SURABAYA, beritalima.com | Banyak diterapkan oleh berbagai lapisan masyarakat, terutama pemangku jabatan, pose salam dengan lima jari diletakkan tepat pada hati, kita kenal sebagai salam Presisi. Dikonsep oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, salam presisi merupakan kepanjangan dari prediktif, responsibilitas, transparansi, dan berkeadilan. Bertujuan membuat pelayanan lebih terintegrasi, modern, mudah, serta cepat, konsep yang diusung sejak Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si., mencalonkan diri menjadi Kapolri, salam presisi tersebut pun seringkali diaplikasi oleh banyak pejabat publik.
Direlevansikan dalam situasi terkini jelang Pemilu 2024, salam presisi ditunjukkan oleh Gubernur Jawa Timur dan Ketua KPU Jatim, Choirul Anam, saat pemantauan serta pendampingan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih Pemilu 2024, Jumat (24/2) lalu. Salam presisi juga dipraktekkan oleh Pantarlih, PPS, dan PPK Kelurahan Jemurwonosari, Kecamatan Wonocolo, Kota Surabaya, sebagai penutup proses Coklit.
Tepatnya, coklit yang dilakukan di kediaman putri tokoh NU, KH. Masykur Hasyim, ning Lia Istifhama. Ibu dua anak yang dikenal sebagai aktivis sosial sekaligus penulis tersebut, secara lugas menyampaikan apresiasi sangat tinggi kepada jajaran penyelenggara pemilu di wilayahnya, terutama Nurul Huda yang merupakan Ketua PPS Jemurwonosari.
“Kedatangan mereka untuk melakukan pantarlih dari rumah ke rumah, menunjukkan asas kepatutan sekaligus kepatuhan terhadap aturan dalam proses demokrasi. Ini merupakan contoh yang sangat baik dan seharusnya kita semua sebagai masyarakat, semakin mampu menghargai proses demokrasi secara baik,” terangnya.
Doktoral Ekonomi Islam UINSA yang pernah masuk sebagai 100 Tokoh Muda Nasional versi APN tersebut, juga menjelaskan makna salam presisi yang digunakan sebagai penutup proses coklit di kediamannya.
“Salam presisi yang nge trend dan dicontohkan oleh Kapolri, sejatinya dapat ditarik sebagai ruh atau spirit terwujudnya pesta demokrasi yang aman, damai, jujur, adil, dan bermartabat. Pertama dari unsur kata ‘Prediktif’, yaitu sebuah prediksi situasi sosial politik yang akan terjadi, adalah disebabkan situasi yang sekarang sedang terjadi.”
“Sebagai contoh, jika penyelenggara pemilu menunjukkan obyektifitas dalam tahapan pra pemilu, maka akan meningkatkan kepercayaan dari peserta pemilu terkait netralitas. Lebih detail, juga mencegah perilaku tidak fair yang dilakukan oknum peserta pemilu akibat minimnya ruang ‘permainan politik’. Sedangkan dari sisi masyarakat sebagai pemilih, akan menganalisa perilaku calon peserta pemilu sebagai tolak ukur sisi kepatutan calon peserta pemilu sebagai wadah penyerap aspirasi masyarakat.”
“Kedua adalah Responsibilitas, yaitu sikap tanggungjawab untuk mematuhi aturan dan membentuk lingkungan sosial yang baik, termasuk dalam kaitannya dengan politik atau demokrasi.”
“Melansir penelitian oleh “Stanford Prison Experiment”, bahwa lingkungan menjadi faktor penting yang menentukan apakah seseorang berperilaku baik atau buruk, termasuk bahwa sebenarnya manusia berpotensi untuk menjadi pahlawan, tetapi terkadang menunggu momen tertentu untuk melakukan aksi heroik. Nah, ditarik dalam Pemilu, tanggungjawab mematuhi aturan dalam Pemilu akan menjadi poin penting mewujudkan obyektifitas dalam pemilu, baik dari sisi peserta pemilu maupun penyelenggara, sehingga terbentuk Pesta Demokrasi yang ideal dan menjawab kebutuhan rakyat.
Unsur lain, yaitu transparansi dan berkeadilan, dijelaskan oleh Ketua Yayasan UNITA tersebut, sebagai bentuk proses demokrasi yang terbuka dan sikap adil semua pihak yang terlibat.
“Keterbukaan ini akan menjadi ruang dimana masyarakat bisa menjadi ‘polisi’ sekaligus monitoring proses demokrasi, sehingga setiap tahapan demokrasi memberikan rasa adil bagi setiap lapisan masyarakat yang terlibat di dalamnya. Akhirnya, jika paduan kata dalam salam presisi diwujudkan, maka sangatlah mungkin, Pemilu 2024 kali ini, menjadi jawaban dan harapan bahwa seperti jika kita mengutip konsep Abraham Lincoln, Demokrasi adalah dari, oleh, dan untuk rakyat,” pungkasnya.