Menyambut Peringatan Hari Bela Negara 2018
Catatan: Yousri Nur Raja Agam MH
KENDATI Presiden Joko Widodo sudah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tertanggal 18 September 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Bela Negara Tahun 2018-2019, namun gaungnya belum terasa.
Jokowi – sapaan akrab Presiden Joko Widodo – mengharapkan pelaksanaan peringatan Hari Bela Negara 2018 ini benar-benar memasyarakat. Untuk itu, Jokowi menginstruksikan peringatan Hari Bela Negara tahun 2018 ini diikuti dengan Aksi Nasional Bela Negara. Tidak tanggung-tanggung, agar Aksi Nasional Bela Negara berlangsung “semarak” maka waktunya ditetapkan dari 2018 sampai 2019.
Ternyata, hingga sepekan lagi puncak peringatan Hari Bela Negara, yakni 19 Desember 2018, soaialisasi pelaksanaan peringatan Hari Bela Negara, masih sepi. Belum terlihat kesiapan dari para penerima Inpres No.8 Tahun 2018 itu. Padahal, seperti yang disebarluaskan melalui situs resmi Sekretariat Kabinet, Inpres itu bertujuan agar upaya bela negara lebih terstruktur, sistematis, masif, dan terstandardisasi.
Aksi Nasional Bela Negara ini ditetapkan melalui tiga tahap, yakni: tahap sosialisasi, tahap internalisasi nilai dasar bela negara, dan tahap aksi gerakan. Para pejabat pemerintahan yang ditugaskan melaksanakan Inpres itu adalah: 1. Para menteri Kabinet Kerja; 2. Sekretaris Kabinet; 3. Jaksa Agung; 4. Panglima Tentara Nasional Indonesia; 5. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; 6. Kepala Badan Intelijen Negara; 7. Para Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian; 8. Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara; 9. Para Gubernur; dan 10. Para Bupati/Wali Kota.
Dalam aksinya, Jokowi menginstruksikan agar berpedoman pada modul yang disusun dan ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional ( Sekjen Wantannas). Hasil pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Bela Negara Tahun 2018-2019 dilaporkan sesuai standar yang ditetapkan oleh Sekjen Wantannas. Para menteri koordinator, diminta Jokowi agar memfasilitasi Sekjen Wantannas saat mengkoordinasi kementerian dan lembaga, serta mengevaluasi pelaksanaan aksi nasional bela negara. Sedangkan Menteri Dalam Negeri, diminta Jokowi agar mengkoordinir pemerintah daerah dalam pelaksanaan aksi bela negara.
Tidak hanya itu, Jokowi juga menginstruksikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaannya. Di samping itu, Sekretaris Kabinet, ditugaskan untuk mengawasi pelaksanaan Inpres ini. Agar Aksi Nasional Bela Negara Tahun 2018-2019 ini berjalan sesuai dengan rencana, maka pembiayaannya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari pos anggaran kementerian dan lembaga, APBD, dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kalau dibaca secara cermat Inpres No.8 Tahun 2018 ini, secara jelas dinyatakan, bahwa pelaksanaan Aksi Nasional Bela Negara Tahun 2018-2019, mengikutsertakan peran masyarakat dan pelaku usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, meminta kepada Sekjen Wantannas Mayor Jenderal TNI Doni Monardo untuk menata kembali konsep-konsep yang berhubungan dengan bela negara. Wantannas adalah lembaga strategis yang berada langsung di bawah presiden.
Menteri Pertahanan Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu juga menginstruksikan kepada prajurit Komando Strategis Angkatan Darat untuk aktif mensosialisasikan program Bela Negara. Program Bela Negara merupakan kunci kekuatan dalam menghadapi masuknya potensi ancaman fisik dan nonfisik. Tugas bela negara adalah tugas yang berat seiring dengan makin kompleksnya tantangan yang dihadapi.
Ryamizard yakin melalui semangat kebersamaan dan persatuan serta kerja keras, semua mampu membawa Indonesia menjadi negara yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian serta berlandaskan gotong-royong. Apalagi, sejak tahun 2017, Kemhan dan Kemenristek Dikti telah melaksanakan MoU (kesepakatan bersama) program Bela Negara. Salah satunya dengan mengganti program Ospek atau perpeloncoan di kampus menjadi pekan Bela Negara selama 5 hari.
