Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pemerhati Pelayanan Publik)
Sudah sejak lama bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah di dunia. Etika dan tata krama sebuah budaya yang dijunjung tinggi sebagai warisan luhur dari budaya bangsa. Hal ini tentu akan membuat bangga setiap anak bangsa, namun demikian tidak ada salahnya jika tetap mawas diri dan melakukan interospeksi, apakah kita ini sudah benar – benar ramah. Jika keramahan sudah menjadi identitas dan jati diri bangsa, seyogianya hal tersebut dipelihara dan dibumikan dalam setiap perilaku masyarakatnya, termasuk seluruh aparatur pemerintahan dalam memberikan pelayanan pada masyarakatnya itu sendiri. Sifat orang Indonesia yang ramah tersebut perlu dimanifestasikan dalam perilaku empirik sebagai perwujudan dari nilai – nilai kebudayaan yang ada di masyarakat. Semua budaya di Indonesia mengajarkan tentang sopan santun dan bersikap baik, dan nilai – nilai tersebut masih dipegang teguh oleh sebagian masyarakat.
Jika keramahan ini sesuatu budaya yang baik, maka aparatur pemerintahan diharapkan bisa memberi dan sekaligus menjadi tauladan keramahan, terutama saat memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jangan dianggap masyarakat yang “butuh”, tetapi “kewajiban” aparatur untuk memberi pelayanan yang baik dan juga “hak” masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang baik. Apalagi jika merujuk pada ketetapan MPR-RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi dan nepotisme (KKN), yang mengamanatkan agar aparatur negara mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional, produktif, transparan dan bebas dari KKN. Oleh karena itu, berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja aparatur dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas harus terus dilakukan.
Kemudian dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, diharapkan memberikan dampak nyata yang luas terhadap peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat ke Daerah memungkinkan terjadinya penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih ringkas dan membuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan inovasi dalam pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan. Jadi tidak sekedar menggeser episentrum kekuasaan, melainkan sebuah peluang dinamik dalam memberikan pelayanan terbaik buat masyarakat di daerahnya masing – masing. Apalagi kemajuan teknologi informasi telah banyak memfasilitasi lahirnya ide – ide baru dalam pelayanan, guna menjamin pelayanan yang cepat, transparan dan berkeadilan.
Pelayanan Publik sesungguhnya merupakan berbagai kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun penyelenggara Pelayanan Publik yang dimaksud adalah berbagai Instansi Pemerintah yang diberi tugas untuk memberi pelayanan. Baik itu Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, dan Instansi Pemerintah Lainnya, baik Pusat maupun Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
Dalam hal ini tentu saja bahwa semua lapisan aparatur perlu memahami hakekat pelayanan publik, yaitu pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara sebagai abdi masyarakat. Untuk itu semua lapisan diharapkan mampu berpedoman pada asas – asas Pelayanan Publik, seperti Transparansi, Akuntabilitas, Partisipatif, Kesamaan dan Keseimbangan Hak dan Kewajiban. Semua lapisan masyarakat berhak mendapatkan kualitas pelayanan yang baik dari aparaturnya, contohnya untuk mendapatkan berbagai Pelayanan Administratif seperti pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/ Penguasaan Tanah dan sebagainya. Begitupun dengan pelayanan barang atau jasa seperti jaringan telpon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi dan sebagainya.
Kemudian ada lagi yang masih perlu diperhatikan terkait dengan Standar Pelayanan Publik. Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar pelayanan yang dimaksud pada umumnya akan berkaitan dengan Prosedur Pelayanan, Waktu Penyelesaian, Biaya Pelayanan, Produk Pelayanan, Sarana dan Prasarana, serta Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. Oleh karenanya berbicara kualitas pelayanan publik tidak bisa dipisahkan sejauhmana upaya Pemerintah dalam meningkatkan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas SDM-nya.
Semangat pelayanan terbaik ini harus membumi dan melekat di setiap jiwa aparatur pelayanan di pemerintahan guna menjamin proses pelayanan yang baik berjalan secara konsisten dan efisien. Untuk itu diperlukan model pengawasan yang efektif juga melalui sebuah sistem. Pengawasan ini bisa dilakukan dengan Pengawasan melekat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan, Pengawasan fungsional yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, berupa laporan atau pengaduan masyarakat tentang dugaan adanya penyimpangan dan kelemahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Bilamana terjadi sengketa antara pemberi pelayanan dan penerima pelayanan, maka harus ada mekanisme penyelesaian yang jelas dan baik. Setiap pengaduan pada dasarnya harus ditindaklanjuti oleh setiap fungsi terbaik untuk menyelesaikannya. Dalam menyelesaikan pengaduan masyarakat, pimpinan unit penyelenggara pelayanan publik perlu memperhatikan Prioritas penyelesaian pengaduan, Penentuan Pejabat yang menyelesaikan pengaduan, Prosedur penyelesaian pengaduan, Rekomendasi penyelesaian pengaduan, Pemantauan dan evaluasi penyelesaian pengaduan, Pelaporan proses dan hasil penyelesaian pengaduan kepada pimpinan, Penyampaian hasil penyelesaian pengaduan kepada yang mengadukan, dan Dokumentasi penyelasaian pengaduan.
Terakhir yang tidak boleh dilupakan adalah Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pimpinan penyelenggara pelayanan publik wajib secara berkala mengadakan evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan di lingkungan instansinya masing-masing. Kegiatan evaluasi ini dilakukan secara berkelanjutan dan hasilnya secara berkala dilaporkan kepada pimpinan tertinggi penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai baik perlu diberikan penghargaan untuk memberikan motivasi agar lebih meningkatkan pelayanan. Sedangkan penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai belum sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat tentunya perlu diberikan sangsi, baik teguran atau sangsi administratif lainnya yang sesuai dengan ketentuan. Lalu guna menjamin objektifitas penilaian atau evaluasi, maka dalam melakukan evaluasi kinerja pelayanan publik harus menggunakan indikator yang jelas dan terukur sesuai ketentuan yang berlaku.