SURABAYA, beritalima.com| Di tengah situasi Covid 19, aktivis masih terlihat turun ke bawah melakukan aksi sosial meski dilakukan secara terbatas, salah satunya adalah Lia Istifhama.
Keponakan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa cukup ramai menjadi buah bibir di Surabaya karena konon, dikabarkan sering tiba-tiba turun ke masyarakat untuk membagikan masker atau bentuk lain yang dianggap manfaat bagi penerimanya. Dihubungi via seluler, perempuan yang berprofesi dosen tersebut menjelaskan tujuan aksinya.
“Saya kalau turun tidak pernah direncanakan ya, saya suka saja jika bisa turun tiba-tiba ke masyarakat. Jadi tidak terlalu heboh dan kalau bagi apapun, bisa merata. Dikit-dikit asal dapat. Kalau gerudukan, pasti susah membagi yang tepat”, ujarnya. Sedangkan ketika ditanya perihal hari Kartini, Lia menjelaskan sosok Kartini di tengah peran seorang ibu pada pandemi Covid 19.
“Peran seorang ibu sangat besar. Konteksnya bukan dalam hal publik, tapi ranah privat juga. Ketika sekarang kita dalam kondisi prihatin atas wabah Corona, maka kita yang merupakan kaum ibu, bisa memberi perhatian lebih terkait itu.
Sebagai contoh, ketika dirumah, lebih bisa mengawasi anak, menjaga kesehatan anak, dan memberikan segala hal edukasi agar anak lebih peduli dengan kesehatan, lingkungan, dan tumbuh kepekaan sosial. Kita bisa ajarkan, ‘Ini lho nak, ada orang yang gak bisa kerja gara-gara Corona. Kasihan kan anak-anaknya. Makanya anakku harus bersyukur kalau masih memiliki orang tua yang bisa kerja, bisa dapat uang. Anakku juga harus belajar irit dan kalau lihat orang sudah tua jualan keliling, anakku bisa kasih uang ke mereka meski tidak beli barangnya’. Pada intinya, banyak deh hal kecil sifatnya menumbuhkan kepedulian sosial, bisa kita tanamkan pada anak”, ujar ibu dua anak tersebut.
Ning Lia juga menambahkan, bahwa Kartini di rumah merupakan pondasi keilmuan anak.
“Jujur ya, semenjak work from home, waktu secara kuantity kan banyak di rumah. Jadi bisa fokus juga kalau ngajari anak. Semakin kita mengajari anak, semakin kita sadar, bahwa ternyata mungkin, ketika kita kemarin sibuk kerja di luar, keilmuan anak jadi kurang maksimal.
Disitu kan perlu sadar diri dan memanfaatkan waktu dirumah untuk semakin getol ngajarin anak. Saya sendiri, kalau dirumah sering bilang ke anak saya, ‘ayo, nak. Mumpung mama bisa ngajarin, sekalian kita belajar banyak’. Yang jelas, banyak sekali edukasi yang bisa dibangun oleh Kartini masa kini di tengah himbauan aktivitas di rumah saja”, tambah ketua DPP Perempuan Tani HKTI Jatim tersebut.
Ditanya mengenai proses Pilwalinya, Aktivis NU yang baru saja berduka atas wafat ayahandanya, KH Masykur Hasyim, menjelaskan secara sederhana.
“Saya sama dengan karakter ayah saya, yaitu kami ini orang yang selalu menilai semua hal adalah proses. Seperti halnya Pilwali, ini kan bagian proses menjadi figur, bagaimana menjadi pemimpin yang baik dan bijak.
Soal jabatan, sepenuhnya itu anggap saja bonus, jangan target. Dan saya bersyukur, dari Pilwali, saya bisa bertemu banyak Kartini di Surabaya, lho. Banyak relawan perempuan yang sangat baik, sangat loyal, sangat rajin turun melakukan aksi sosial. Mereka memang membawa nama saya setiap menyapa warga, namun yang saya sangat mengagumi mereka adalah, bahwa turunnya mereka ke masyarakat merupakan wujud mereka ini lho Kartini sejati.
Mereka turun membantu sesama. Ibarat mereka lagi punya 10 tahu, maka 5 tahu untuk keluarga, dan sisanya untuk orang lain. Itulah Kartini sesungguhnya, yaitu bisa berbagi di tengah situasi sulit, terutama saat Covid 19 ini. Akan terlihat jelas, mana yang sesungguhnya memiliki kepedulian di tengah himpitan ekonomi, mana yang tidak. Jadi ada hal wujud Kartini di tengah Covid 19, yaitu Kartini di rumah dengan menjadi Guru bagi anaknya, dan Kartini di luar dengan tetap berbagi di tengah keprihatinan bersama”, pungkasnya. (rr)