Gananews《 Banda Aceh- Pemerintah Pusat diminta Dalam Menangani Aceh harus dengan Bijak, hal ini dikatakan oleh Tengku Jafar M. Daud, yang menjabat sebagai Ketua Forum Aceh Meusaboh (Forbes Amsa) Pusat, mengajukan permohonan kepada pemerintah pusat agar tidak memaksa kehendak terhadap Aceh.
Ia memperingatkan agar pemerintah tidak lagi melakukan berbagai upaya dan cara cara untuk membohongi bangsa Aceh.
“Salah satu keprihatinan yang disampaikan Tengku Jafar adalah tentang upaya pemerintah untuk menghilangkan bukti sejarah mengenai pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pihak TNI di Remoh Geudong Pidie.
Dia juga mengecam tindakan tersebut dan menuntut agar kekerasan terhadap situs sejarah tidak dihilangkan oleh pemerintah pusat, kalau Rumah Gedung sudah di robohkan harap segera dibangun kembali, soal pembangun Masjid dan Taman Prank bisa dibangun disamping itu lebih bagus saat Masyarakat berkunjung.
Selain itu, Tengku Jafar juga meminta pemerintah pusat agar Pj Gubernur dan Bupati yang ditugaskan di Aceh memberikan prioritas kepada orang Aceh dan orang yang memahami kondisi masyarakat Aceh. Ia berharap agar orang luar Aceh yang tidak memahami Aceh tidak dikirimkan ke Aceh.
Untuk hal tersebut pemerintah harus tau di Aceh sudah Ada pemangku Wali Nanggroe Aceh, untuk pemilihan pj pemimpin di Aceh tolong diserahkan kepada mereka, jika semua dicaplok oleh pemerintah pusat Apajuga Artinya lembaga Adat yang sudah di bentuk di Aceh.
Tengku Jafar kepada media ini 02-07-2023 manambahkan, jika pemerintah pusat terus melakukan tindakan tersebut terhadap Aceh, maka jangan harap Aceh akan tetap aman selamanya.
Ia mengingatkan bahwa jika terjadi gejolak dan mosi tak terpercaya terhadap pemerintah, jangan salahkan masyarakat.Tragedi Rumah Geudong terjadi di sebuah rumah tradisional di Aceh yang dijadikan sebagai markas TNI di Desa Bili, Kabupaten Pidie kala itu
Dalam pandangannya, Tengku Jafar berharap pemerintah dapat benar-benar memperhatikan rakyat, dengan memahami kebutuhan mereka tanpa mereka harus terus-terusan berteriak dan terjepit.
Dia menambahkan, kalau cerita Tragedi Rumah Geudong adalah sebuah peristiwa penyiksaan terhadap masyarakat Aceh yang tidak bersalah dilakukan oleh aparat TNI selama masa konflik Aceh tahun (1989-1998) dulu.
Dalam Rumah Geudong itu, para TNI melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan memburu pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Kabupaten Pidie.
Saat sedang menjalankan operasinya, tidak sedikit anggota TNI yang melakukan berbagai tindak kekerasan terhadap para warga Aceh, Akhirnya, pada 20 Agustus 1998, massa dari daerah tersebut membakar Rumah Geudong tesebut.
Perlu diketahui semua, Rumah Geudong itu dibangun pada tahun 1818 oleh Ampon Raja Lamkuta, salah satu Hulubalang atau pemimpin yang tinggal di Rumoh Raya.
“Pada masa perang Belanda, Rumah Geudong tersebut kerap dijadikan sebagai pos pengatur strategi perang oleh Raja Lamkuta di Pidie.
Setelah Raja Lamkuta wafat, Rumah Geudong dipakai adiknya, Teuku Cut Ahmad, kemudian Teuku Keujren Rahmad, Teuku Keujren Husein, dan Teuku Keujren Gade.
Ketika Aceh bergejolak antara GAM dengan pemerintah Indonesia dan yerjadi operasi militer besar besaran di Ace, pada April tahun 1990, Rumah Geudong sementara ditempati oleh TNI tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Rumah Geudong dijadikan sebagai kamp konsentrasi militer sekaligus tempat untuk mengawasi masyarakat bagi pasukan Kopassus ketika Aceh dalam status Daerah Operasi Militer (DOM) pada 1989-1998.
Beranjak dari hal tersebut Kami berharap pemerintah pusat akan menjalankan tugasnya dengan bijak dalam menangani Aceh. Perlu adanya komitmen yang kuat untuk membangun kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dan Aceh demi kepentingan bersama, Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat Aceh, diharapkan Aceh dapat berkembang secara adil dan sejahtera, ucapnya,”(A79)