SURABAYA – beritalima.com, Netralitas Maxi Sigarlaki sebagai ketua majelis hakim dalam sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar (RUPS) PT. Blauran Cahaya Mulia (BCM) yang diajukan Trisulowati Jusuf alias Chin-Chin, benar-benar di uji.
Itu terjadi, setelah penasehat hukum tergugat dan penggugat berbeda penafsiran, saat saksi ahli Nindyo Pramono dari Universitas Gaja Mada, Jogjakarta dalam keterangannya menyatakan, bahwa panggilan RUPS dikoran tanggal 18 Agustus 2016 tidak bertentangan dengan pasal 82 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) kendati RUPS itu sejatinya diadakan pada tanggal 17 Agustus 2016, bukan tanggal 2 September 2016.
Padahal pada pasal 82 ayat 1 UUPT ditentukan bahwa Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.
“Biarkan saja, ahli kan bebas memberikan pendapat. Majelis hakim tidak terikat pada pendapat ahli. Jadi dalam koran terbit tanggal 18 tapi pemberitahuan kepada koran tanggal 17, majelis akan berpendapat sendiri, terimakasih ahli,” ucap ketua majelis hakim menengahi perbedaan penafisiran antara kuasa hukum penggugat dan tergugat, Rabu (21/2/2018).
Netralitas hakim Maxi juga diuji ketika penasehat hukum penggugat menayakan, apakah masih diberikan kesempatan membela diri, jika anggota direksi yang akan diberhentikan melalui RUPS dimana sesuai UUPT harus diberikan kesempatan membela diri, namun ketika anggota direksi yang akan diberhentikan tersebut datang dilokasi akan diselenggarakannya RUPS, ternyata dihalang-halangi bahkan dilarang masuk oleh oknum preman-preman, padahal anggota direksi itu sudah datang dan sudah sampao dilokasi sehingga dia tidak bisa masuk dan ikut RUPS,?
Ahli pun menjawab kalau memang terbukti dihalangi untuk tidak boleh masuk oleh oknum preman-preman yang mewakili kepentingan pihak pengundang, “Kalau itu terbukti, maka secara langsung, dia (anggota direksi) itu bisa diartikan tidak diberikan kesempatan membela diri,” jawab ahli.
Kuasa hukum penggugat juga menanyakan, apakah dibenarkan jika ada sebuah perusahaan yang hasil auditnya tidak pernah mengalami kerugian, selalu untung dan selalu bisa membayar kredit-kreditnya, tiba-tiba direksinya diberhentikan oleh pemehang saham mayoritas.?
Ahli hukum bisnis dan perseroan itu menandaskan, parameter perusahaan selalu untung berdasarkan pasal 66 ayat UUPT, yaitu memuat laporan tahunan, “Laporan tahunan ini menyangkut laporan keuangan, paling sedikit memuat neraca akhir tahun buku, laporan laba rugi, dan laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan, bukan berdasarkan asumsi,” tandas ahli.
Menutup persidangan, hakim Maxi pun memerintahkan agar pihak penggugat dan tergugat memberikan tambahan bukti surat, “Ini hari terakhir tidak ada tawar menawar lagi,” ucap Maxi mengakhiri persidangan. (Han)