Oleh: Anhar Nasution SE (Ketua Umum FAKTA)
SETELAH beberapa minggu Surat kami (LSM FAKTA) layangkan kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang tepatnya 14 Januari lalu yang isinya mengadukan keluhan masyarakat terhadap sebidang tanah yang sudah dipagari seng secara permanen. Di atas lahan yang sudah lama mereka kuasai itu, ada kegiatan kegiatan bercocok tanam secara rutin yang dilakukan .
Belakangan diketahui ada terbit dua (2) sertifikat terhadap tanah itu. Pada satu sertifikat, terdapat tujuh (7) orang pemegang Hak yang setelah dilaporkan dan diusut aparat Polres setempat ternyata hanya dua (2) orang yang diketemukan manusianya. Itupun data di Kartu Tanda Penduduk (KTP) tidak sama, sedangkan lima (5) orang lainnya tidak jelas wujud serta keberadaan mereka.
Aparat kepolisian setempat sudah melakukan pemanggilan terhadap tujuh (7) orang pemegang hak diatas sertifikat itu. Bahkan pemanggilan sudah dua kali dilakukan. Namun, tak satu juga dari mereka yang dipanggil itu memenuhi panggilan alias tampak batang hidung mereka.
Pada sisi lain, Kantor BPN Kota Palembang sebelumnya sudah melakukan gelar perkara. Namun, ada yang janggal dan aneh dimana kedua sertifikat tersebut alas Hak Terbit adalah Foto copi surat Keterangan Hilang Akte Jual Beli. Keanehan tak sampai disitu saja. Setelah diteliti ternyata nomor girik yang menjadi alas hak terbit sertifikat tersebut berbeda letak. Bahkan setelah dilakukan pengukuran ulang, kenyataannya yang mengaku pemilik sertifikat tidak mengetahui batas-batas dan letak dari tanah yang mereka klaim tersebut.
Saat ditanyakan kepada Pejabat Rukun Tetangga Rukun Warga (RT/RW) dan Pejabat Kecamatan, sama sekali mereka tak mengenal dan tak punya arsip domisili di daerah itu. Sayang, pejabat BPN terdahulu tidak berani mengabulkan permohonan ahli waris untuk menetapkan pembatalan terhadap dua sertifikat yang sudah jelas-jelas cacat hukum administrasi.
Pejabat itu malah menyarankan kedua pihak damai. Namun, saran itu ditolak pemilik sertifikat yang diduga kuat palsu. Bahkan pemilik sertifikat yang didukung pengacara dari Jakarta menyandang titel Profesor merasa besar kepala untuk menyarankan ke pengadilan saja. Kami merasa ada yang aneh. Sepertinya pengacara yang bergelar Profesor ini diduga kuat ada hubungan baik dengan aparat Setingkat Kepala Seksi (Kasi) atau staf menengah. Dan, hal ini biasa dilakukan seorang aktor mafia tanah.
Pengamatan kami dari FAKTA, yang jadi sasaran dan bujuk rayu serta janji-janji ‘uang receh’ adalah pejabat yang baru menikmati nikmatnya menjadi orang BPN. Dari sinilah berawal sengkarut mafia pertanahan di kantor BPN tersebut. Jika aktor mafia tanah itu sudah mampu menguasai seorang staf setingkat Kasi, selanjutnya akan mudah buat mereka memainkan perannya sebagai mafia tanah. Dan, dari moral yang terbentuk kemudian menjadi bobroklah kepemimpinan di BPN tersebut. Kemana saja aparat yang begitu ditempatkan, dia akan ‘memainkan’ pelajaran yang didapat dari mafia tanah tersebut.
Alhamdulillah Pimpinan Kementrian ATR/BPN RI dengan jajarannya sangat serius menindak lanjuti Perintah Presiden untuk secepatnya menuntaskan kasus-kasus sengketa pertanahan sekaligus membrantas mafia. Dukungan yang luar biasa itulah kemudian kami melayangkan surat kepada Kepala Kantor BPN Kota Palembang, Bapak Cecep Prayoga SE.
Surat itu kami tembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Sumsel, Menteri ATR/BPN Up Dirjen Sengketa melalui Dirjen Hukum Bapak Suyus dan Kapolri serta kantor Wakil Presiden RI yang telah membentuk Bidang Khusus Penyelesaian Kasus Kasus Pertanahan. Sekali lagi, kami sangat mengapresiasi terutama Bapak Dirjen Hukum yang menjembatani ke Dirjen Sengketa selanjutnya permasaalahan kasus yang kami mohonkan itu masuk dalam skala prioritas penyelesaian dengan target memberantas mafia tanah.
Sebagai catatan, ketika kami menjabat Pimpinan Panitia Kerja (Panja) Pertanahan Komisi II DPR RI 2004-2009, baru kali inilah upaya-upaya penyelesaian laporan masyarakat relatif sangat cepat direspon aparat di Kementerian ATR/BPN yang menjadi tumpuan masyarakat atas kepemilikan hak dasar mereka yakni kepastian hukum atas hak tanah mereka.
Berulangkali Presiden Jokowi bicara ngotot agar urusan hak masyarakat akan tanah mereka harus menjadi prioritas utama, semoga saja respon cepat dan perhatian serius dari aparat BPN Khususnya seperti yang dilakukan Kepala Kantor BPN Kota Palembang ini bisa menjadi contoh dan model bagi aparat BPN lainnya di seluruh Indonesia sehingga Presiden Jokowi tidak harus marah-marah dan kecewa atas kinerja BPN, malah sebaliknya menjadi bangga dan menjadi amal kebaikan bagi aparat BPN dan Presiden khususnya yang membuat rakyat senang.
Penulis Pimpinan Panja Pertanahan Komisi II DPR RI 2004-2009