JAKARTA, Beritalima. com– Anggota Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) MPR RI, Saan Mustopa mengatakan, sangat terbuka ruang hoaks pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 karena kontestan yang bersaing memperebutkan suara rakyat pada pesta demokrasi, Rabu (9/12-2020) tersebut melakukan kampanye di tengah wabah pandemi virus Corona (Covid-19).
Wabah Covid-19, ungkap wakil rakyat dari Dapil Jawa Barat tersebut, mengharuskan berbagai kampanye menggunakan media sosial secara massif untuk meyakinkan para pemegang hak suara agar dalam hari pencobolosan memilih dia.
“Ruang untuk hoaks di Pilkada 2020 terbuka karena Pilkada digelar di tengah pandemi Covid-19 sehingga ruang untuk pertemuan sangat terbatas. Satu-satunya cara, ya lewat media sosial untuk menjangkau konstituen dan itu membuka peluang ditumpangi hoaks,” kata Saan, dalam Diskusi Empat Pilar MPR bertajuk ‘Waspada Hoaks Jelang Pilkada 9 Desember’ di Ruang Media Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, awal pekan ini.
Yang berbahaya, kata Saan, ada platform sosial yang dibuat khusus untuk Pilkada yang ditumpangi hoaks, setelah itu hilang. Karena itu, pimpinan Komisi Il DPR RI ini mengingatkan agar harus tetap diwaspadai menjelang pemungutan suara di 270 titik Pilkada.
Kontennya menurut Saan, menakut-nakuti pemegang hak suara untuk datang ke TPS. “Kalau itu terjadi, ini akan menghambat orang untuk berpartisipasi di Pilkada. Ini perlu diantisipasi dan di cegah. Orang malas datang ke TPS karena alasan Covid-19,” jelas dia.
Pada kesempatan serupa, anggota MPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Aziz Syamsuddin mengatakan, selama masyarakat aktif menggunakan teknologi Informasi, hoax tidak bisa dihilangkan seratus persen. Apalagi jelang Pilkada seperti sekarang. Padahal menggunakan teknologi Informasi, khususnya media sosial untuk menyebar hoax, sebenarnya tidak sesuai dengan peruntukannya.
Karena itu, kata Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) ini, kehadiran Media Sosial seharusnya berfungsi untuk kebaikan masyarakat, seperti informasi, hiburan dan pendidikan.
Untuk mencegah meluasnya hoax di tengah masyarakat, lanjut wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Lampung tersebut, Pemerintah dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informasi harus bersikap tegas. Pemerintah harus bisa mengatasi konten-konten yang menyebarkan hoax, jika perlu harus mencabut izinnya.
“Jangan hanya mencabut teksnya saja, tapi harus sampai dasar-dasarnya. Jangan sampai orang yang melakukannya tidak dikenakan sanksi. Prinsip di perbankan bisa ditiru, kalau ada Direksi nakal, dia tidak bisa lagi jadi direksi di bank manapun,” kata Aziz.
Penegakan hukum terhadap para penyebar hoax, ungkap Aziz, semakin penting apalagi mendekati Pilkada, yaitu penegakan hukum yang tegas dan terukur, tidak boleh tebang pilih dan harus berlaku adil. Prinsipnya, semua sama di depan hukum supaya menjadi pembelajaran bagi semua.
“Yang penting, bagaimana teman-teman di Media Center ini menggalang kekuatan sampai tingkat kabupaten, kecamatan dan desa-desa bersatu untuk membasmi hoax. Kemudian parlemennya, MPR dan pemerintah melalui Menkominfo bersatu bersama wartawan melawan hoax. Kalau ini dilakukan potensi bertambahnya hoax akan dapat diminimalisir.”
Bagaimanapun, hoax di Medsos itu, kata Azis sifatnya fluktuasi. Sebentar ada nanti hilang. Karena itu, harus diberantas tuntas sampai akar-akarnya. Apalagi menurut agama juga dilarang. Tidak ada di agama manapun yang membenarkan hoaks. Ini bisa dimengerti karena hoax itu menyebar kebencian, memfitnah dan berita pesanan.
“Saya selalu berbicara sama teman-teman pressroom coba kualitas penulisannya ditingkatkan. Sehingga para penulisnya makin dikenal baik nasional maupun internasional,” kata Azis menambahkan.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan, pada kontestasi Pilkada, peredaran hoax di media sosial tidak terjadi secara besar-besaran, laiknya Pilpres. Karena itu, dia berharap, penurunan penyebaran hoax menjadi bukti pendewasaan demokrasi di tengah masyarakat yang semakin baik.
“Sejak 23 November sampaihari ini, ditemukan 1255 kasus hoak, tersebar di 2087 konten, dalam platform digital. Dari jumlah itu, 1832 diantara sudah di take down, tinggal tersisa 250 kasus. Kebanyaklan hoax tersebut disebar melalui FB, Twiter, Instagram, Youtube dan Tiktok,” demiian Johnny G Plate. (akhir)