SURABAYA – beritalima.com, Ahli Keperdataan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr Ghansam Anand SH.M.Kn dihadirkan Tergugat Vicky Aisyah, Rinda Rovita, Vivi Haryati Vula dan Setiyo Adi Sutejo dalam meghadapi gugatannya melawan Penggugat Agung Santoso di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis (29/4/2021).
Diketahui, Vicky Aisyah, Rinda Rovita, Vivi Haryati Haryati Vula dan Setiyo Adi Sutejo digugat Agung Santoso terkait legalitas sebidang tanah dan bangunan seluas 1202 di Jl. Sambiroto VI, Blok I / 08, RT. 005 /RW.007, Kelurahan Sambikerep, Kecamatan Sambi Kerep Kota Surabaya sesuai Sertifikat Hak Milik No.1567/Kelurahan Sambikerep, berikut Akta Perjanjian Ikatan Jual Beli, No. 29, Akta Kuasa Untuk Menjual No. 30 dan Akta Jual Beli, No. 148 yang dibuat di Notaris/PPAT Alexandra Pudentina Winjodigdo.
Dalam sidang ahli berpendapat bahwa seorang Notaris mempunyai kewajiban membacakan seluruh isi Akta, sebelum Akte tersebut ditandatangani.
“Apabila Akta tersebut tidak dibacakan, maka status Akte akan terdegradasi menjadi Akte dibawah tangan dan Akta otentik itu menjadi tidak sempurna lagi,” katanya di ruang sidang Sari 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Terkait dana talangan, ahli mendefinisikan sebagai dana yang disediakan oleh Pihak Ketiga untuk melunasi hutang dari Pihak Pertama atau Debitur kepada Pihak Kedua atau Kreditur.
“Untuk melakukan pembayarannya Pihak Pertama harus terlebih dahulu menyerahkan dokumennya. Dan ketika Dana talangan sudah dilunasi, maka semua dokumen-dokumen haruslah dikembalikan lagi kepada Debitur,” kata ahli yang mempunyai spesiliasasi di bidang perikatan ini.
Dalam sidang ahli juga berpendapat bahwa Akta Jual Beli Tanah sebagai bukti sah pembayaran atas objek jual beli dan Akta jual beli tersebut sebagai bukti pelunasan.
“Akta Jual Beli (AJB) tanah berlaku sah dan PPJB itu juga bukti pelunasan. Hal itu diatur dalam Sema No 10 tahun 2020. Namun kalau prosedur penerbitan AJB dan PPJBnya cacad maka Akta tersebut terdegradasi menjadi Akta dibawah tangan. Aktanya tetap sah, tidak batal, hanya kekuatan pembuktiannya dibawah tangan,” sambungnya.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, pungkas Ghansam maka dapat dirumuskan,
Akta Notaris sebagai Akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dalam sengketa hukum perdata,
“Ternyata dapat mengalami penurunan status (degradasi) dari kekuatan pembuktian yang sempurna menjadi seperti akta dibawah tangan, dan dapat cacat hukum yang menyebabkan kebatalan atau ketidakabsahan akta Notaris tersebut,” pungkasnya.
Dikonfirmasi setelah sidang, Djelis Lindriyanti dari kantor Hukum Cipta Law Firm selaku kuasa hukum Tergugat mengatakan kasus ini berawal di tahun 2016 saat Kliennya Setiyo Adi Sutejo mempunyai sisa hutang di Bank Jatim sebesar Rp 37 juta, akibat usaha Kateringnya dihentikan.
Karena tidak bisa lagi membayar hutangnya di Bank, lanjut Djelis akhirnya oleh Marketing Bank Jatim dia dikenalkan pada orang ketiga yakni Juan Felix yang mengaku bisa mencarikan dana talangan untuk melunasi sisa hutangnya yang ada di Bank Jatim.
“Ketika dicarikan dana oleh pihak Juan Felix, ternyata sertifikat dari si
Adi Suteja (debitur) ini diberikan kepada pihak ketiga (Juan Felix) tanpa persetujuan dari debiturnya,” kata Djelis.
Celakanya sambung Djelis, orang tua Adi Suteja sebagai pemilik nama di Sertifikat tiba-tiba dijemput dari rumahnya sama Juan Felix dan digelandang ke kantor Notaris Alexandra Pudentina, untuk tanda tangan Akta Perjanjian Ikatan Jual Beli, Akta Kuasa Menjual dan Akta Jual Beli yang sudah dipersiapkan sebelumnya oleh Juan Felix dan Notaris Pudentiana dengan janji dan bujuk rayu setelah tanda tangan Akta-akta maka orang bank akan datang kerumahnya memberikan tambahan modal.
“Setelah tanda tangan di Notaris, ternyata orang Bank yang pernah dijanjikan Felix tidak pernah datang. Apesnya lagi, sekitar tahun 2020 ada orang yang datang kerumah Kliennya dengan didampingi Pengacara melakukan pengusiran, dengan mengatakan bahwa rumah yang ditempati Kliennya tersebut sudah mereka beli.” pungkas Djelis. (Han)