JAKARTA, Beritalima.com– Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani angkat bicara terkait insiden jatuhnya pesawat milik TNI AU di Kampar, Riau, Senin (15/6) pagi.
“Jatuhnya Pesawat TNI AU di Riau hari ini semakin menambah keyakinan kita, alutsista TNI bukan hanya memerlukan modernisasi dengan pengadaan yang baru, tetapi juga perlu perawatan dan overhaul terhadap alutsista yang ada,” ujar Arsul Sani kepada awak media di Jakarta, Senin (15/6) siang.
Legislator dari Dapil Jawa Tengah ini menambahkan, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan perlu meningkatkan anggaran TNI, terutama untuk pengadaan alutsista.
“Kita akui, sejak Pak Prabowo dipercaya menjadi Menhan, peningkatan anggaran ini sudah tampak. Namun, itu belum belum cukup dan perlu diberikan ruang kenaikan anggaran yang lebih besar lagi,” kata dia.
Kurang lebih 10 tahun, kenaikan anggaran pertahanan di Indonesia masih belum sejalan dengan modernisasi alat utama sistem persenjataan atau alutsista. Mminimnya akuntabilitas penggunaan anggaran juga harus dibenahi Kemenhan.
“Kurangnya perawatan bisa menjadi salah satu penyebab pesawat milik TNI Indonesia mengalami kecelakaan di Riau.”
Alutsista yang jatuh di Riau adalah pesawat tempur jenis BAE Hawk 209 dengan pilot Lettu Pnb Apriyanto Ismail dari Skadron Udara 12 Lanud Roesmin Nurjadin (Rsn) Pekanbaru.
Jet tempur yang jatuh di Riau Hawk 209 yang merupakan kode pesawat Hawker-Siddeley Hawk tipe mk 200 yang diekspor khusus ke Indonesia.
Hawk merupakan pesawat jet latih (trainer) interim untuk pesawat jet generasi 4 seperti F-16 dan F-15. Pesawat berjenis Hawk ini memang menjadi pilihan TNI AU dan mulai diekspor sejak 1997, setelah sempat memesan Hawk varian Mk 53 pada 1980-an.
Sebelum kejadian di Riau, pesawat angkut berat C-130 Hercules dengan tail number A-1334 juga jatuh di Wamena, Papua.
Hercules yang jatuh terbilang tua, pabrikan 1964. Namun, usia bukan berarti pesawat tak aman untuk diterbangkan.
Dari 24 unit pesawat Hercules yang dimiliki TNI, hanya 11 unit dalam kondisi siap terbang. Sementara, dari total 50 pesawat angkut yang kita dimiliki militer Indonesia, hanya 24 unit yang bisa terbang. (akhir)