beritalima.com – Media merupakan instrumen yang efektif untuk melakukan diseminasi informasi terhadap sesuatu yang dinilai perlu atau bermanfaat bagi publik. Oleh karena itu posisi media sebenarnya sangat strategis untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Informasi – informasi yang diterima oleh media, bisa diolah di dapur profesionalitas jurnalistik apakah alayak muat atau tidak, bagaimana cara mengemasnya agar informasi yang disampaikan layak tayang, bermanfaat, dan tentu memberikan feedback ekonomi yang layak. Oleh karena itu diskusi mengenai Tata Kelola Manajemen Bisnis Media yang diselenggarakan oleh Rumah Para Pecinta Ilmu (RUMPPI) di Bandung sangat baik sekali.
Tepatnya hari Sabtu (2/3-2019) RUMPPI sebagai lembaga yang secara rutin menyelenggarakan berbagai pelatihan atau diskusi terhadap beberapa tema aktual dan strategis, menyelenggarakan Diskusi Awak Media dengan tema, “ Tata Kelola Manajemen Bisnis Media “. Pada kesempatan tersebut media mewawancarai Dede Farhan Aulawi sebagai pimpinan Rumppi. Dede menjelaskan bahwa diskusi kali ini menekankan pada aspek pengelolaan bisnis-nya. Artinya objek diskusi dibatasi agar focus pada pembahasan sesuai tema, karena kalau tidak dibatasi maka diskusi masalah media ini sangat banyak sekali yang perlu didiskusikan.
Diskusi yang dihadiri oleh 17 orang awak media ini berlangsung sangat hangat, informatif dan aspiratif. Setelah Dede memaparkan hal – hal yang terkait dengan tema diskusi, lalu semua peserta menyampaikan pandangan, pendapat dan usulannya. Beberapa hal yang sempat muncul dalam diskusi, seperti berita hoax, kesejahteraan awak media, kesulitan media, dan sebagainya. Dari sekian objek bahasan diskusi kali ini, masalah kesejahteraan awak media dan pembiayaan operasional media menjadi objek yang banyak dibahas, termasuk soal kode etik, dewan pers, sertifikasi insane pers dan banyaknya organisasi pers. Terlebih dengan semakin menjamurnya media online di berbagai daerah di seluruh wilayah tanah air. Termasuk kemungkinan untuk menjalin kerjasama dengan media luar negeri, artinya bagaimana awak media tanah air bisa berkontribusi sebagai kontributor berita yang tentu berharap adanya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan. Ungkap Dede.
Selanjutnya Dede juga menambahkan bahwa sebagai instrument usaha, maka sangat wajar jika media memiliki orientasi pada keuntungan (profit oriented), dan di saat yang bersamaan juga jangan melupakan tanggung jawab sosial atas informasi – informasi yang disajikan. Berorientasi pada profit bukan berarti semua harus dikomersilkan, tetapi bisa memilah dan memilih atas informasi yang mau disampaikan, termasuk upaya meningkatkan rating/ traffic/ viewer agar memiliki nilai jual yang lebih baik untuk mencari sponsor dan iklan. Ini bukan soal kepentingan pribadi saja, melainkan kepentingan keberlangsungan perusahaan dan kontinuitas diseminasi informasi itu sendiri. Jelas Dede mengakhiri perbincangan. (RR)