TERNATE, beritaLima.com – Calon Legislatif, Sahidin Malan,SH daerah pemilihan (DAPIL) 1 Kota Ternate Tengah nomor urut 6 menilai, Demokrasi yang kian dewasa dan makin menunjukan kecerdasan ini harus disikapi dengan sifat –sifat yang cerdas pula.
Dari berbagai sumber dilapangan, salah satu momok ketika demokrasi itu berlangsung adalah munculnya ‘dewa amplop’.
Dewa yang satu ini tidak ada kaitannya dengan kepercayaan tertentu, tetapi dewa ini keberadaannya sangat meresahkan, dan identik dengan perampasan kedewasaan dalam kehidupan berdemokrasi.
Dewa-dewa yang ada dalam kepercayaan tertentu, selalu membawa dampak positif, namun justru sebaliknya, dewa amplop datang dengan membawa dampak negatif, khususnya ketika ia hadir di tengah-tengah pemilik hak suara.
Masa depan aspirasi rakyat, dirampasnya selama 5 (lima) tahun kedepan, dan dewa amplop hadir sesaat, sesudah itu dipastikan ia tak akan muncul lagi.
“Ini sekedar edukasi, hanya asumsi saja, matematikanya begini, kalau kita terima ‘fulus’ Rp 100.000,- misalnya. Kita bagi Rp 100.000,- dengan 365 (mengacu pada 1 tahun ada 365 hari), hasil Rp 274,-, ini dalam 1 tahun. Lalu kita bagi lagi Rp 274,- dengan 5 (mengacu pada 5 tahun kedepan), hasilnya Rp 55,-.
Jadi nilai dewa amplop ini sebenarnya kecil sekali bila dibanding besarnya aspirasi rakyat yang sangat perlu dijembatani lalu direalisasikan,” kata Sahidin Malan” yang juga berstatus seorang advokat.
Matematika yang diedukasikan Sahidin ini, tidak lepas dari adanya oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan kelebihannya di sektor keuangan, dengan cara yang tidak beretika saat pesta demokrasi dihelat. Cara tidak beretika ini salah satunya dengan memberikan sejumlah uang, agar oknum ini memperoleh suara dari pemilik hak suara.
Menurut Sahidin, sangat disayangkan bila dewa amplop yang datangnya hanya 5 tahun sekali ini, merampas kewibawaan demokrasi. Terlebih lagi ini berkaitan dengan aspirasi rakyat .
“Perlu diketahui, adanya pembangunan itu asalnya dari aspirasi rakyat, dan aspirasi itu ditampung, lalu direncanakan. Kalau rencana sudah beres, diatur sebagus mungkin, agar realisasinya juga bagus. Kalau pembangunannya bagus, hasilnya kembali lagi ke rakyat, yang merasakanya rakyat di daerah itu,” sambungnya.
Sahidin mengingatkan, jangan sampai masyarakat tergiur dengan iming-iming dewa amplop, berapapun jumlah nominalnya, entah itu bernilai rupiah dan dolar sekalipun. Karena, wakil rakyat membawa amanah dari rakyat, dan amanah itu adalah aspirasi.
“ Bila ada oknum yang dengan menggunakan dewa amplop saat demokrasi, otomatis ada yang berkurang atau minus, yaitu keuangannya. Bagaimana caranya mengembalikan yang berkurang atau minus, ya sudah barang tentu mengambil yang bukan haknya, tentunya ini berkaitan dengan uang negara yang bersumber dari rakyatnya,” pungkasnya.(rdy/tte)