ILustrasi
KEPULAUN SULA,beritaLima,com|| Sejumlah kasus korupsi sampai saat ini masih belum terproses di Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula. Praktisi Hukum, Risal Sangadji mendesak Kejari untuk mengusut semua kasus dugaan korupsi yang sampai saat belum jelas tindak lanjutnya.
“Ini menjadi sebuah kegelisahan akademik atas beberapa kasus besar di Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula yang belum maksimal ditangani,” kata Risal kepada media ini, Rabu (19/7/23)
Risal mengungkapkan kasus dugaan korupsi yang masih mangkrak proses pengusutannya antara lain, Kasus dugaan kuropsi Bantuan Tak Terduga atau dan Covid -19, 2020 lalu senilai Rp 34 miliar miliar lebih serta 2021 senilai Rp 28 miliar lebih
“Dugaan Pnyelewengan dana di Disdik (Dinas Pendidikan) bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2020 lalu senilai Rp 21 miliar, Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dana APBN dari Kementerian RI 2022 senilai Rp 6,9 miliar untuk untuk program BSRS dengan target 139 orang.
Kemudian dugaan kuropsi Anggran Dana Alokasi Khusus (DAK) Bantuan Operasional Kesehatan dan Keluarga Berencana (BOKB) yang bersumber dari APBN Non fisik 2019 untuk Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3P2KB) senilai Rp 3.417.23 miliar
Serta kasus dugaan kuropsi ditiga desa yakni, Desa Menaluli, Kecamatan Mangoli Utara, Desa Buruakol, Kecamatan Mangoli Tengah dan Desa Kou, Kecamatan Mangoli Timur
Semua kasus tersebut beberapa waktu lalu pun belum terusut. “Yang awalnya sempat diekspos oleh Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula, kini terkesan silent,” katanya.
Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula, menurut Risal, bersentuhan langsung dengan potret penegakan hukum karena menjadi lembaga dengan panggung pemberantasan tindak pidana korupsi. Jaksa selain bertindak sebagai penuntut umum juga sebagai penyelidik, penyidik, dan penuntut umum dalam perkara korupsi.
“Kinerja Kejaksaan Kepulauan Sula harus dperkuat agar kepercayaan publik semakin kokoh dan harus ada daya inovasi dalam menjalankan penegakkan hukum,” ujarnya.
Kasus yang ditangani Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula harus ada pinsip keterbukaan dan fungsi kontrolnya adalah sistem peradilan pidana. Ia menyatakan fungsi kejaksaan dalam pemberantasan korupsi harus semakin sistematis dan penegak hukum tidak boleh terbelenggu sebagai konsekuensi Indonesia negara hukum.
“Jaksa tidak boleh menempatkan dirinya sebagai “robot-robot hukum yang terpasung” yang “seolah olah” untuk melindungi kepentingan tertentu dengan berdalih minimnya alat bukti,” katanya.
Ia mengkhawatirkan hal tersebut dapat menjauhkan sistem reformasi institusi penegak hukum dan semakin menjauhkan pencapaian tujuan hukum.
“Jaksa itu mewakili negara jadi harus melindungi kepentingan dan keamanan negara jadi tidak boleh melindungi atau berpihak pada pelaku korupsi dalam bentuk apapun,” tindasnya. [dn]