Mataram,Berita lima.com.
Posyandu Keluarga sebagai program unggulan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat diapresiasi Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin selangkah lebih maju meliputi enam aspek transformasi kesehatan Kementerian Kesehatan.
“Sebagai tindakan promotif preventif (sosialisasi dan pencegahan) kesehatan masyarakat, Posyandu Keluarga yang sudah kita mulai sejak 2019 dinilai Menkes langkah maju dari transformasi kesehatan yang dicanangkan pemerintah pusat”, ujar Wakil Gubernur NTB, Dr Hj Sitti Rohmi Djalillah usai bertemu Menkes di Hotel Aruna, Senggigi, Senin (06/06).
Ditambahkan Wagub, intervensi kesehatan masyarakat yang dikerjakan oleh kader Posyandu Keluarga di desa, sejalan (inline) dengan program transformasi kesehatan Kemenkes sehingga NTB dinilai layak menjadi model (pilot project di KLU dan Bima) penerapan transformasi kesehatan nasional. Salah satunya adalah penguatan layanan kesehatan dasar di Posyandu Keluarga dan Puskesmas.
Dalam pemaparannya, Wagub menjelaskan perkembangan Posyandu Keluarga se NTB yang telah mencapai 7. 656 unit per April 2022. Sedangkan pengisian data EPPBGM tahun 2021 sebesar 99 persen dari kasus stunting sebanyak 19,23 persen dan di tahun 2022 sebesar 93 persen dengan program penanganan kasus stunting sebanyak 22,30 persen.
Sementara kasus kematian ibu, dari 144 kasus di tahun 2021 saat ini tercatat 40 kasus per April 2022. Sedangkan kematian bayi, tercatat sebanyak 250 kasus per April 2022 dari 811 kasus di tahun sebelumnya yang dinilai sebagai keberhasilan intervensi Posyandu Keluarga.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menginisiasi transformasi kesehatan yang dilakukan, yakni Layanan Primer, Layanan Rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan, SDM Kesehatan dan Teknologi Kesehatan.
“Layanan primer ini yang paling penting di promotif preventif, yang kedua adalah transformasi layanan rujukan rumah sakit, ketiga transformasi sistem ketahanan kesehatan ini kalau ada pandemi lagi supaya kita lebih siap dari sisi obat-obatan, alat-alat kesehatan, tenaga kesehatan cadangan, termasuk surveilan terhadap penyakit menular baik lokal, nasional, maupun regional harus siap,” katanya,
Secara lebih detail, Kepala Dinas Kesehatan, NTB, L Hamzi Fikri menjelaskan, salah satu korelasi transformasi kesehatan tersebut adalah penggunaan data kesehatan masyarakat dalam penanganan stunting (EPPBGM) atau elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat yang telah dikerjakan Pemprov NTB melalui Posyandu Keluarga sebesar 95 persen.
Hal ini membuat konsistensi data lebih baik penggunaannya untuk penguatan kelembagaan Posyandu Keluarga dan sarana prasarana penunjang penanganan dari data survey WHO karena berbasis data dan alamat ril. Misalnya, sarana alat ukur tinggi dan berat badan yang berstandar digital.
“Program pusat yang sejalan dengan trasnformasi kesehatan itu dinamakan Posyandu Prima. Sedangkan kita NTB, bertahap sarana tersebut akan dilengkapi dari Kementerian mulai tahun ini untuk Posyandu Keluarga kita.”, sebut Fikri.
Hal lain dalam pertemuan tersebut seperti diungkapkan Kadikes adalah penguatan sumberdaya tenaga spesialis dari hulu ke hilir dengan membuka fakultas kedokteran spesialis baru untuk penyakit beresiko tinggi seperti stroke, jantung, kanker dan lainnya selain beasiswa luar negeri untuk kebutuhan dokter spesialis secara nasional begitupula untuk kebutuhan NTB khususnya seperti penanganan penyakit jantung yang kebijakan nasionalnya harus dapat dilakukan dirumah sakit kabupaten/ kota. (jm)