SAMPANG, Beritalima.com | Ratusan santri dari Himpunan Alumni Santri dan Simpatisan Pondok Pesantren Miftahul Ulum Lepelle (HIASAN-MU), Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, Madura, menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan The Trans Icon Mall, Surabaya.
Aksi tersebut menjadi bentuk protes keras terhadap program Xpose Uncensored yang tayang di Trans7, lantaran dinilai melecehkan martabat ulama dan lembaga pesantren di Indonesia. Para peserta aksi menuntut tanggung jawab langsung dari pemilik Trans Media dan CT Corp, Chairul Tanjung (CT), yang dianggap harus turun tangan menyelesaikan persoalan ini.
Dalam tayangan yang dipersoalkan, santri menilai terdapat narasi yang secara tidak pantas menyinggung sejumlah ulama, termasuk KH Anwar Manshur (Pengasuh Ponpes Lirboyo, Kediri) serta KH Ali Mustakim (Pengasuh Ponpes Miftahul Ulum Lepelle, Sampang).
Koordinator aksi, Mat Jusi, menyebut bahwa tayangan tersebut tidak hanya mencoreng nama baik pesantren tertentu, tetapi juga telah melukai perasaan para santri di seluruh Indonesia.
“Ini bukan sekadar kritik, tapi pelecehan terhadap lembaga pendidikan Islam. Kami menuntut permintaan maaf resmi dari Chairul Tanjung dan seluruh jajaran Trans7,” tegas Mat Jusi saat berorasi di depan gerbang The Trans Icon Mall.
Ia juga menegaskan bahwa permintaan maaf yang sebelumnya disampaikan pihak Trans7 belum cukup karena tidak menyentuh substansi dan tidak disampaikan oleh pimpinan tertinggi perusahaan.
“Mereka hanya bersembunyi di balik nama rumah produksi. Padahal tanggung jawab tetap di pundak Trans7 dan CT sebagai pemilik. Media sebesar itu tidak bisa pura-pura tidak tahu,” ujarnya dengan suara lantang.
Dalam aksinya, para santri juga memukul beduk simbolik sebagai tanda peringatan moral terhadap media yang dinilai telah kebablasan. Mereka mengaku kecewa karena tayangan tersebut menampilkan potongan video yang memperlihatkan pengasuh pondok mereka tanpa izin dan konteks yang jelas.
“Video guru kami digunakan seolah menjadi bagian dari narasi yang menyesatkan publik. Ini bentuk ketidakadilan dan penghinaan terhadap pesantren,” tambahnya.
Selain menuntut permintaan maaf terbuka, HIASAN-MU juga menyampaikan lima tuntutan resmi yang mereka serahkan kepada pihak Trans7, antara lain:
1. Permintaan maaf resmi dan terbuka dari Chairul Tanjung, pihak Trans7, dan tim Xpose Uncensored kepada KH Ali Mustakim, para santri, serta seluruh pesantren di Indonesia, baik melalui siaran nasional maupun kunjungan langsung (sowan) ke para kiai yang disebut.
2. Klarifikasi publik mengenai proses produksi Xpose Uncensored, termasuk sumber narasi dan data yang digunakan.
3. Pemberian sanksi internal kepada kru produksi dan redaksi yang terlibat.
4. Desakan kepada KPI agar menjatuhkan sanksi tegas kepada Trans7 atas pelanggaran kode etik penyiaran.
5. Batas waktu 3 x 24 jam, jika tuntutan tidak dipenuhi, HIASAN-MU akan menggelar aksi lanjutan, menempuh jalur hukum, dan menyerukan boikot terhadap seluruh jaringan TransCorp.
Mat Jusi menegaskan, aksi ini tidak digerakkan oleh kepentingan politik apa pun, melainkan lahir dari kekecewaan dan keresahan moral para santri.
“Kami bukan massa bayaran. Ini suara hati para santri yang marah karena ulama mereka dilecehkan. Kalau CT tidak meminta maaf, kami akan serukan boikot terhadap semua bisnis miliknya,” ujarnya.
Meski berlangsung dengan penuh semangat, aksi tersebut berjalan tertib dan damai. Para santri menutup aksinya dengan doa bersama dan pembacaan shalawat, menandai perjuangan mereka untuk menegakkan kehormatan pesantren dan marwah para kiai. (FA)

