Sel Penjara Banceuy, Sejarah Terlupa Dalam Kenangan I

  • Whatsapp
Sel Bung Karno hanya selebar 1,5 meter, panjang 2,1 meter, dan tinggi 2,5 meter. ”Betul-betul sepanjang peti mayat,” kata Bung Karno dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Bandung, beritaLima – Penjara Banceuy yang berada di Jalan Banceuy No 8 Kota Bandung, dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1877. Namun pada tahun 1983, bangunan ini dibongkar menjadi kawasan pertokoan, dan kini penjara Banceuy dipindahkan ke Jalan Soekarno – Hatta.

Hanya 1 sel atau kamar tahanan yang disisakan yaitu sel Ir. Soekarno bapak Proklamator Indonesia.
Di sel nomor 5 penjara Banceuy selama kurang lebih 1 tahun 2 bulan Bung Karno mendekam sebagai tahanan politik oleh pemerintah kolonial Balanda. Di kamar berukuran 2,5×1,5 meter ini juga Bung Karno menyusun pledoi yang sangat terkenal dan kemudian diberi nama Indonesia Menggugat.

“Saat dibongkar karena dipindahkan di Jalan Soekarno-Hatta pada tahun 1993, hanya 1 sel dan menara Pos penjaga yang disisakan. Karena di kamar ini memiliki sejarah dimana Bung Karno pernah dipenjara oleh Balanda,” ujar Kuncen Penjara Bunceuy, Ahmad (50) kepada beritaLima.

Ruang sempit di penjara Banceuy, Bandung, Soekarno membela diri, membela bangsa dan rakyatnya. Di sana ia menulis naskah ”Indonesia Menggugat” sebagai perlawanan terhadap penguasa kolonial.
Sel Bung Karno hanya selebar 1,5 meter, panjang 2,1 meter, dan tinggi 2,5 meter. ”Betul-betul sepanjang peti mayat,” kata Bung Karno dalam bukunya Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Sel itu berlantai semen nan dingin. Pintu besinya berderit saat dibuka. Di atas pintu juga terdapat jendela berjeruji sebagai ventilasi udara. Di sebelah kiri terdapat kayu jati selebar 45 cm tertutup selimut putih bergaris biru dan bantal berkulit karung bekas yang dihiasi bendera Merah Putih mungil. Di atas papan itulah Bapak Bangsa itu tidur.

“Kini, sel di Banceuy dan sejarah di dalamnya nyaris terlupakan”, ucap Ahmad yang selama hidupnya menjaga tempat bersejarah tersebut secara sukarela.

Ruangan itu kini masih sumpek, seperti yang digambarkan Bung Karno kala itu. ”Tempat itu gelap, lembab, dan sumpek… ketika pintu berat itu mengurungku untuk pertama kali, rasanya aku mau mati,” kata Soekarno kepada Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Soekarno makin tersiksa lantaran dilarang berkomunikasi dengan rekan-rekan seperjuangannya, termasuk dengan belahan jiwanya, Inggit Garnasih. Bung Karno hanya berteman dengan cicak sebagai pengusir sepi.

Baru pada hari ke – 40, Belanda mengizinkan Soekarno bertemu dengan Inggit di ruang tamu penjara yang dibatasi jaring kawat. Hanya lima menit mereka diizinkan bertemu. Meskipun kedua insan itu didera rindu, suasana menjadi kaku karena pertemuan mereka dijaga ketat dan segala ucapan dicatat penjaga. Sentuhan tangan pun dilarang.

”Istriku hanya memandang ke dalam mataku, dan dengan seluruh kasih yang dapat dicurahkannya ia berkata, ’Apa kabar?” kata Bung Karno.

“Ruang pertemuan itu kini musnah berganti tembok tebal ruko. Lokasi ini terasa lebih sumpek daripada gambaran Soekarno kala itu karena ke mana pun mata menatap tertabrak tembok hitam pertokoan”, keluh Ahmad.

Pada dinding di atas tempat tidur sel bung Karno, terpasang logo Garuda dan tiga foto Bung Karno dalam pigura. Di pojok ruangan terdapat kaleng yang berfungsi sebagai tempat buang air.

Selama di penjara, setiap hari Soekarno harus mengambil kaleng itu dari kolong tempat tidur, membawanya ke kamar mandi, lalu membersihkannya.
Kaleng itu juga yang dia manfaatkan sebagai pengganti meja selama satu setengah bulan menulis naskah heroik ”Indonesia Menggugat”, pembelaan Bung Karno atas tuduhan Belanda yang dia anggap tidak mendasar.

Pembelaan yang dibaca Soekarno di gedung pengadilan kolonial (sekarang Gedung Indonesia Menggugat) pada 18 Agustus 1930 itu begitu menginspirasi dan mengundang simpati sehingga diterbitkan dalam belasan bahasa.

Soekarno sebagai tergugat membalik psikologi sidang pengadilan menjadi penggugat mewakili hati dan rakyatnya. Dia fokus menuntut kemerdekaan. Gaung pleidoi ini terdengar hingga Belanda sehingga Partai Buruh bergolak mendukung Soekarno.

Pleidoi Soekarno menginspirasi tokoh-tokoh Asia untuk turut menuntut kemerdekaan negara mereka. Dari ruang sempit itu, Soekarno membakar semangat dunia.

Di penjara yang saat ini dijadikan Museum Penjara Banceuy tersebut dihiasi kalimat ungkapan Bung Karno, “Koe Korbankan Dirikoe di Penjara Ini Demi Bangsa dan Negaraku Indonesia”.

(An)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *