SURABAYA, Beritalima.com | Seperti diketahui sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan belum ada perubahan kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah di luar wilayah berstatus zona merah risiko covid-19. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah, Jumeri, pada awak media 22/6 kemarin, bahwa kebijakan PTM masih mengacu pada SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, dimana sekolah diwajibkan wajib memberikan opsi PTM terbatas maupun pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan orang tua tetap memiliki hak untuk menentukan anaknya untuk PTM terbatas maupun PJJ.
Tidak mengabaikan pandemi Covid 19, Jumeri menegaskan pengecualian pada wilayah yang menerapkan PPKM. “Satuan pendidikan yang berada pada daerah yang tidak menerapkan PPKM mikro zona merah tetap menyelenggarakan PTM terbatas sesuai SKB 4 Menteri,” tutur Jumeri.
Statement tersebut menguatkan keinginan Mendikbud Nadiem Makarim agar sekolah tatap muka terbatas dilangsungkan untuk mengantisipasi lost generation. Meski dinilai sikap tersebut adalah bentuk sikap yang menyuarakan pentingnya pendidikan, namun pro kontra terkait Pembelajaran Tatap Muka (PTM) tetap terjadi saat ini. Diantara yang pro terhadap PTM terbatas adalah aktivis sosial, ning Lia Istifhama, yang seringkali menyuarakan pentingnya perhatian pada pembentukan aspek kognitif anak-anak usia PAUD, TK, SD, dan SMP.
“Konsep PTM terbatas Kemendikbud sudah sangat bijak, karena memperhatikan kondisi Covid 19 di wilayah tertentu. Jadi ini bisa direlevansikan dengan otonomi daerah. Dimana dalam hal ini, tidak semua daerah positivity rate-nya sama. Bahkan kalau bicara detail, PPKM Mikro yang berlaku sejak Februari 2021 di beberapa wilayah, tentunya bisa menemukan data yang detail dan komprehensif. RT RW mana yang mengalami lonjakan, mana yang menurun hingga menjadi zona hijau, dan sebagainya. Jadi memang setiap wilayah tidak bisa disamaratakan.”
“Intinya, saya kira kebijakan Kemendikbud yang memberikan ruang bagi orang tua untuk memilih opsi PTM terbatas atau PJJ dengan tetap melihat situasi positivity rate serta prokes ketat, adalah bentuk kepedulian pada pendidikan. Hal ini sesuai dengan spirit hak asasi manusia untuk memperoleh pendidikan. Tentunya, waktu yang digunakan untuk PTM terbatas bisa dianalogikan dengan kuantitas waktu keluarga yang mana anak-anak bisa diajak orang tuanya belanja ke mall, rekreasi ke tempat wisata, dan aktivitas lainnya yang dilakukan di luar rumah.”
Lebih lanjut, ning Lia ingin publik menelaah secara holistik maksud baik dari Kemendikbud. Perempuan yang meraih penghargaan sebagai Tokoh Millenial Peduli Covid 19 versi ARCI 2020 lalu akibat rutinitasnya memberikan edukasi mengenakan masker sekaligus memberikan masker gratis, menilai bahwa opsi Kemendikbud terkait PTM terbatas tidak patut dipersalahkan. Ning Lia menjelaskan bahwa sikap Kemendikbud menunjukkan bahwa negara telah hadir untuk memberikan alternatif dan solusi yang terbaik bagi publik tanpa turut mengintervensi.
Tak lupa, ning Lia mengutip UUD 1945 pasal 28C ayat (1) yang berbunyi: Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pemerintah menyediakan fasilitas dan memberikan kesempatan kepada seluruh warga negaranya tanpa terkecuali untuk memperoleh pendidikan sebagai wujud penegakan Hak Asasi Manusia.
“Kalau negara telah hadir sebagai bentuk kepedulian pendidikan generasi penerus bangsa, kenapa tidak kita terima dengan hati terbuka? Alangkah pentingnya jika kita mencoba menelaah apapun secara utuh sebelum bersikap kontradiktif, apalagi mengenai pembangunan karakter sosial dan moral anak-anak,” pungkasnya. (red)