JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VI DPR RI membidangi Industri dan Perdagangan, Hj Nevi Zuairina menilai, Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang secara khusus tercantum dalam Bab X tentang Investasi menjadi pintu yang sangat lebar penguasaan asing terhadap aset strategis negara kita yakni terkait dengan lahan.
Bahkan kententuan pasal tentang investasi tersebut tersebar dalam Bab dan Pasal lainnya terkait penanaman modal asing di berbagai sektor di tanah air.
Karena itu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DSPR RI, jelas Nevi kepada Beritalima.com, Selasa (25/8) memberi itga catatan penting tentang Bab X itu yakni Lembaga Pengelola Investasi (LPI), tujuan dan skema investasi berpotensi menabrak UUD NRI Pasal 33 serta persoalan aspek kelembagaan juga menjadi poin penting untuk diperbaiki.
“Ada yang timpang pada RUU Ciptaker. Besarnya kewenangan pusat dengan mengkerdilkan kewenangan daerah. Dan, ini bakal menjadi ruang sangat besar pada prilaku penyimpangan. “Sering kejadian, dimana kekuasaan sangat besar akan menciptakan penyimpangan-penyimpangan,” tutur Nevi.
Legislator dari Dapil II Sumatera Barat II mengatakan, berbahayanya dihapus klausul perizinan di RUU Ciptaker dimana aturan yang dihapus sudah diatur dengan jelas dalam UU existing akan mengakibatkan persoalan lanjutan.
Kontrol investasi asing yang longgar ujungnya adalah penguasaan lahan. Contoh ketentuan yang sangat meresahkan adalah Bab III Pasal 29 tentang Kemudahan Pelaku Usaha mendapat perizinan, khususnya pelaku usaha asing.
Pada Bab ini, RUU Ciptaker mengubah ketentuan UU No: 39/2014 tentang Perkebunan. Terkait investasi asing, setidaknya ada dua pasal yang dihapus dalam Bab ini, yaitu pasal 39 ayat 2 dan 3, serta pasal 40.
Dikatakan, jangan Sampai status aset negara berubah menjadi milik lembaga. Ini sama saja melanggar UUD yang memberikan jaminan hidup bagi seluruh warga negara.
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Bila instrumen yang seharusnya dikuasai negara tapi dikuasai privat bahkan asing maka akan memicu ketidak adilan,” demikian Hj Nevi Zuarina. (akhir)