Oleh:
Rudi S Kamri
Entah karena selama akhir pekan kemarin saya mendapati ribuan baliho besar dan mencolok “Kepak Sayap Kebhinekaan Puan Maharani” di setiap kilometer perjalanan saya dalam rangka”Tour de Central Java” atau terngiang-ngiang dengan wajah tampan Mas Bambang Pacul, tadi malam sepulang ke Jakarta saya bermimpi tentang partai favorit saya PDIP..
Mimpi saya buruk. Dalam mimpi saya tahun 2024 perolehan suara PDIP melorot anjilok terburuk sepanjang PDIP berdiri. Padahal sebelumnya PDIP adalah berturut-turut “the ruling party’ alias partai penguasa atau juara. Apa pasal sehingga PDIP tidak lagi menjadi pilihan masyarakat ? Dalam mimpi saya digambarkan, karena masyarakat “eneg” melihat elite partai kebanyakan pesta “teh botol” sehingga mabuk sampai muntah-muntah.
Masyarakat merasa partai ‘wong cilik’ mulai durhaka sama rakyat. Para elite terlihat mulai “nggege mongso” atau keburu nafsu sebelum waktunya memaksakan kehendak tanpa berpijak pada realita. Dogma memaksakan minum Teh Botol apapun makanannya dilihat masyarakat sudah tidak berpijak pada kehendak rakyat. Lha wong sekarang rakyat sehabis makan lebih banyak minim air putih atau teh ‘wasgitel’ (wangi, panas, sepet, legi dan kentel) kok dipaksakan minum Teh Botol, opo tumon?
Dengan memaksakan kader PDIP dan juga rakyat minum Teh Botol dan memaksakan memasang baliho Teh Botol sebagai simbol kebhinekaan, Bambang Pacul seolah mendorong partai ke arah berlawanan dengan kehendak rakyat. Bambang Pacul mungkin sudah lupa rakyat ini pemegang saham terbesar partai bukan para elite atau pengurusnya. Lagi pula tidak semua pengurus PDIP yang sudah sepuh-sepuh apa ya masih ‘kerso’ minum Teh Botol sih ? Apa iya Ibu Megawati Soekarnoputri yang sekarang sudah berusia 74 tahun juga suka minum Teh Botol ? Saya tidak yakin.
Tapi ini hanya mimpi saya. Tapi setelah saya renungkan bukan tidak mungkin akan terjadi kalau indoktrinasi ala Teh Botol ini dipaksakan oleh elite partai. Hal ini akan jadi “sandyakalaning” (saat-saat akhir) dari kejayaan PDIP.
Saran saya sebelum “kebacut” atau kebablasan, Ibu Megawati Soekarnoputri harus menasehati Mas Bambang Pacul. Jangan memaksakan kehendak. Misi utama partai politik siapapun dia pasti ujung-ujungnya adalah kekuasaan. Kalau cara dan strateginya salah, mereka akan akan bergerak ke arah sebaliknya untuk mendapatkan kekuasaan.
Selayaknya Mas Bambang Pacul sebagai Ketua Bapilu PDIP menggerakkan potensi pengurus partai di setiap ranting, cabang dan daerah untuk menanyakan kepada rakyat ‘wong cilik’, kesukaan rakyat sekarang ini minum Teh Botol atau air putih atau teh wasgitel. Elite partai saat ini harusnya nyadar bahwa sudah ‘gak njaman’ memaksakan kehendak secara “top down”. Rakyat itu perlu “diwongke” atau diorangkan atau dihargai keberadaannya. Bukan dikesampingkan.
Eh ada yang ketinggalan. Dalam mimpi saya ada “Satrio Piningit” yang akhirnya bisa menyelamatkan partai berlambang banteng bermoncong putih ini. Yaitu dua orang pria kurus yang berasal dari “punjering” (pusat) tanah Jawa. Yang satu membawa peralatan kayu berbaju putih dan yang satu “ngontel” (mengayuh) sepeda berambut putih. Entah siapa mereka……
Untuk mendapatkan jawaban, saya berharap bisa bermimpi lagi nanti malam….
Salam SATU Indonesia
21062021