RUU Ciptaker Sangat Bahaya, Andi Akmal: Sudah Baik, Jangan Regulasi Tentang Kehutanan Diubah

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Regulasi yang mengatur sektor perkebunan yang ada masih sangat relevan diterapkan dan perlu dipertahankan. Yang perlu, mungkin hanya penguatan terkait peraturan pemerintah dan implementasinya harus disiplin sesuai kententuan dalam menjalankan proses pelaksanaannya.

Anggota Komisi IV DPR RI, Dr H Andi Akmal Pasluddin di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, kepada Beritalima.com di Jakarta, Senin (24/8) mengatakan, regulasi tentang yang tertuang pada UU No: 39/2014 tentang Perkebunan merupakan peraturan dasar yang ideal pada kondisi saat ini.

Perlindungan terhadap penguasaan asing sudah terakomodir baik terkait kepemilikan sudah diatur dengan jelas. Bahkan dalam penyusunannya penuh dengan kajian, analisa dialog berbagai stake holder mengganti dan mencabut UU sebelumnya yang sudah berjalan 10 tahun yakni UU No: 18/2004 tentang Perkebunan.

“Pasal 40 UU perkebunan, ada klausul Pengalihan kepemilikian Perusahaan Perkebunan kepada penanam modal asing dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan Menteri. Namun, pada draft RUU Cipta Kerja ketentuan ini dihapus. Ini sangat berbahaya,” jelas dia.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menganggap penghapusan ketentuan pasal 40 ini dapat berimplikasi kepada peralihan hak kepemilikan perusahan kepada pemodal asing secara bebas tanpa ada pengendalian, khususnya apabila terkait dengan kepentingan nasional.
Sudah ada contohnya pada sektor pertambangan seperti penguasaan tambang emas di timur Indonesia dimana negara kita tak mendapatkan hasil seberapa atas eksploitasi tambang ini. Begitu juga sektor perkebunan, ancaman penguasaan asing telah menghadang bila regulasi kita seperti ini.

Karena itu, dalam UU No: 39/2014 tentang Perkebunan disebutkan bahwa Perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait Tanaman Perkebunan.

“Sangat jelas, sektor perkebunan ini tersusun atas aset tanah dan SDM yang sangat besar. Kontribusi terhadap pangan dari sektor perkebunan sama strategisnya dengan energi dan kesehatan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Penjajah negeri ini ratusan tahun awalnya tergiur pada sektor perkebunan. Jangan sampai negara kita terjajah kembali dalam bentuk baru di jaman modern.”

Wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Sulawesi Selatan ini juga menyoroti dihapusnya aturan terkait perizinan yang termaktup pada pasal 45 UU Perkebunan di RUU Ciptaker. Pasal 45 menyatakan, untuk mendapatkan izin Usaha Perkebunan sebagaimana dimaksud Pasal 42 harus memenuhi persyaratan:, izin lingkungan, kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah, dan kesesuaian dengan rencana Perkebunan.

Selain persyaratan sebagaimana dimaksud ayat, usaha budi daya Perkebunan harus mempunyai sarana, prasarana, sistem dan sarana pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, usaha Pengolahan Hasil Perkebunan harus memenuhi sekurang-kurangnya 20 persen dari keseluruhan bahan baku yang dibutuhkan berasal dari kebun yang diusahakan sendiri.

Akmal menganggap, dihapusnya klausul perizinan ini sangat mengada-ada karena bila klausul perizinan ini dihapus, membuka peluang pemegang izin berusaha terkait perkebunan untuk melakukan usaha perkebunan yang ugal-ugalan, tidak perduli lingkungan, kesesuaian ruang (tata ruang) dan lainnya.

Dikatakan, aturan yang sudah sangat jelas saja kerap kali dilanggar. Apalagi bila kententuan perizinan dihapus, Pemerintah akan kehilangan alat control perizinan. Saya menyarankan dengan sangat sangat, jangan di hapus ketentuan masalah perizinan ini.

“Saya mengingatkan, perubahan UU existing dalam RUU Ciptaker tidak boleh mengabaikan UU yang sudah baik. Jangan sampai ada, RUU Ciptaker ini malah akan membuat negara ini bangkrut dan terjajah dalam perjanjian diatas kertas,” demikian Dr H Andi Akmal Pasluddin. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait