AMBON. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Darussalam Ambon menggelar Seminar Nasional. Bedah tentang Strategi Percepatan Pembangunan Daerah Maluku di Hotel Swissbel Ambon (4/8/2023) menghadirkan narasumber, Anggota Komisi IV DPR RI (Saadiah Uluputty, ST), Deputi I Kantor Staf Presiden – DR (Cand) Febry Calvin Tetelepta, MH dan Akademisi Universitas Pattimura (DR. Amir F. Kutaromalos, S.Sos, M.Si).
Anggota Komisi IV DPR RI, Saadiah Uluputty, dalam paparannya menyebut, Maluku dihadapkan pada sejumlah persoalan yang butuh perhatian dan kebijakan serius untuk diselesaikan. Angka kemiskinan di Maluku sebut Saadiah, masih cukup tinggi.
“Badan Pusat Statistik membuat Rilis terbaru pada 17 Juli 2023, angka kemiskinan pada Maret 2023 mencapai 16,42%. Pada September 2022, presentasi kemiskinan 16,23%. Rentang September 2022 sampai Maret 2023, malah naik 0,19 point. Peringkat ke-4 terbawa se-Indonesia. Maluku hanya sedikit di atas Nusa Tenggara Timur, Papua Barat dan Provinsi Papua”, Saadiah memaparkan data.
Tantangan Pembangunan di Maluku katanya, dihadapkan pada fakta kesenjangan dan ketimpangan Pembangunan antara Kota/Kabupaten.
“Tidak semua Kota/Kabupaten bertumbuh secara seragam. Ada daerah maju dan bertumbuh secara cepat seperti kota Ambon dan Kota Tual. Ada Daerah maju tapi tidak berkembang cepat seperti Maluku Tenggara Barat. Ada daerah Maju tapi tertekan seperti Seram Bagia Barat. Daerah relative tertinggal seperti Seram Bagian Barat dan Buru Selatan”, jelas Saadiah.
Ketimpangan dan kesenjangan antar kota/Kabupaten di Maluku tandasnya disebabkan oleh banyak faktor. Seperti, perbedaan sumber daya alam dan faktor demografis, termasuk kondisi tenaga kerja.
“Sementara Alokasi dana pembangunan antar wilayah baik investasi pemerintah maupun investasi swasta untuk menguatkan konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah jauh dari memadai”, Saadiah berargumen.
Ia menilai, upaya mendorong percepatan Pembangunan di Maluku dengan pendekatan Pembangunan sebagai daerah kepulauan sudah sangat tepat.
“Konsep Pembangunan Maluku sebagai daerah kepulauan sudah cukup tepat dengan menguatkan Gugus Pulau sebagai pusat pertumbuhan. Dengan pola ini, distribusi Pembangunan lebih berkeadilan, menjangkau seluruh wilayah di Maluku”, paparnya.
Rencana strategis Pembangunan dengan penguatan gugus pulau telah digagas cukup lama. Bahkan sejak dirinya menjadi anggota DPRD Provinsi Maluku.
“Untuk merealisasikannya butuh effort dan sumber daya besar. Maka tanggung jawab konstitusional kita adalah memperjuangkan daya dukung regulasi dalam bentuk UU Daerah Kepulauan”, tegas Saadiah Uluputty.
Di forum DPR RI, buka Saadiah, menyuarakan dan memperjuangkan kelanjutan pembahasan RUU Daerah Kepulauan dilakukan tanpa Lelah.
Saadiah merasakan sulitnya membangun dan mewujudkan kesejahteraan di wilayah provinsi kepulauan seperti Maluku.
“Bentangan pulau di provinsi kepulauan di Maluku, diantaranya berbatasan dengan Australia, membutuhkan kelayakan infrastruktur dan pembangunan di berbagai sektor. Dan lebih penting juga, wilayah perbatasan menjaga kedaulatan negara. Keberadaan UU Daerah Kepulauan tidak hanya diperuntukan mengawal dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat, tapi juga membentengi keamanan dan kehormatan bangsa’” tegasnya.
Mengawal pembahasan hingga penetapatan RUU Daerah Kepulauan sebut Saadiah, menjadi starting point untuk memperjuangan kesetaraan pendidikan, perluasan akses Pembangunan dan peningkatan indeks Kesehatan.
“UU Daerah Kepulauan menjadi payung untuk merencanakan dan mengawal kebijakan pembangunan lanjutan di Maluku. Nafas Panjang kemajuan pembangunan akan terwujud jika negara berpihak kepada Maluku. Saya sebut keberpihakan itu dengan mendukung penuh penetapan RUU Daerah Kepulauan menjadi UU”, tutupnya. (ulin)