SURABAYA – beritalima.com, Lie You Hin diperiksa sebagai saksi a de charge atau meringankan pada sidang kasus dugaan penggelapan pembelian saham Gala Megah Invesment Joint Operation (GMI-JO). Direktur PT Gala Bumi Perkasa (GBP) ini menerangkan saham yang dibeli oleh PT Graha Nandi Sampoerna (GNS) diperuntukkan sebagai modal dalam proyek pembangunan Pasar Turi.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Anne Rusiana, Lie You Hin menjelaskan, dirinya diangkat sebagai Direktur PT GBP sejak mei 2010. Saat dirinya diangkat jadi direktur, Direktur Utama (Dirut) PT GBP saat itu dijabat oleh Teguh Kinarto.
“Saya diangkat direktur pada 2010. Direktur Utamanya saat itu masih Teguh Kinarto,” ujarnya pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (29/10/2018).
Saat ditanya soal nutulen kesepakatan yang dibuat pada Maret 2010, Lie You Hin mengaku tidak mengetahuinya. Pasalnya saat itu dirinya belum bekerja di PT GBP. Namun meski awalnya tidak mengetahui, akhirnya Lie You Hin mengetahuinya.
“Saya tahunya membaca arsip kantor. Kemudian dari notulen kesepakatan itu ada tindak lanjut penandatanganan akta nomor 18. Saya sebagai pihak yang menandatangani akta, Teguh Kinarto sebagai saksi,” terangnya.
Lie You Hin sempat dicecar pertanyaan mengapa justru dirinya yang menandatangani akta tersebut, bukannya Teguh Kinarto selaku direktur.
“Pokoknya saat itu saya diperintah Pak Teguh untuk menandatangani akta nomor 18 mewakili PT GBP,” terang Lie You Hin.
Ia juga membeberkan, permasalahan muncul saat bilyet giro yang diberikan PT GBP dicairkan lebih dulu sebelum dibuatkan akta. Padahal sesuai notulen kesepakatan, bilyet giro bisa dicairkan setelah dibuatkan akta.
“Atas pencairan bilyet giro itu kita pernah bersurat ke PT GBS pada Februari 2012, namun tidak ada respon. Kemudian PT GBP mengambil tindakan dengan mengajukan gugatan perdata,” beber Lie You Hin.
Notulen kesepakatan akhirnya dijadikan bukti di sidang gugatan perdata. Di notulen kesepakatan juga dibunyikan bahwa pihak kedua (PT GNS) sebagai penanam saham dalam proyek pembangunan Pasar Turi.
“Awalnya gugatan kami di NO, kemudian kami banding dan dikabulkan. PT GNS kemudian mengajukan kasasi, namun ditolak dan gugatan akhirnya dimenangkan oleh PT GBP,” jelasnya.
Tak hanya dalam notulen kesepakatan, dalam laporan keuangan dan hasil audit independent menyebutkan bahwa saham yang dibeli PT GNS diperuntukkan untuk proyek pembangunan Pasar Turi.
“Audit laporan keuangan 31 desember 2013, saham PT GNS dibunyikan untuk proyek pembanguan Pasar Turi,” ungkap Lie You Hin.
Lie You Hin juga menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis yang menyebut mengapa dua bilyet giro tetap bisa dicairkan meski tanpa dibuatkan akta lebih dulu.
“Tidak tahu, yang saya ketahui harusnya dicairkan setelah dibuatkan akta,” tegas Lie You Hin.
Pada sidang kali ini, Agus Dwi Warsono, kuasa hukum Henry juga mengajukan bukti bahwa jajaran direksi di PT GBP. Dalam bukti tersebut tercatat bahwa Henry sebagai salah satu Direktur PT GBP pada 2013.
Sementara itu usai sidang, Agus Dwi Warsono mengatakan, kalau akta nomor 18 tujuannya hanya untuk pembelian saham, maka seharusnya tidak perlu dibuatkan akta hutang.
“Notulen kesepakatan itu sebetulnya tidak perlu dibuat, karena bisa langsung pada akte nomot 18,” jelasnya.
Menurutnya, Henry sebetulnya tidak pernah melakukan pinjam uang, namun dibikin seolah-olah pinjam uang. Tak hanya itu, terkait modal kerja pembangunan Pasar Turi adalah milik PT GBP dan tidak pinjam dari PT GNS.
“Pembelian saham yang dibilang ada Rp 17 miliar hutang itu seharusnya kewajiban GNS,” terangnya.
Terkait bukti surat jajaran direksi di tubuh PT GBP yang diserahkan ke majelis hakim, menurut Agus, hal itu membuktikan bahwa Henry berhak menandatangani notulen kesepakatan. Pasalnya Henry merupakan salah satu direksi di PT GBP. (Han)