Saksi Ira Maria Anaknya Sudah Menurut Permintaan Terdakwa, Michael Hariyanto : Tidak Ada Ancaman Kekerasan Dalam Peristiwa Itu

  • Whatsapp

SURABAYA – EN Sanjaya, Wandarto Sanjaya dan Ira Maria Puspita, diperiksa oleh Jaksa Kejari Surabaya sebagai saksi pada kasus dugaan bullying anjing pudel dengan terdakwa Ivan Sugianto. Rabu (26/1/2025).

Perlu diketahui, terdakwa Ivan Sugianto didakwa memaksa seorang anak yang merupakan siswa SMA Kristen Gloria 2 Surabaya bersujud dan menggonggong.

Kasus ini bermula dari perselisihan antara anak terdakwa dan korban. Saat masalah berkembang di luar sekolah, korban dibawa ke hadapan terdakwa yang tengah emosi. Terdakwa memaksa korban meminta maaf sambil bersujud dan menggonggong tiga kali.

Akibat kejadian ini, korban mengalami kecemasan, depresi. Terdakwa didakwa pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak dan pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam keterangannya, saksi Ira Maria mengatakan bahwa pada Minggu, 20 Oktober 2024, anaknya diminta oleh EL untuk membuat surat pernyataan atau video permintaan maaf atas ucapannya yang menyebut rambut EL mirip anjing ras poodle.

“Hari Minggu itu anak saya disuruh buat surat pernyataan di atas materai dan video diri. Saat itu dia sudah meminta maaf, tapi anak terdakwa tidak terima dan tetap meminta surat bermaterai atau video permintaan maaf,” kata Ira Maria

Karena masih tidak puas, pada Senin sore, 21 Oktober 2024, EL yang didampingi guru tinjunya Nouke, mendatangi SMA Kristen Gloria 2 Surabaya untuk mencari keberadaan EN.

“Saat itu saya hendak menjemput anak saya, dia menghubungi saya lewat WhatsApp, memberi tahu bahwa anak terdakwa akan datang ke sekolah. Dia panik dan ketakutan. Saat saya tiba di sekolah, situasinya tidak seperti biasa. Ada banyak orang berkumpul, termasuk anak berseragam Cita Hati,” lanjutnya.

Ira yang saat itu datang seorang diri berusaha membicarakan permasalahan ini secara baik-baik. Namun, karena melihat banyak orang berada di pihak EL, ia kemudian menghubungi suaminya, Wandharto, agar datang ke sekolah.

“Tak lama setelah itu, suami saya datang. Tidak lama kemudian terdakwa juga tiba. Saat suami saya hendak menyalaminya, terdakwa langsung tersulut emosi dan berkata, ‘Mana yang salah?” ungkap Ira.

Terdakwa Ivan kemudian meminta EN untuk bersujud meminta maaf dan menggonggong di depan SMA Kristen Gloria 2 Surabaya. Namun, saat itu permintaan tersebut belum dituruti oleh korban.

Setelah itu, terdakwa masuk ke sekolah untuk menemui Kepala Sekolah, Deborah Indriati. Pihak sekolah pun mengupayakan mediasi guna menyelesaikan permasalahan ini.

“Namun, dalam proses mediasi yang berlangsung di ruang tamu sekolah, terdakwa disaksikan kepala sekolah kembali meminta EN untuk bersujud dan menggonggong. “Sudah (sujud dan menggonggong di hadapan EL), waktu mediasi di dalam sekolah, di ruang tamu,” ujar Ira Maria.

Mendengar keterangan tersebut, terdakwa Ivan membantahnya. Ia mengatakan malah melarang orangtua EN untuk sujud. Dan larangan untuk sujud itulah yang kemudian di unggah di akun Instagramnya.

Ditemui selesai sidang, Michael Hariyanto, salah satu tim pengacara dari Terdakwa Ivan Sugianto mengatakan, dari tiga orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa, secara jelas menyatakan tidak ada ancaman kekerasan dalam peristiwa itu.

Maka menurutnya Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak dan pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP yang didakwakan oleh jaksa tidak terbukti.

“Karena dakwaan ini tentang adanya ancaman kekerasan. Pasal 80 itu ada 3 unsurnya, kekejaman, penganiayaan, kekerasan atau ancaman kekerasan. Menurut kami diperkara ini kekerasannya tidak ada, ancaman kekerasannya juga tidak ada. Kalau ancaman kekerasannya tidak ada, maka pasal 335 KUHP juga tidak terbukti,” katanya Michael.

Menurut Michael, ancaman kekerasan itu harus dibuktikan dan harus nyata. Artinya menurut hukum ancaman kekerasan Itu adalah suatu tekanan, yang membuat seseorang yang awalnya tidak mau berbuat, menjadi berbuat.

“Misalnya anda harus memberi uang saya 100 ribu, kalau tidak anda akan saya pukul. Nah ini. Ancaman harus nyata,” ujarnya.

Sebetulnya lanjut Michael, dari peristiwa ini ia banyak belajar, kalau sudah ada perdamaian buat apa perkara ini dilanjutkan hingga ke persidangan. Karena korban di perkara bukan semata-mata pada diri terdakwa saja. Tetapi anak EN dan anak EL juga menjadi korbannya.

“Upaya hukum pidana itu kan sifatnya Ultimum remedium. Yang paling terakhir kalau tidak ada perdamaian atau kalau masih sengketa. Silahkan. Akan tetapi kalau sudah ada perdamaian ini ya buat apa,” ucapnya.

Ditanya apakah kehadiran Ivan Sugianto yang membawa sejumlah preman dalam peristiwa itu apakah itu bukan Masik kategori ancaman kekerasan? Michael menjawab kalau yang itu biarlah majelis hakim yang melakukan penilaian.

“Tadi terdakwa juga mengatakan sewaktu ribut – ribut disana dia baru hadir. Karena ditelepon, bukan terdakwa datang langsung membawa pasukan, bukan. Jangan salah, yang katanya preman yang ternyata guru tinju Exel. Dan yang berkaitan dengan itu sudah ada perdamaian resmi dengan Ibu Ria dan perdamaian itu sudah dipublikasikan,” kata pengacara Ivan Sugianto lainnya yakni Billy Handiwiyanto.

Lalu yang menjadi pertanyaan saya, kalau itu dinamakan ancaman, ini kok sudah ada perdamaian. Ingat perkara yang disidangkan kali ini, pelapornya bukan dari orang tua dari anak Ethan. Tetapi dari pihak sekolah SMA Gloria yang pada waktu itu juga sudah memfasilitasi perdamaian. Setelah selang beberapa Minggu kemudian, baru membuat laporan polisi. Hal inilah yang membuat kami membela hak hukum dari terdakwa Ivan Sugianto,” imbuh Billy. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait