Oleh:
Rudi S Kamri
Ternyata oh ternyata semua sama saja. Kekuasaan ternyata sangat menggiurkan bagi siapa saja. Dulu kala, kita melihat keluarga Presiden Jokowi tampak berbeda dibanding keluarga penguasa sebelum-sebelumnya. Sebuah keluarga yang harmonis dan anak-anaknya yang berbisnis secara mandiri tanpa campur tangan sama sekali dari sang Bapak yang merupakan penguasa negara. Sebuah gambaran keluarga yang ideal.
“Anak saya gak ada yang berminat terjun ke politik,” kata Presiden Jokowi suatu ketika.
Tapi itu dulu saat semuanya masih nampak indah dalam harapan. Sterilnya keluarga Jokowi dari virus nepotisme dan politik oligarki yang membuat sebagian besar orang termasuk saya ‘die hard’ memperjuangkan kemenangan Jokowi untuk periode kedua pada Pilpres 2019.
Tapi itu dulu. Pasca Pilpres kenyataannya tidak seindah seperti dalam brosur awal. Atas nama kebebasan berpolitik dan atas nama jargon menyejahterakan rakyat, anak dan menantu Presiden Jokowi akhirnya turun ke gelanggang Pilkada 2020.
Salahkah ? Tentu saja tidak ada aturan manapun yang dilanggar. Atas nama hak azasi manusia dan kebebasan berpolitik, semua orang di negeri ini berhak ikut dalam pertarungan memperebutkan singgasana kekuasaan. Tapi politik seyogyanya tidak boleh dilihat hanya sekedar hitam putih semata. Ada yang lebih tinggi dari seperangkat peraturan yaitu etika kepatutan dan kepantasan.
Secara resmi sudah pasti tidak akan ada dukungan dari Presiden Jokowi untuk pencalonan mereka. Tapi rakyat pemilih pasti melihat “faktor Jokowi” dalam pencalonan anak dan menantunya. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, secara faktual apalah arti seorang Gibran dan Bobby tanpa embel-embel nama Jokowi dibalik sosok mereka.
Tapi semua sudah tidak bisa dibendung lagi. Suara saya dan sebagian rakyat yang memberikan saran agar anak menantu Presiden Jokowi menunggu sampai tahun 2024 ternyata hanya bergaung di ruang hampa. Tak didengar. Tapi tidak apa-apa. Saya akan tetap bersuara kritis demi menjaga marwah dan kehormatan Presiden Jokowi. Ini suatu konsekuensi sebuah pilihan dukungan. Tidak ada penyesalan. Saya hanya harus belajar mulai berdamai dengan kenyataan.
Yang paling parah Siti Nur Azizah anak perempuan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. seakan tidak mau kalah juga mengikuti jejak Gibran dan Bobby. Entah apa kapasitas perempuan kelahiran Jakarta, 5 September 1972 ini, tiba-tiba dia mencalonkan diri di Pilkada Tangerang Selatan 2020. Rupanya aji mumpung itu sayang sekali kalau harus dilewatkan. Sama seperti Bobby, Azizah pun akan melaju ke Pilkada 2020 dengan dukungan Partai Gerindra. Duuh saya harus berkata apa tentang partai itu. Speechless.
Wis karepmu. Saya tidak hendak lagi mengecam mereka. Saya hanya sekedar menyayangkan tindakan mereka dan pembiaran yang dilakukan oleh kedua orangtuanya. Kalau mereka sendiri tidak mau menjaga marwah, kehormatan dan nama baik mereka, mengapa saya begitu ngotot melakukannya yaaa ?
Saya ini siapa…..
Siapa ini apa…..
Salam SATU Indonesia
30122019