya dari Jakarta Rudy menikahi Astutik pada 10 Juli 2004. Resepsi pernikahan mereka di Cagar Budaya Gedung Balai Pemuda Surabaya cukup meriah, dihadiri beberapa pejabat penting di antaranya Alisyahbana.
Setelah menikah, Rudy terus melanjutkan Program Sosial Pendidikan Nasional di Kota Surabaya. Dia fokus membantu anak-anak Surabaya yang membutuhkan bantuan.
Kembalinya Rudy di kota tercintanya ini disambut gembira Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya yang saat itu dijabat Drs Sahudi. Suport Sahudi memudahkan Rudy mengajak para stake holder di Surabaya bekerjasama dan peduli pada nasib anak bangsa yang kurang mampu.
Sehingga, cukup banyak anak-anak Surabaya yang merasa sangat terbantu, terlebih yang tinggal di pinggiran Kota Surabaya seperti di Balas Klumprik, Pondok Pesantren, dan lain sebagainya. Dan kini, pria umur 47 tahun ini ingin terus mengabdikan diri pada warga Surabaya, utamanya di bidang pendidikan dan kesejahteraan rakyat. (Ganefo)