Oleh : Joko Arie Santosa SE, MM
Pada tanggal 1 April 2013 masa jabatan Prof Mahfud MD sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia berakhir. Lengkaplah sudah amanah jabatan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif (Trias Politica) telah ditunaikan dengan selamat dan sukses oleh negarawan asal Madura ini. Bisa dikatakan Prof Mahfud MD yang selanjutnya kita singkat MMD merupakan Bapak Trias Politica Indonesia.
Setelah purna tugas sebagai Hakim Konstitusi, MMD kembali kehabitatnya sebagai Dosen.
Sebagai pejabat negara, dosen, tokoh ormas dan berbagai kapasitas lainnya, tentu saja banyak orang yang mendukung semua pemikiran, ucapan, sikap dan kebijakan MMD. Para pendukung pemikiran, ucapan, sikap dan kebijakan MMD ini selanjutnya kita sebut sebagai pendukung MMD. Kyai Sanusi Muhtar Fadhilah Jember menyebut para pendukung MMD sebagai Muhibbin Mahfud MD.
Para tokoh publik yang selama ini mendukung visi MMD kemudian berkumpul membentuk Yayasan Satu Tiga Lima. Nama Yayasan Satu Tiga Lima diambil dari Hari Ulang Tahun MMD, 13 Mei. Yayasan Satu Tiga Lima ini kemudian melahirkan MMD Initiative, sebuah wadah ilmiah yang ditujukan untuk mewujudkan cita-cita para pendiri Yayasan Satu Tiga Lima, yaitu tegaknya demokrasi dan keadilan di Indonesia.
Sebulan sebelum MMD purna tugas dari jabatan Ketua MK, dalam sebuah pertemuan semi ilmiah di Denpasar muncul gagasan untuk memberi kado purna bakti sekaligus kado Ulang Tahun yang ke-56 kepada MMD berupa sebuah buku yang berisi pandangan para sahabat terhadap MMD. Disepakati judul buku tersebut adalah Sahabat Bicara Mahfud MD, penyunting buku adalah Buku Saldi Isra dan Edy Suandi Hamid. Buku tersebut berisi 65 buah tulisan para Sahabat Mahfud tentang Mahfud. Jumlah 65 buah tulisan tersebut dimaksudkan untuk merayakan ulang tahun MMD yang ke-65, pada tanggal 13 Mei 2013.
Tim Penyusun buku terdiri dari Masduki Baidlowi (kini Stafsus Wapres RI), Asmai Ishak (UII), Rizal Mustary (Kini Stafsus Menkopolhukam RI), Aries Margono (Kini Stafsus Menkopolhukam RI), Mabroer Masmuh, Imam Marsudi (Kini Stafsus Menkopolhukam RI), Wahyuningrat dan Fatkhu Yasik.
Diantara Sahabat Mahfud yang menulis buku tersebut adalah HM Jusuf Kalla, KH A Hasyim Muzadi, Luhut Binsar Panjaitan (Kini Menko Kemaritiman dan Investasi RI) , Muhadjir Effendy (Kini Menko PMK RI), Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid (Isteri Gusdur), Sri Sultan Hamengkubuwono X, Akbar Tanjung, Abuya Ahmad Syafii Maarif, Bambang Widjojanto, Chairul Tanjung, Dahlan Iskan, Eddy O.S. Hiariej (Kini WamenkumHAM RI), Hary Tanoesoedibjo, Feri Amsari, Ikrar Nusa Bhakti, Jakob Oetama, Johni Lumintang, Karni Ilyas, D Zawawi Imron, M Ryaas Rasyid, Rosianna Silalahi, R Siti Zuhro, Sujiwo Tejo, Sukardi Rinakit, Todung Mulya Lubis dll.
Berikut cuplikan ungkapan penting yang disampaikan oleh beberapa penulis :
1. HM Jusuf Kalla :
“Dengan pengalaman yang luas itu, baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif, Mahfud diharapkan mengabdi ke tahap yang lebih tinggi lagi”.
2. KH A Hasyim Muzadi :
Mahfud MD bukan sekedar ahli hukum namun pejuang hukum. Indonesia ke depan butuh pejuang hukum. Oleh sebab itu peluang pilpres ke depan harus dimaknai Mahfud MD sebagai medan baru untuk melakukan perjuangan hukum berikutnya. Kesediaan ia ikut serta dalam bursa calon presiden akan mampu membangun optimisme masyarakat tentang masa depan Indonesia yang lebih baik.
3. Luhut Binsar Panjaitan :
“Banyak sekali yang bisa ia sumbangkan kepada bangsa dan negara. Ia amat mencintai Indonesia, sehingga menurut saya pantas dan patut juga menjadi Presiden RI. Kalau tidak terpilih menjadi RI-1, maka banyak medan pengabdian lain yang menanti beliau”.
4. Muhadjir Effendy :
Mahfud MD laksana tokoh Bala Dewa dalam kisah Barata Yudha, yaitu pemberani, lugas dan apa adanya.
5. Bambang Widjojanto :
“Berdasarkan analisis lima fenomena kepemimpinan, Mahfud MD sama dengan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz”
6. Abuya Ahmad Syafii Maarif :
“Bung Mahfud adalah jelmaan dua sub-kultur santri, yaitu santri Madura yang sangat NU dan santri Yogyakarta yang cenderung Muhammadiyah. Bung Mahfud telah mengawinkan dalam pribadinya dua sub-kultur yang saling melengkapi. Modal semacam ini tentu sangat penting”
Masih dalam buku yang sama, Ni Kadek Surpi Aryadhama menyebut MMD sebagai brahmana berbaju ksatria, senada dengan Feri Amsari yang menyebut MMD sebagai penyerang bukan penjaga gawang. Seirama juga dengan Sukardi Rinakit yang menjuluki MMD sebagai penyerang tanpa pasukan.
Hari Tanoesodibjo menyebut separuh pribadi MMD adalah Gusdur, senada dengan Gus Yusuf Chudlori yang menyebut bahwa darah Gusdurian mengalir dalam tubuh MMD. Sedangkan isteri mendiang Gusdur sendiri menyebut MMD sebagai pendekar penegak keadilan.
Buku terbitan Murai Kencana ini sangat menginspirasi banyak orang, sehingga MMD Initiative membentuk Organisasi atau perkumpulan yang diberi nama Sahabat Mahfud. Pada awalnya Organisasi Sahabat Mahfud hanya ada di Jakarta, namun muncul aspirasi dari berbagai daerah agar Sahabat Mahfud juga dibentuk di daerah.
Berdasarkan aspirasi dari berbagai daerah tersebut akhirnya dibentuklah susunan organisasi sebagai berikut :
1. Koordinator Nasional yang selanjutnya disingkat Kornas membawahi para Koordinator Wilayah Provinsi yang disingkat Korwil.
2. Korwil membawahi para Koordinator Daerah Kabupaten/Kota yang disingkat Korda.
3. Korda membawahi para Koordinator Kecamatan yang disingkat Korcam.
4. Korcam membawahi para Koordinator Desa yang disingkat Kordes dan Koordinator Kelurahan yang disingkat Korkel.
Kornas, Korwil, Korda, Korcam dan Kordes/Korkel adalah jabatan tunggal tanpa struktur.
Saat ini Korwil yang paling lengkap Kordanya adalah Korwil Jawa Barat Iman Nur Haiman. Menyusul Korwil Jawa Timur Firman Syah Ali. Korwil yang lain masih terus bergerak melengkapi Korda.
Dengan semakin masifnya pembentukan korda-korda Sahabat Mahfud ini, besar harapan bangsa Indonesia akan masa depan yang lebih baik, sebagaimana diungkapkan oleh Almaghfurlah KH Hasyim Muzadi dalam buku Sahabat Bicara Mahfud MD.
*) Penulis adalah Korda Sahabat Mahfud Kota Malang