SURABAYA – beritalima.com, Rudi Hartono dan Surya Kencana, pengurus Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai Jawa Timur diperiksa sebagai saksi dalam persidangan kasus memasukan keterangan palsu kedalam Akta Otentik di Pengadilan Negeri Surabaya.
Dalam sidang keduanya membeberkan sejumlah hal seputar rapat tanggal 7 Nopember 2019 yang digagas oleh Tjandra Sridjaya.
Menurut mereka, sebetulnya agenda utama dalam rapat itu membahas masalah celotehan di media sosial (medsos) terkait uang arisan. Namun dalam rapat itu, Tjandra Sridjaya malah melontarkan tiga point voting yang berujung menjadikan Kaicho Liliana Herawati sebagai terdakwa dalam perkara ini.
“Ada tiga point yang dibahas dalam rapat itu. Pertama, Tjandra Sridjaya sebagai Ketum Perkumpulan mengumumkan berhenti dari Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perguruan. Kedua, Kaicho Liliana Herawati mengundurkan diri. Dan point ketiga diusulkan agar nama Perkumpulan Pembinaan Mental Karate supaya diganti,” kata kedua saksi secara bergantian di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya. Kamis (6/7/2023).
Menurut saksi Rudi Hartono bahwa dalam voting itu dia lebih memilih nama perkumpulan pembinaan mental karate tetap dipertahankan dan memilih Kaicho Liliana Herawati tidak keluar.
“Saya pilih voting itu dibiarkan. Maksudnya nama perkumpulan pembinaan mental karate tetap dibiarkan seperti itu dan Kaicho Liliana tidak keluar dari perkumpulan,” kata saksi Rudi Hartono yang waktu itu menjabat sebagai pimpinan daerah Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Jawa Timur.
Saksi Rudi Hartono kemudian membenarkan tanda tangan dirinya ketika ditunjukan selembar bukti notulen dalam rapat itu. Namun saksi menyangkal terkait adanya lembaran lain dalam notulen tersebut.
“Saya melihat lembaran itu lagi sewaku saya diperiksa di Polrestabes Surabaya. Namun saya tidak tanya terkait adanya tulisan-tulisan yang lain yang ada di lembar sebelahnya yang berisi point menyetujui Tjandra Sridjaya keluar, nama perkumpulan harus dikeluarkan dan nama Liliana Herawati dikeluarkan dari Perkumpulan,” lanjutnya.
Dalam sidang saksi Rudi Hartono juga menandaskan karena Akta Nomer 8 tahun 2022 tidak benar, selanjutnya dirinya sebagai pengurus dan ketua arisan berkewajiban menyampaikan kepada warga pembinaan mental Karate bahwa Liliana Herawati tidak pernah keluar dari Perkumpulan.
“Karena point pertama Candra Sridjaya sudah keluar dan nama Perkumpulan belum pernah dirubah otomatis, Liliana sebagai pimpinan di perguruan saya masih dilanjut,” tandasnya.
Sementara saksi Surya Kencana mengawali persidangan menyebut bahwa Perguruan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai berdiri sejak 1967, kemudian pada tahun 2012 dibentuk Yayasan, sedangkan Perkumpulan baru terbentuk di tahun 2015.
Saksi Surya Kencana kemudian menerangkan bahwa rapat tanggal 7 Nopember 2019 di gedung Srijaya bukanlah gagasan dari Tjandra Sridjaya, melainkan atas desakan dari Pimpinan Pusat Perguruan Pembinaan Mental Kyokushinkai sejak 18 Oktober 2019 sebagai buntut dari pemberitaan di Media Sosial.
“Itu rapat Perguruan karena yang hadir adalah semua pengurus perguruan. Selepas penyataan Candra Sridjaya berhenti dari DPP kemudian dibahas usulan masalah Kaicho Liliana tetap di perkumpulan atau keluar dari perkumpulan,” terangnya.
Dalam sidang saksi Surya Kencana memastikan bahwa Liliana Herawati pada tanggal 18 Juni 2022 baru menerima salinan Akta No 8 tahun 2022 dari Notaris, sedangkan sehari sebelumnya yakni di tanggal 17 Juni 2022 Liliana melaporkan Erick Sastrodikoro, Bambang dan Tjandra Sridjaya ke Mabes Polri terkait memasukan keterangan yang tidak benar di dalam akta dan dugaan penggelapan.
“Yang kita temukan ada sekitar Rp 11 miliar lebih, itu berasal dari 15 transaksi tarik tunai dan setor tunai,” katanya.
Kemudian Gregorius, kuasa hukum Liliana Herawati bertanya kepada saksi Surya Kencana tentang seputar uang arisan yang dituntut oleh anggota perguruan kepada Erick Sastrodikoro.
Menurut Gregorius, saksi Surya Kencana dianggap tahu bahkan paling getol menanyakan seputar uang arisan tersebut.
“Melalui pembicaraan non formal hingga formal saya selalu minta laporan keuangan, namun hanya diberi jawaban secara lisan dan tidak jelas. Sampai pada Rakernas pada 11 Desember 2021. Saya tetap minta pada Erick karena posisi dia sebagai wakil ketua arisan sekaligus mendapatkan surat keputusan untuk mengelola,” katanya.
Ditanya lagi oleh Gregorius, bagaimana dengan pernyataan Erick Sastrodikoro yang mengatakan saldo rekening BCA mencatat bahwa uang arisan perkumpulan hanya Rp 22 juta,?
“Uang yang dimaksud oleh Erick itu tidak benar dan sudah dialihkan sejak perpindahan Sekertariat dari Mayjen Sungkono ke Batu Malang. Di Batu Malang akhirnya kita mendapatkan rekening-rekening perkumpulan dari tahun 2017 sampai 2021. Di sana saya menemukan beberapa penarikan yang jumlahnya besar namun pada hari yang sama disetorkan ke Bank yang lain tanpa persetujuan pengurus arisan yang lain. Spesimennya tertera Candra Srijaya. Data yang ditemukan ada 11 dari 15 transaksi tarik tunai dan setor tunai. Tapi untuk biayanya dibebankan ke Sekertariat,” jawabnya.
Mengakhiri persidangan terjadi perdebatan antara ketua majelis hakim dan tim penasehat hukum Liliana Herawati tentang masih dibolehkannya jaksa penuntut menghadirkan Ahli Perdata pada persidangan berikutnya.
Perdebatan terjadi sebab sebelumnya Ojo Sumarna sebagai ketua majelis hakim dalam perkara ini menolak permintaan Jaksa Penuntut untuk menghadirkan Ahli Perdata tersebut.
Namun Ojo Sumarna mendadak merubah keputusannya menjadi diperbolehkan setelah berembuk dengan dua hakim anggota lainnya dengan dalih demi terang benderangnya mengungkap kasus yang membelit Liliana Herawati ini. (Han)