JAKARTA, beritalima.com – Peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) yang jatuh tiap tanggal 1 Mei, diikuti dari berbagai serikat pekerja/buruh. Baik yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) maupun yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Indoenesia (KSBSI).
Titik kumpul dalam memperingati Hari Buruh Internasional itu, tidak lain ngjublek di tanah air Jakarta, dan melakukan long march dari Bundaran HI menuju Istana untuk menyampaikan aspirasinya agar bisa dijawab oleh Presiden RI.
Sekitar 150 ribu serikat pekerja dan buruh kumpul di patung kuda, masing-masing serikat pekerja membawa mobil komando untuk menyampaikan aspirasinya. Hal ini pun diikuti juga oleh tokoh-tokoh yang sudah dikenal publik yakni Hidayat Nur Wahid, Yusril Ihza Mahendra, Fadli Zon, Jazuli Juwaini, dan lainnya. Mereka turut menuntut hak dasar para buruh dan pekerja yang termaktub dalam PP No.78/2015 tentang Pengupahan dan meminta harga beras diturunkan serta mempersoalkan UU No.20/2018 tentang Tenaga Kerja Asing.
Hal lain disampaikan Edward, yang menjabat sebagai Sekjen Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), mengenai tenaga kerja asing yang telah diundang-undangkan oleh pemerintah No.20/2018. Ia menyatakan bahwa dengan diundang-undangkannya itu akan menambah investasi dan melindungi pekerja lokal.
“UU No.20/2018 sifatnya lebih mengatur agar tenaga kerja asing bisa masuk tapi harus bisa mengikuti syarat-syarat yang harus dipenuhi,” ujarnya, Selasa (1/5/2018) kepada beritalima.com di usai melakukan aksinya di depan Istana Merdeka, Jakarta.
Ia pun menyatakan bahwa dengan keberadaan Undang-Undang Tenaga Kerja Asing juga harus dilindungi, sama seperti tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Hongkong, dilindungi dan bisa berserikat. Disini (Di Indonesia-red) sepertinya belum ada tenaga kerja asing yang berserikat.
Lebih lanjut pasca diterbitkannya UU TKA, jurang pemisah antara pekerja lokal dengan pemilik modal dari asing semakin nyata, bahkan paradigma baru menyatakan bahwa dengan adanya TKA mendapat upah yang sangat tinggi dibanding pekerja lokal yang mendapat upah sangat rendah. Sementara dijelaskan Sekjen KSBSI kepada beritalima.com adalah tergantung serikat pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan asing tersebut. Karena serikat pekerja/buruh itu harus bisa bernegoisasi agar tidak terjadi gsp antara pekerja lokal dengan pekerja asing.
“Tidak diskriminasi dan bila perlu didemo, di kita sebenarnya banyak ada India, Arab, Singapura, Jepang dan lain sebagainya selain dari China. Seperti dulu di Batam, lebih banyak pekerja asing karena didemo masyarakat sekitar akhirnya terserap dan tidak ada demo lagi,” tandasnya.
Yang selalu dipersoalkan kenapa orang China, dijelaskan Edward, bahwa sebelumnya tidak ada masalah dan menetap lama dan menjadi warga negara Indonesia. Masih dikatakan Edward, dulu tinggal di Indonesia hanya bisnis saja namun sekarang ini mereka datang lewat industri-industri pabrik dan sekarang rame karena bentuknya investasi. Sedangkan yang bentuknya bisnis tidak ada persoalan karena dianggap biasa-biasanya saja.
“Oleh karena itu tenaga kerja asing itu ke Indonesia bawa modal dan tenaga asingnya, serta membawa syarat-syaratnya. Dengan demikian dengan adanya UU No.18/2018 dapat mempermudah pemerintah mendata tenaga kerja asing. Dengan adanya undang-undang tersebut tenaga kerja asing tidak bisa sembarang masuk, kendati sebelumnya menggunakan visa turis yang nyatanya menjadi pekerja sekarang tidak dengan adanya undang-undang itu,” pungkasnya.
Lebih jauh ditambahkan Edward mengenai UU TKA itu, dapat mempermudah masuknya TKA namun dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar tenaga kerja asing itu ketika bekerja di Indonesia tidak dinilai pekerja illegal/gelap. Sama halnya dengan TKI dipersulit karena dianggap menggunakan visa gelap, diperas dengan majikan dan tidak terlindungi.
“Jadi sama tenaga kerja asing harus dilindungi agar tidak diperas oleh majikannya. Dengan adanya UU TKA, TKA bila menggunakan visa turis harus diurus visa kerja kalo bekerja tapi kalo tidak mao diurus silahkan kembali ke negaranya,” tandasnya. dedy mulyadi