Lebih lanjut menurut Anang pada siang pleno yang bertemakan “Bersama Kita Melangkah Menuju Amandemen Kelima UUD 1945 Khususnya Penataan Kewenangan DPD RI. Ia mengatrakan apakah sudah mendapatkan peta kepentingan parpol.”
“Dari sana menjadi modal kita untuk mengevaluasi sejauh mana, kalau saja hari ini kita mengantarkan daftar list tanda tangan itu kira-kira kita mendapatkan berapa. Sedangkan dengan peta kepentingan parpol saya juga ingin mendapatkan masukan.
substansi apa yang paling banyak menjadi kepentingan bersama,” terangnya.
Masih diungkapkan Anang, bahwa tema yang paling krusial, DPD RI diharapkan jangan sampai terlewati akibat parpol-parpol besar yang punya agenda tersendiri hingga kepentingan DPD justru menjadi posisi yang sangat kecil. Jadi peta semacam itu sangat penting untuk diperoleh dari temen-temen.
Hal lain di tempat yang berbeda, Anang mengatakan dalam konteks untuk melakukan amandemen UUD 1945 yang kelima. Sekarang ini pemikiran yang berkembang adalah karena kajian MPR terdiri dari 9 unsur fraksi, DPD, dan gabungan profesi. Bagi DPD sendiri yang menjadi pokus adalah bagaimana kepentingan daerah itu bisa efektif diperjuangkan DPD.
“Itu kalau DPD mempunyai sejumlah kewenangan untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Sejumlah kewenangan yang hari ini belum bisa memperjuangkan secara efektif untuk kepentingan daerah,” tuturnya.
Dengan demikian Anang Prihantoro menegaskan, kewenangan sejalan pasal 22D, dan bila UUD 1945 di amandemenkan dimana kewenangan DPD dan masuk kepentingan daerah. Ironis tiap fraksi di MPR membawa agenda. Sedangkan beberapa partai mengusulkan perlunya mengangkat kembali GBHN..
Lebih jauh Anang menyatakan, bahwa DPD harus bisa membaca kepentingan partai-partai. Sedangkan partai harus memahami kepentingan-kepentingan DPD. Salah satunya cara berpikir yang konfrehensif yang semua unsur di MPR melakukan pemikiran yang sinergis. Tentunya harus melihat kepentingan unsur lain, fraksi-fraksi di MPR harus melihat kepentingan DPD RI, diantaranya adalah bagaimana membaca GBHN
“Bagi DPD tentunya saja kita sebenarnya tidak tabu dengan GBHN, tapi kan harus bisa membaca kalau GBHN diasumsikan top down dari pusat. Karena kita juga memperjuangkan kepentingan daerah yang formatnya, mulai dari musrenbangdes, musrenbangcam, musrenbangkab, sampai Musrenbangnas,” terangnya.
Sedangkan sekarang bagaimana mempertemukan usulan-usulan dari bawah yang dikawal DPD ini dengan namanya panduan yang ada di GBHN. Bagaimana mempertemukan itu bukan ekstrim menolak GBHN lalu tidak ekstrim mengabaikan aspirasi dari bawah.
“DPD dengan partai-partai itu, karena partai-partai punya spirit bagaimana ada panduan pembangunan lima tahun. Sedangkan DPD mengemas kepentingan-kepentingan daerah ke tingkat pusat. Bagaimana mempertemukan antara kepentingan daerah dengan panduan pembangunan.
“Ini harus terjadi. Jangan katakan GBHN, tapi panduan pembangunan nasional,” jelasnya. dedy mulyadil