JOGKARTA, beritalima.com- Nama Pantai Parangkusumo di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Jogjakarta, sudah tak asing lagi bagi kalangan pencari pesugihan dan kaum spritualis di Jawa Tengah, Jawa Timur, apalagi Jogjakarta. Bahkan gaungnya hingga luar pulau Jawa.
Tak terhitung jumlah pencari pesugihan yang datang ke tempat itu. Sedangkan kaum spiritualis yang datang ke pantai itu, bermadsud Muhung Mahase Asepi Nyenyuwun Marang Kang Akarya Jagad (menyepi minta petunjuk kepada Tuhan YME). Apalagi jika malam Jumat Kliwon dan malam Selasa Kliwon. Lapangan di utara pantai, tak mampu menampung jumlah kendaraan pengunjung yang datang dengan berbagai keperluan.
Menurut pimpinan Padepokan Songgo Buwono, Bunda Lia H Putri, di sepanjang pantai yang membujur dari timur ke barat mulai Pantai Parang Ndog, Pantai Parangtritis, Pantai Parangkusumo, hingga Pantai Kalimati, memang sering digunakan untuk melakukan ritual mencari pesugihan.
“Pantai Parang Ndog, disitu ada pesugihan Buto Ijo. Kalau di utara pantai (daratan), ada tempat pesugihan Sendang Pepe, tempat mengadopsi Tuyul,” terang Bunda lia, yang tinggal di Jalan Raya Parangtritis, Bantul, Jogjakarta, mengawali bincang bincangnya dengan beritalima, Senin 12 Agustus 2019, malam.
Menurutnya, jika di Pantai Parang Kusumo, biasanya orang mencari pelarisan hingga masalah jabatan. Sedangkan di Pantai Kali Mati yang berada di barat Pantai Parangkusumo, biasanya orang yang mencari pesugihan di pantai tersebut, melakukan ritual Pocong.
“Semua tempat itu, ada juru kuncinya masing masing. Tapi ada juga yang membawa sendiri ‘orang pintar’. Tapi tetap harus dipandu oleh juru kunci,” tutur pemilih Rumah Makan Pondok Citra, di Jalan Raya Parangtritis, Bantul, ini.
Namun lanjutnya, sebelum melakukan ritual sesuai tujuan, harus terlebih dulu melakukan ritual di Watu Gilang yang berada di utara Pantai Pantai Kusumo, yang dipercaya sebagai tempat pertemuan Rata Mataram pertama, Panembahan Senopati, dengan penguasa Pantai Selatan, Kanjeng Ratu Kidul dan sebagai pintu masuk Keraton Segoro Kidul (laut selatan).
“Kalau ritual di Watu Gilang, apapun tujuannya, itu syarat mutlak. Semua harus diawali dari Watu Gilang,” tandas spiritualis yang namanya sudah tak asing lagi di Jogjakarta.
Ketika dikonfirmasi lebih lanjut apakah jika melakukan ritual pesugihan ditempat tempat itu bisa benar benar mendapat harta?
Menurutnya, semua tinggal tergantung perjanjian dan ubo rambe (sesaji) serta kemampuan spiritualis yang mendampingi, termasuk juru kunci.
“Begini ya, Mas. Misalnya anda sukanya makan nasi goreng. Tapi diberi pecel. Kira kira bagaimana? Ini masalah sesaji. Kemudian, ibarat pepatah, tidak ada makan siang yang gratis. Semua Jer Basuki Mawa Bea,” jawabnya dengan implisit.
Bahkan ketika ditanya apapakah ia mau mendampingi pencari pesugihan, perempuan yang tampak awet muda dan cantik ini, hanya tersenyum, namun penuh makna.
“Kowe po sing ditumalne (Apa kamu yang dijadikan tumbal),” pungkasnya, bergurau. (Dibyo).