JAKARTA, Beritalima.com– Menyikapi dinamika sosial politik yang mengiringi pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI menolak ikut membahas RUU inisiatif DPR RI (Fraksi PDIP-red).
Sejalan dengan itu, jelas pimpinan Fraksi PAN DPR RI, Dr Saleh Partaonan Daulay dalam keterangan pers yang diterima awak media, Rabu (24/6), Fraksi PAN DPR RI mendesak pimpinan DPR RI dan seluruh pihak terkait untuk segera menghentikan pembahasan RUU HIP sekaligus mencabut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Dikatakan, penghentian pembahasan tersebut didasarkan atas berbagai pertimbangan, antara lain. sejak awal Fraksi PAN telah memberikan catatan khusus terhadap RUU HIP tersebut, terutama terkait dengan tidak dimasukkannya TAP MPRS/XXV/1966 sebagai konsideran.
Fraksi PAN ketika itu menginginkan agar TAP MPRS tersebut dijadikan sebagai konsideren. Bahkan Fraksi PAN dengan tegas menyatakan akan menarik diri dari pembahasan jika catatan khusus itu tidak diindahkan. Tidak masuknya TAP MPRS tersebut dinilai sebagai sesuatu yang sangat sensitif yang bisa menimbulkan polemik, perdebatan, dan bahkan penolakan dari publik.
Fraksi PAN DPR RI, ungkap anggota Komisi IX DPR RI tersebut, juga telah mendengar dan mengkaji secara mendalam pendapat dan aspirasi yang disampaikan masyarakat terkait RUU HIP itu. Dari kajian yang dilakukan, Fraksi PAN berkesimpulan, melanjutkan pembahasan RUU tersebut akan lebih banyak mendatangkan mudarat dibandingkan manfaat.Apalagi saat ini, sudah banyak ormas dan tokoh masyarakat yang dengan terang dan terbuka menyatakan penolakan.
Dikatakan, Fraksi PAN juga menghargai keputusan pemerintah yang menyatakan agar pembahasan RUU HIP tersebut ditunda dan seluruh potensi yang ada difokuskan untuk menangani pandemi virus Corona (Covid-19).
Dalam pandangan Fraksi PAN, keputusan pemerintah yang meminta DPR RI menunda pembahasan RUU HIP merupakan penolakan halus untuk terlibat di dalam pembahasan. Jika pemerintah tidak terlibat, tentu RUU HIP itu otomatis tidak bisa dilanjutkan. Sebab, kelahiran suatu UU haruslah didasarkan atas persetujuan bersama antara pemerintah dan DPR.
Lebih jauh dikatakan legislator Dapil II Provinsi Sumatera Utara tersebut, Fraksi PAN menegaskan, Pancasila yang rumusannya tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah ideologi final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia.
Pancasila telah terbukti mampu mempersatukan seluruh komponen bangsa. Karena itu, penafsiran terhadap Pancasila dalam bentuk UU sudah tidak diperlukan lagi. Upaya mensosialisasikan dan memasyarakatkan Pancasila telah banyak dilakukan MPR RI dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
“Upaya-upaya tersebut perlu semakin ditingkatkan dengan melibatkan banyak komponen masyarakat lain, termasuk perguruan tinggi, sekolah, ormas, OKP, organisasi profesi, dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Demikian pernyataan sikap Fraksi PAN DPR RI, kata Dr Saleh Partaonan Daulay. (akhir)