JAKARTA, Beritalima.com– Kontak Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dengan Satgas TNI di Bumi Cendrawasih Selasa (17/12) yang menewaskan Lettu Erizal Zuhri Sidabutar dan melukai Serda Rizky memang mengejutkan dan menyedihkan banyak pihak.
Namun, kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) Papua DPD RI, Filep Wamafma, itu adalah letupan dendam akibat saling serang, saling tuding kesalahan, mempertahankan ego, baik pihak pemerintah maupun KKB.
“Dalam keadaan semacam ini, pendekatan berkarakter militeristik, sudah sepantasnya ditinggalkan termasuk perlawanan bernuansa militer. Harus diakui, peristiwa semacam ini bukan sekali dua kali terjadi di daerah rawan konflik semacam di Intan Jaya,” jelas senator dari Provinsi Papua tersebut kepada awak media di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (19/12).
Dikatakan Filep, perulangan berbagai peristiwa sejenis harusnya membuka mata berbagai pihak, semua persoalan di Papua harus segera diselesaikan.
Persoalan ini sejatinya juga membuka nurani semua orang bahwa nuansa kebencian sedang berakar dan berkembang di Tanah Papua.
Demi kedamaian di Tanah Papua, kata Filep, TNI dan KKB, perlu menahan diri untuk memikirkan langkah-langkah konstruktif kooperatif, sehingga kedamaian di Papua dapat dirasakan. “Tidak mudah mendudukkan ‘singa’ dan ‘harimau’ pada satu meja, kecuali kepada keduanya dihadirkan ‘santapan’ yang sama lezatnya.
Meski tidak mudah, kata pria kelahiran Biak, 14 Juni 1978 itu, negara harus memastikan TNI maupun KKB harus duduk bersama dan bicara dari hati ke hati tentang masa depan anak-anak dan kedamaian dirasakan di Papua.
Dalam pola pikir yang sama, kata pria berbintang Gemini ini, para elit politik daerah harus memperhatikan kesejahteraan rakyat Papua. Perlu langkah konkrit untuk mendukung terciptanya ruang dan waktu duduk bersama dan membicarakan masalah Papua secara jujur.
Menurut John Rawls, kata Filep, inti dari keadilan adalah kejujuran, justice as a fairness. Yang dicari adalah keadilan penuh kejujuran tentang sejarah, perjuangan, pembangunan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).
Selama semua itu belum ditempatkan pada ruang kejujuran, ungkap Filep, keadilan dan kedamaian di Tanah Papua hanya merupakan sebuah utopia berkepanjangan.
Pansus Papua, dalam cinta dan cita-cita membangun zona damai di Tanah Cendrawasih, mendorong adanya dialog dari hati ke hati, dalam posisi horizontal antara Pemerintah Pusat dengan tokoh agama, kaum intelektual, pemuda Papua dan semua gerakan yang “dipandang separatis” di Tanah Papua.
Pada gilirannya, kata Filep, ini akan membuktikan bahwa Indonesia adalah bangsa yang berkeadaban, memberikan ruang terbuka bagi perbedaan kepentingan. Sudah saatnya Pemerintah memperhatikan permasalahan di Papua secara serius.
“Pembalasan dendam dan kesedihan akan terus mencederai masyarakat sipil, dan mungkin juga para militer, bila tidak ada perhatian serius tentang hal ini,” Filep Wamafma. (akhir)