Sakit Jantung Koroner, Hakim Tetapkan J.E Sendjaja Jadi Tahanan Kota

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diketuai Dwi Purwadi mengeluarkan pentapan pemindahan status tahanan dari tahanan di rutan Polda Jatim menjadi tahanan rumah terhadap terdakwa J.E Sendjaja.

Penetapan itu dikeluarkan, sebab terdakwa J.E Sendjaja mengidap penyakit Jantung koroner sesuai catatan medis dari dokter Arifin, dokter yang bertugas di rutan Medaeng. Selain itu, terdakwa J.E Sendjaja juga menyerahkan lampiran berisi jaminan dari istri dan kedua orang anaknya.

“Menetapkan, mengalihkab tahanan terdakwa J.E Sendjaja dari tahanan rutan Polda Jatim menjadi tahanan kota sejak penetapan ini ditetapkan. Memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk melaksanakan penetapan ini,” ucap hakim Dwi Purwadi diruang sidang Garuda 2 PN Surabaya. Selasa (8/10/2019).

Sebelumnya, PN Surabaya menggelar sidang pembacaan dakwaan pada kasus dugaan penggelapan uang modal Proyek Pembangunan Transmisi Listrik 500 KV Sumatera yang merugikan Laurents Leonard Nelwan, direktur PT. KTA (Karya Tugas Anda).

Sidang tersebut juga dihadiri terdakwa J.E Sendjaja (72), selaku direktur PT. DPC (Duta Cipta Pakarperkasa).

“Terdakwa J.E Sendjaja dijerat pasal 372 KUHP,” kata JPU Kejati Jatim Putu Sudarsana membacakan dakwaan.

Dijaskan Putu Sudarsana, kasus ini bermula ketika terdakwa J.E Sendjaja, selaku direktur PT. DPC membutuhkan dana untuk mengerjakan Proyek Transmisi 500 KV Sumatera berdasarkan surat perjanjian dengan PT. Waskita Karya, No. 001/SPPM/WK/DIV/INFRASTRUKTUR/ TRANSMISI/2015 tanggal 18 Desember 2015 untuk pekerjaan Design dan Pengadaan Material Tower.

“Kemudian terdakwa J.E Sendjaja, selaku Direktur PT. DPC sepakat melakukan kerjasama Imbal Hasil dengan pelapor yakni Laurents Leonard Nelwan, direktur dari PT. KTA pada September 2017 hingga Desember 2017,” jelas Putu.

Lalu, sebelum penandatanganan Perjanjian Imbal Hasil, terlebih dulu PT. KTA berkunjung ke kantor PT. DCP di Jalan Panjang Jiwo No. 58 Kota Surabaya, untuk melakukan pengecekan atas kebenaran tentang proyek tersebut, sekaligus melihat dokumen-dokumen yang ada. Sebaliknya, beberapa bulan kemudian PT. DCP gantian mendatangi kantor PT. KTA di Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, untuk menyamakan persepsi dan membicarakan komitmen kerja sama serta tugas dan tanggungjawab kedua belah pihak.

“Setelah sepakat bekerjasama, lalu keduanya membuat perjanjian kerjasama dengan ketentuan besarnya tambahan modal yang diberikan kepada terdakwa selaku Direktur PT. DCP secara bertahap dengan jumlah kumulatif maksimum sebesar Rp. 290 miliar,” tambahnya.

Masih kata Putu, besaran tambahan modal yang diberikan tersebut dapat berubah sesuai kebutuhan PT. DCP yang diajukan kepada pihak PT. KTA.

Untuk penyerahan tambahan modal, pakai aturan main, pada saat pihak PT. KTA menyerahkan tambahan modal secara bertahap kepada terdakwa, harus dilampiri pengajuan anggaran dalam bentuk uraian kebutuhan anggaran dan laporan progres pengerjaan periode sebelumnya.

Tercatat, total dana dari PT. KTA yang telah diserahkan kepada terdakwa adalah Rp. 273 miliar dengan keuntungan sebesar Rp. 42.5 miliar.

“Termin pertama 40% dibayarkan pada bulan ke 12 sejak penarikan dana pertama, Termin kedua 60% dibayarkan pada tanggal 30 April 2018. Sedangkan untuk pengembalian modal dapat dibayarkan setiap ada pembayaran dari PT. Waskita Karya pada pihak PT. DCP melalui pememindah bukukan selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak pembayaran diterima dari PT. Waskita Karya. Komposisi pemindahbukuannya yakni kerekening PT. KTA 75% dan kerekening PT. DCP sebesar 25%,” ungkap Putu.

Menurut Putu, untuk pembagian keuntungan sejak penarikan dana pertama hingga saat ini, terdakwa selaku Direktur PT. DCP telah mengembalikan sebagian dana kepada pihak PT. KTA sebanyak Rp. 24.3 miliar melalui rekening BRI Cabang Kaliasin Surabaya.

“Dari jumlah total Rp. 24,3 miliar tersebut untuk 75%nya, atau Rp.18.264.900.485
adalah haknya PT. KTA yang merupakan bentuk sebagian pengembalian modal kerja,” masih kata Putu.

Terdakwa selaku Direktur PT. DCP, terang Putu, sudah beberapa kali menerima pembayaran dari PT. Waskita Karya sebagai pembayaran pekerjaan. Namun oleh PT Waskita Karya pembayaran-pembayaran tersebut sebagian tidak dimasukan kedalam rekening BRI Cabang Kaliasin Surabaya sebagai rekening bersama, karena terdakwa selaku Direktur PT. DCP dengan sengaja membuat surat kepada pihak PT. Waskita Karya dengan menunjuk Bank lain, yakni Bank BNI Cabang Tanjung Perak Surabaya, Bank Jatim Cabang Kelapa Gading Jakarta dan Bank Mandiri Cabang Rungkut Mega Raya Surabaya, sebagai tempat penampungan pembayaran dari PT. Waskita Karya.

“Berdasarkan surat dari terdakwa J.E. Sendjaja tersebut, maka otomatis PT. Waskita Karya melakukan transfer pembayaran atas pekerjaan yang telah selesai tersebut ke ketiga rekening yang ditentukan terdakwa tadi,” terang Putu.

Ternyata kata Putu, 75% yang menjadi hak PT. KTA yakni Rp.111.301.901.039, tidak dimasukan oleh terdakwa ke rekening bersama di BRI Cabang Kaliasin Surabaya, melainkan diterima dalam 3 rekening berbeda. Padahal hak sebenarnya PT DCP hanya 25% dari nilai pembayaran yaitu Rp. 37.100.633.679.

Sehingga sebagian sisa uang milik PT KTA dari modal dan hak yang diiterima oleh terdakwa J.E Sendjaja dari PT Waskita Karya Rp. 236.439.366.321, terdakwa pergunakan sendiri dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, meliputu Bunga bulan Desember 2016 s/d bulan Mei 2018 Rp.34.888.234.974.

“Sehingga PT. KTA tidak pernah menerima keuntungan yang dijanjikan sebesar Rp.42.500.000.000 sehingga PT. KTA merugi sekitar Rp. 313.827,601.295,” pungkas Putu Sudarsana.

Usai mendengarkan dakwaan, terdakwa J.E. Sendjaja melalui kuasa hukumnya Subkhan Noor Rahman dkk, menyatakan tidak memberikan eksepsi.

“Kami putuskan untuk tidak mengajukan eksepsi,” kata J.E Sendjaja pada majelis hakim. (Han)

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *