TANGERANG SELATAN, beritalima.com | Politik dinasti tidak saja lumrah di Indonesia. Praktik yang sama pun umum ditemukan di negara-negara maju.
Melihat realitas politik yang terjadi, seharusnya perdebatan tidak lagi berkutat pada dinasti politik atau mempersoalkan keturunan siapa yang sedang mencalonkan diri dalam sebuah kompetisi politik.
Demikian pandangan Calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, saat berbicara dalam diskusi virtual bertajuk “Politik Dinasti untuk Siapa?” yang digelar DPD Vox Point Indonesia Banten, pada Rabu (19/8/2020). Saraswati berpasangan dengan Haji Muhamad sebagai calon Wali Kota Tangerang Selatan.
“Saya bisa memberikan perspektif yang sangat subjektif. Pertama, tentang bagaimana politik dinasti ini bukan hal baru. Di negara-negara lain ini sudah mendarah daging bukan hal asing lagi. Dari mulai keluarga Kennedy, lalu Hillary Clinton di Amerika, yang populer di kalangan milenial itu Justin Trudeau (Kanada), lalu ada Shinzo Abe di Jepang,” ungkap Saraswati menyebut sejumlah nama pemimpin dunia yang berasal dari dinasti politik.
Dalam konteks Pilkada Serentak 2020 yang akan datang, menurutnya lebih penting bagi rakyat untuk menyelidiki dengan teliti rekam jejak si kandidat dan menilai apa motivasinya mencalonkan diri menjadi pemimpin.
“Mohon dilihat dari calon yang diajukan, rekam jejaknya seperti apa? Terus mereka ini maju motifnya apa?” tegas keponakan dari Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, ini.
Dia akui Pilkada Tangsel ini menarik perhatian publik karena ketiga paslon sama-sama ada unsur dinasti politiknya. Namun, hal itu bukan alasan untuk langsung memvonis bahwa semua calon yang berkompetisi tidak berkualitas, atau bahkan menjadi alasan untuk memilih “golput”.
Menurut dia, yang harus dibangkitkan adalah kemampuan masyarakat untuk berpikir kritis dan memilah mana calon yang punya rekam jejak baik dan mana yang tidak.
Bicara soal awal mula ia terjun ke politik, Saraswati mengaku bahwa jauh sebelumnya ia tidak ada bercita-cita menjadi politikus. Saraswati mengaku mendapatkan “panggilan” dari Tuhan untuk terjun ke dalam pengabdian masyarakat di dunia politik pada 2013, setahun sebelum ia dilantik menjadi Anggota DPR RI periode 2014-2019.
Keputusannya masuk ke politik adalah murni berdasar pengalaman spiritual serta nilai-nilai kebaikan yang ditanamkan kepada dirinya sejak masih kecil.
“Tidak lupa akan Indonesia adalah nilai-nilai yang tertanam dari sejak saya masih kecil dan nilai sosial itu pun saya dapatkan dari ibu saya. Pada 2009 saya mengabdi, terpanggil menjadi aktivis anti perdagangan orang. Saya juga punya yayasan pribadi pada 2012 yang fokus pada anti-perdagangan orang. Justru karena itu saya masuk ke politik,” jelasnya.
Mengutip tokoh fiksi buatan Marvel, Spiderman, Saraswati meyakini bahwa “dengan kekuatan yang besar maka harus ada tanggung jawab yang besar”. Nilai-nilai kebaikan dari mendiang kakeknya, Soemitro Djojohadikusumo, yang merupakan begawan pejuang, turut memotivasi Saraswati untuk mengabdi kepada masyarakat.
“Biarlah masyarakat menilai program dan visi misi calon dan melihat ke belakang apakah ini baru pertama kalinya muncul atau sudah dari dulu mulai mengabdi kepada negara,” ajak Saraswati.
Dia tegaskan, jalan hidupnya sebagai pejuang politik bertujuan untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat luas.
“Karena kita melihat politik ini sebagai alat untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, bukan mencari jabatan, apalagi cari duit. Mohon maaf bapak dan ibu, kalau mau cari duit jadi pengusaha saja,” tegasnya.