Selama ini ada anggapan, bahwa bela Negara itu selalu dikaitkan dengan kegiatan kemiliteran, sehingga seolah-olah kewajiban untuk bisa mempertahankan negara dan membela negara hanya ada pada Tentara Nasional Indonesia saja. Padahal faktanya jika kita melihat pada pasal 30 UUD 1945 sudah sangat jelas bahwa melakukan bela negara adalah hal dan kewajiban setiap warga negara Republik Indonesia.
Nah, dengan adanya payung hukum pelaksanaan Aksi Nasional Bela Negara itu, tentunya peringatan Hari Bela Negara harus dihayati. Termasuk, sejarah penetapan Hari Bela Negara tanggal 19 Desember 1948. Nah, inilah kronologi penting mengenai waktu penetapan Hari Bela Negara.
Berawal dari Kota Bukittinggi
Pasca Proklamasi Kemerdekaan RI, Gubernur Provinsi Sumatera, Teuku Muhammad Hasan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 39 tahun 1947, tanggal 19 Juni 1947 yang menetapkan Kota Bukittinggi sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera.
Kota Bukittinggi adalah “Kota Perjuangan”. Dari kota Bukittinggi yang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera, tanggal 19 Desember 1948, statusnya berubah menjadi Ibukota Republik Indonesia. Sebab, pada hari itu, Ibukota Republik Indonesia yang berada di pengungsian, Jogjakarta direbut tentara Belanda. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, ditawan Belanda bersama beberapa menteri dan pejabat Negara.
Saat itu, Belanda mengumumkan ke dunia luar, bahwa Republik Indonesia sudah bubar. Pemegang tampuk pemerintahan tidak ada lagi. Namun, dari Kota Bukittinggi, Menteri Kemakmuran RI Mr.Sjafruddin Prawiranegara, membentuk PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). Melalui pemancar radio, Sjafruddin beserta anggota kabinet yang berada di Bukittinggi mengadakan rapat “mempertahankan keberadaan RI”. Aksi Sjafruddin dan para pejuang pembela kemerdekaan RI ini, membuat mata dunia tertuju ke ibukota PDRI.
Siaran radio yang dipancarkan dari Kota Bukittinggi itu ditangkap dan disiarulangkan oleh para diplomat RI yang sedang berada di India.
Presiden PDRI Sjafruddin yang berhasil melakukan komunikasi dengan empat menteri yang ada di Jawa dan wakil RI di India; Mr AA Maramis, menteri luar negeri PDRI yang berkedudukan di New Delhi, India; LN Palar sebagai Ketua delegasi RI di PBB, adalah tokoh-tokoh yang sangat berperan dalam menyuarakan RI di dunia internasional ketika itu.
PDRI yang dibentuk oleh rakyat dan dipelopori M. Sjafruddin Prawiranegara untuk mengisi kekosongan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu diakui oleh PBB. Akhirnya agresi Belanda bisa dihentikan dan Belanda harus berunding dengan wakil Indonesia di PBB. Presiden, Wakil Presiden, dan sejumlah menteti yang ditawan oleh Belanda terpaksa dibebaskan.
Dalam kondisi kritis di masa itu, para pemimpin bangsa mengambil satu keputusan memberikan mandat untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat, yang berpusat di Kota Bukittinggi.
Jika PDRI tidak ada, mungkin dapat dikatakan republik indonesia akan lenyap dari peta politik dunia dan tidak diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bahkan penjajah belanda pada masa itu dengan leluasa mengatakan bahwa pemerintahan Indonesia telah bubar, karena pemimpinnya ditawan, dan daera-daerah jatuh ke tangan Belanda.
Dengan inisiatif politik dan penuh rasa tanggung jawab, M. Sjafruddin Prawiranegara mengadakan rapat membentuk PDRI pada 19 Desember 1948, dan sekarang hari bersejarah itu telah ditetapkan sebagai Hari Bela Negara oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui keputusan Presiden nomor 28 tahun 2006.
Nah, sekarang tanggal 19 Desember 2018, sudah 12 tahun Hari Bela Negara diperingati dan 70 tahun PDRI. Namun, mengapa gaungnya tidak seperti peringatan hari-hari besar nasional lainnya. Mengapa Inpres No.8 Tahun 2018 yang dikeluarkan tanggal 18 September 2018 itu, belum dirasakan gemanya oleh masyarakat Indonesia. Padahal perangkat pelaksana tinggal tunggu komando. Termasuk Pasukan Bela Negara juga sudah terbentuk dari hasil pendidikan yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Mari kita sambut Peringatan Selamat Hari Bela Negara ke 70, tanggal 19 Desember 1948 – 19 Desember 2018. (***)