Trenggalek, beritalima. com
Budaya ritual tahunan Larung Sembonyo menjadi atensi khusus dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Trenggalek. Samsul Anam, Ketua DPRD Trenggalek memberikan apresiasi kepada para seniman labuh larung sembonyo yang sampai saat ini terus dilestarikan di Pantai Prigi. Para nelayan dan masyarakat di Pesisir Pantai Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek melakukan upacara Larung Sembonyo tersebut sebagai wujud rasa syukur atas rejeki dan keselamatan yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada para nelayan. Masyarakat pesisir Pantai Prigi mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan, dan tradisi Larung Sembonyo ini merupakan salah satu bentuk syukur serta menghormati leluhurnya. Prosesi upacara yaitu diawali dengan mengarak gunungan tumpeng hasil bumi dan hasil laut, serta sesaji pelengkap lainnya yang kemudian melarungnya ke tengah laut lepas.
Dari mulut-kemulut, menurut mitos kepercayaan masyarakat nelayan Prigi jika upacara Larung Sembonyo ini tidak dilakukan maka masyarakat akan ditimpa masalah dan bahkan bencana. Seperti tangkapan ikan yang sedikit, kegagalan panen, wabah penyakit, tenggelamnya kapal nelayan ataupun gangguan alam lainnya. Berdasar sejarah kepercayaan disekitar, Sembonyo sebenarnya merupakan nama mempelai dari Tuhan yang diwujudkan sebagai boneka kecil berbahan dari tepung beras ketan dan dikemas seperti layaknya mempelai laki-laki dan perempuan yang sedang disandingkan.
“Karena filosofi Sembonyo ini digunakan untuk mempelai, maka perlengkapan upacara adat juga dilengkapi dengan asahan atau sesaji dan perlengkapan lain seperti upacara tradisional Jawa. Labuh larung sembonyo ini juga bisa menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Kabupaten Trenggalek. Sembari mengenal tradisi budaya, juga untuk menambah variasi potensi wisata yang ada di Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek, ”ungkap Ketua DPRD Kabupaten Trenggalek, Samsul Anam saat dihubungi beritalima.com terkait gelaran Larung Sembonyo, Minggu (29/7).
Lebih lanjut, Samsul mengatakan bahwa tradisi yang sampai saat ini masih ada dan dilestarikan secara turun temurun oleh masyarakat Prigi itu harus selalu dijaga. Prosesi larung yang dulu selalu digelar pada Senin Kliwon, karena perkembangan jaman dan pertimbangan guna mengakomodir ramainya wisatawan maka sekarang diganti pada hari Minggu Kliwon.
Dipilihnya hari Minggu, sebenarnya lebih kepada pemikiran jika pada hari Minggu masyarakat maupun wisatawan akan bisa menyaksikan dan mengikuti tradisi Larung Sembonyo ini.
“Diharapkan dengan adanya tradisi Larung Sembonyo ini, warga masyarakat khususnya di Pesisir Pantai Prigi mendapatkan rejeki yang melimpah dan dijauhkan dari malapetaka, selain memang akan ada penambahan peningkatan pertumbuhan ekonomi dilingkungan wisata,” imbuh Samsul Anam. Diharapkan, kedepan Pemerintah Daerah akan ikut mengelola potensi wisata budaya ini agar lebih termenejemen dengan baik. “Pemkab harus memanfaatkan peluang ini, agar upacara adat Larung Sembonyo (Sesaji) terus dilestarikan menjadi salah satu khasanah kekayaan potensi wisata budaya asli Trenggalek. Dimenejemen dan dikemas yang baik, dengan begitu tidak hanya masyarakat lokal yang dapat menyaksikan tradisi nenek moyang ini namun wisatawan luar daerah bahkan internasional juga bisa ikut menikmati brand cultur Trenggalek ini,” pungkas Politisi PKB tersebut. Heru Gondrong