SURABAYA, beritalima.com | Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghadirkan Saksi Ahli Majelis Komisi pada sidang Pemeriksaan Lanjutan atas dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU No. 5/1999) dalam Penjualan Minyak Goreng Kemasan di Indonesia.
Sidang ini digelar secara hybrid di Kantor Pusat KPPU Jakarta pada Kamis (9/2/2023), dan Saksi Ahli yang dihadirkan adalah Dr. Pantri Heriyati SE M.Comm.
Dalam persidangan ini, sebagaimana disampaikan Kepala Bidang Penegakan Hukum Kanwil IV KPPU Surabaya Ratmawan Ari Kusnandar, Saksi Ahli mengatakan bahwa komponen dalam penetapan harga bagi perusahaan adalah 4P, yaitu Product, Price, Place, dan Promotion.
Dari keempat komponen itu satu-satunya yang menghasilkan keuntungan adalah price (harga), sedangkan 3 komponen lainnya adalah cost (biaya). Di situ lah ujung tombak perusahaan untuk mencapai keuntungan.
Dalam penetapan harga setiap perusahaan memiliki pendekatan yang berbeda-beda, akan tetapi secara umum pricing memiliki tujuan, apakah untuk bertahan, memaksimalkan laba atau memperbesar market share.
Di dalam korporasi, penetapan harga disepakati oleh pimpinan perusahaan yang bersinergi dan koordinasi yang tidak bisa dipisahkan antara bidang keuangan, marketing dan produksi. Untuk industri Fast Moving Consumer Goods (FMCG), juga masih menggunakan pendekatan 4P untuk analisis penentuan harganya.
Saksi mengatakan, minyak goreng (migor) termasuk kategori barang FMCG, yakni produk-produk yang habis dikonsumsi bukan untuk diproduksi kembali.
Dia pun menyampaikan, karakteristik barang industri FMCG ini inelastis serta jarang yang memiliki market power lebih dari 50%. Namun demikian bukan berarti tidak memiliki posisi dominan.
Kelangkaan pada industri FMCG, menurutnya, sangat bisa diatasi kecuali faktor alam. Sejauh faktor penyebabnya masih di jalur distribusi atau produksi, Saksi Ahli mengatakan itu tidak menjadi masalah. Jika terjadi kelangkaan, dimana di jalur distribusi satu (D1) pun tidak mendapatkan barang, maka besar kemungkinan produsen yang menjadi penyebabnya.
Saksi juga menjelaskan, ketika biaya bahan baku pada industri FMCG mengalami kenaikan, ada dua alternatif yang dapat dilakukan oleh produsen. Pertama, mengurangi produksi karena memang sumber permodalan berkurang. Atau yang kedua, melakukan produksi sesuai kemampuan modal dan menahan penjualan produk menunggu harga naik guna memanfaatkan momen untuk peningkatan laba.
Menurut Ratmawan, pemeriksaan Saksi Ahli pada tahap pemeriksaan lanjutan ini merupakan salah satu alat bukti yang diatur dalam Pasal 42 UU 5/99. Adapun alat bukti lainnya, yaitu keterangan saksi, surat dan atau dokumen, petunjuk, serta keterangan pelaku usaha. (Gan)
Teks Foto: Dr. Pantri Heriyati SE M.Comm, Saksi Ahli Majelis Komisi yang dihadirkan KPPU dalam sidang Pemeriksaan Lanjutan perkara penjualan minyak goreng kemasan.