Jakarta | beritalima.com – Sampah liar ini menjadi prasarat pada saat Kabupaten Kota sedang mengalami penilaian kebersihan penanganan sampahnya. Lanjutnya, sepanjang masih ada TPS liar, maka kepada Kabupaten/Kota tersebut dipastikan tidak akan pernah menerima penghargaannya di Adipura.
Demikian hal itu ditegaskan Dr. Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup yang juga selaku Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) usai peresmian Waste Crisis Center, Gedunh A Lantai 6, Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, pada Kamis (31/7/2025).
“Ini untuk memicu kita semua menangani secara langsung, tentu Kabupaten/Kota punya kewenangan yang lebih besar lagi dengan melakukan koordinasi sinkronisasi dengan aparat samping,” ujarnya.
Menurut Menteri, semua kewenangan telah diberikan undang undang kepada Pemerintah Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, sehingga tugas Kementerian Lingkungan Hidup mengingatkan dan melakukan pengujian dan melakukan penilaian.
“Saya rasa semua kewenangan telah diberikan undang-undang kepada beliau-beliau, sehingga tugas kami mengingatkan beliau melakukan pengujian, melakukan penilaian,” terangnya.
Lebih lanjut ditegaskan Menteri Hanif Faisol Nurofiq, pada saat kemudian mereka tidak menangani dengan serius TPS-TPS yang kucing-kucingan tadi, dipastikan bahwa Kabupaten/Kota tersebut sepertinya belum layak mendapatkan Adipura untuk tahun 2025 ini.
Sebelumnya saat doorstop kepada awak media di depan backdrop Waste Crisis Center menyampaikan secara sistematis sesuai dengan kapasitas media untuk bisa disampaikan ke khalayak. Namun salah hal yang mendasar bahwa sampai hari ini banyak persoalan sampah di lapangan, susah dijelaskan satu per satu (one by one).
Dari 514 Kabupaten/Kota seluruh Indonesia sangat beragam dan kompleksitas dalam penanganan sampahnya. Tidak semua metodologi, tidak semua teknologi bisa digunakan rata di seluruh tanah air.
“Mestinya ada satu wadah untuk diskusi, kemana teman-teman masyarakat Indonesia menanyakan bagaimana sampah itu harus selesai. Mulai dari kalangan birokrasi atau pemerintahnya sendiri. Saya belum yakin dan percaya birokrasi faham bagaimana sampah itu harus diselesaikan,” ujarnya kepada temen teman media.
Lebih jauh diresmikannya ruang Waste Crisis Center untuk para ekapert sama sama menangani sampahnya diperlukan ruang untuk mendesimulasikan upaya upaya penanganan masalah sampah.
“Akademisi memiliki ruang yang cukup untuk mengimplementasikan expertise, sepertinya diperlukan ruangan semacam ini. Dengan demikian apa yang digodok oleh pentahelix yang kemudian diblow up,” pungkasnya.
Jurnalis : Dedy Mulyadi

