JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kurang memperhatikan terhadap sektor pangan. Padahal sudah lebih setahun pandemi virus Corona (Covid-19) melanda dunia, termasuk Indonesia, sektor pangan inilah yang membuat Indonesia mampu bertahan.
Hal tersebut dilontarkan wakil rakyat dari Dapil I Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), H Johan Rosihan ST saat intrupsi ketika Sidang Paripurna dipimpin Ketua DPR RI, Puan Maharani di Ruang Paripurna DPR RI Gedung Nusantara II Komplek Parlemen Senayan, pekan ini.
Hal tersebut terlihat jelas dari kebijakan Pemerintahan Jokowi, termasuk pemotongan anggaran pertanian dalam dua kali pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terakhir yang dilakukan secara sepihak oleh Pemerintah.
Karenanya, kata Johan, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI tersebut, kesempatan ini melalui pimpinan dan juga badan anggaran agar tidak boleh terjadi pemotongan anggaran secara pihak oleh Pemerintah khususnya untuk sektor pertanian.
Soalnya, lanjut pria yang berasal dari Pulau Sumbawa tersebut, menurunnya hasil pertanian Indonesia. “Saya mengingatkan pesan proklamator kita Bung Karno, pangan itu adalah hidup matinya suatu bangsa. “Karena itu, sektor ini tidak hanya bicara tentang produksi dan ketersedian atau stok semata tetapi menyangkut soal kedaulatan negara Indonesia,” kata Johan.
Johan mengaku mencatat, Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Jokowi tidak memiliki spirit melakukan swasembada pangan seperti apa yang pernah menjelang menjadi presiden beberapa tahun silam.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, Pemerintah selalu berencana melakukan impor, Padahal, impor pangan tersebut mendapat penolakan dari masyarakat khususnya petani yang dalam hal ini orang paling merasa dirugikan Pemerintah dengan kebijakan tersebut.”
Sebagai contoh, lanjut pria kelahiran Labuhan, Sumbawa, 29 Oktober 1972 tersebut, impor gula meningkat signifikan. Bahkan nyaris hampir setengah dari kebutuhan gula dalam negeri berasal dari impor. Tepatnya naik, 42,96 persen dibanding tahun lalu.
Impor garam naik 19,6 persen dibanding tahun lalu. Padahal, Indonesia negara kepulauan dengan panjang pantai Indonesia nomor dua di dunia. Tetapi garam untuk kebutuhan adalam negeri masih didatangkan dari luar negeri.
Demikian pula dengan impor daging dari Brazil. Impor kedelai meningkat 22,43 persen, impor bawang putih. Bahkan jagung juga mengalami peningkatan yang cukup besar.
Selain impor karena kurangnya perhatian Pemerintahan Jokowi terhadap pertanian dalam negeri masalah lain yang menjadi persoalan terkait dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) perajin tahu dan tempe yang berencana mogok prodiksi.
Langkah itu diambil para perajin karena tidak stabilnya harga kedelai akibat tidak stabilnya harga bahan pokok untuk memproduksi makanan ini. Kejadian ini selalu berulang persis satu semester. Akhir tahun lalu sampai awal tahun ini, petani kedelai pelaku UMKM selaku perajin tahu dan tempe melakukan mogok.
“Sekarang mereka juga berniat melakukan. Bila itu terjadi berati Pemerintah tidak mengantisipasinya. Hari ini juga mereka melakukan Pak. Eh rencana mogok itu kepada pemerintah. Kalau ini terjadi, maka sesungguhnya pemerintah, Presiden Jokowi ini tidak mengantisipasi.
“Padahal awal tahun ini Pak Jokowi menyampaikan, akan menyelesaikan persoalan itu dan kemudian ditindaklanjuti Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo akan menyelesaikan persoalan stok kedelai ini dalam dua musim tanam saja,” kata dia.
Dikatakan Johan, sekarang sudah musim kedua. Namun, belum ada tanda-tanda perbaikan. Karenanya, melalui Ketua DPR RI kami minta kepada Pemerintah agar menjadikan kedelai ini sebagai salah satu bahan pokok strategis.
“Dengan begitu, ada perlindungan baik dari sisi harga maupun dari sisi mutu sehingga pandemi ini tidak membuat UMKM terutama perajin tahu tempe dan juga sektor pangan yang lain mengalami kemunduran, bahkan sampai bangkrut ditengah pandemi Covid-19,” demikian H Johan Rosihan ST. (akhir)