JAKARTA, beritalima.com – Dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI, dengan Gubernur, Bupati, dan Walikota dalam rangka Konsolidasi Nasional Pembentukan Daerah Otonomi Baru, Selasa (6/10/2016)di Nusantara V, Kompleks Parelemen, Senayan, Jakarta, dibidani Pimpinan Komite I DPD RI diantaranya adalah Ahmad Muqowam, Benny Ramdhani, Fachrur Razi
Namun dalam kehadirannya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada acara konsolidasi nasional tersebut, beliau menyatakan pemerintah tidak akan melakukan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Persiapan sepanjang 2016. Hal itu disampaikan setelah menerima usulan pembentukan 172 DOB Persiapan berdasarkan kajian Komite I DPD RI. Acara itu dihadiri empat gubernur dan 163 bupati yang daerahnya akan dimekarkan sesuai kajian DPD RI.
Tjahjo menegaskan, pemekaran daerah akan dilakukan melalui seleksi yang ketat, bertahap dan mempertimbangkan secara seksama berbagai aspek. Baik menyangkut regulasi, kondisi sosial politik, fiskal dan perekonomian nasional. Pemerintah juga menunda penyelesaian dua Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai turunan dari UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), yakni RPP tentang Penataan Daerah dan RPP Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) 2025.
Meskipun dua RPP telah diharmonisasi di internal pemerintah tapi penyelesaian kedua RPP tersebut ditunda tahun ini. Keputusan ini menurut Tjahjo, telah disampaikan kepada Komisi II DPR pada Senin (3/10). Penundan ini diputuskan bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengingat kondisi ekonomi sekarang sangat berat bagi gubernur, bupati maupun wali kota, membiayai DOB Persiapan. Mengingat APBD mengalami defisit akibat penundaan dana transfer daerah sampai awal tahun 2017.
Tjahjo Kumolo pun menggarisbawahi, usulan DOB yang masuk tidak akan dihapuskan, karena hak konstitusional daerah mengusulkan pemekaran sesuai UU Pemda. Hanya saja kata Mendagri momentum ekonomi sekarang ini tidak tepat untuk diloloskan.
Sementara dikatakan Anggota Komite I DPD RI Ir. H. Muhammad Mawardi, MM.,M.Si, Senator asal Provinsi Kalimantan Tengah, menyatakan bahwa UU Pemda penting untuk mewadahi untuk memberikan pemekaran, penggabungan dan penghapusan daerah. Ia melihat otonomi sekarang ini membuktikan keberhasilan pembangunan, pendekatan pelayanan, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menurut hematrnya harus dimaknai dan dibuktikan dengan hasil survei koran terbesar di Indonesia, bahwa masyarakat rata-rata 80% puas dengan kinerja pemerintah daerah termasuk daerah otonomi baru. 80% itu menyangkut pelayanan pendidikan, kesehatan, infrastruktur. Kemudian juga birokrasi juga. Nah yang menjadi catatan hasil surbvei yang dilakukan surat kabar besar di Indonesia, namun yang menjadi PR adalah menyangkut pemerintahan yang clean good government. Lebih lanjut ditegaskan Mawardi, terhadap masalah pemberantaan korupsi, pemerinrtah harus melihat dulu bagaimana masalah pendapatan Bupati, Gubernur.
“Saya tidak terlalu mengapresiasi, kalau KPK menangkap kepala daerah, wajar-wajar saja karena KPK gajinya Rp100 juta lebih sedangkan Bupati Rp6 juta dipotong pajak sekitar Rp5 juta. Kemudian Gubernur, padahal tanggung jawabnya mereka lebih besar dari pada KPK,” tegasnya.
Sementara mengingat kinerja Kepala Daerah menurut Senator Kalteng, bukan hanya menyelamatkan uang APBD yang triliunan, tapi menjaga masyarakat dari bencana alam, memperjuangkan dari kemiskinan, membuat laporan kerja. Dari ungkapan Senator, bisa mengaprersiasi bila gaji KPK sebesar Rp5 juta menangkap kepala daerah yang gajinya Rp100 juta. KPK harus merekomendasikan pendapatan kepala daerah.
“Kalau Bupati gajinya Rp100 juta, Gubernur Rp150 juta, masih juga korupsi, hajar habis-habisan. Kurang apa, kalau insentif dari pungutan, karena pendapat asli mereka kecil – kecil paling tidak setrahun Rp5o miliar dan berbeda dengan PAD Jakarta, setahun bisa sampai 40 triliun,”teragnya.
Oleh karena itu ditandaskan Muhammad Mawardi mantan Bupati Kapuas di Kalimantan Tengah, ia meminta kepada KPK untuk membuka mata dan tidak hanya menyalahkan kepala daerah. Tapi memberantas korupsi harus disejahterakan dulu kepala-kepala daerahnya. Kemudian kepala daerah yang mendapat gaji besar itu dapat ditetapkan sebagai leader pemberantasan korupsi.
“Mereka yang melayani penduduknya 150 – 250 ribu bahkan sampai jutaan. Apalagi dalam pemilihan langsung, rakyat tidak bisa dipungkiri bantuan yang diberikan secara langsung. Berbeda dengan pemilhan tidak langsung dipilih oleh dewan, bupatinya juga tidak peduli dengan masyarakatnya karena di dewan,” tuturnya.
Kedua, masalah baru 35% kepuasan terhadap peningkatan upaya pemerintah daerah, peningkatan ekonomi masyarakat asli. Untuk menjawab peningkatan ekonomi masyarakat asli, maka jawabnya menurut hemat Mawardi salah satunya adalah pemekaran. Bahkan yang minta pemekaran itu menurut informasi yang diterima Senator asal Kalteng, adalah pemekaran di daerah-daerah pedalaman, karena di pedalaman itu orang-orang asli bukan seperti di pesisir orangnya majemuk.
“Makanya saya bilang tidak ada alasan, dalam otonomi daerah undang-undangnya ada, segera keluarkan Peraturan Pemerintah tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) 2025. Kemudian berikan kesempatan daerah selama tiga tahun, dan daerah induk yang menyetujui harus menyiapkan anggaran. Pemerintah pusat juga harus mensuport. Kalau 200 daerah otonomi baru, 200 miliar dari pusat, berarti 40 triliun harus disiapkan,” tandasnya.
Masih ditandaskan Mawardi, semakin membagi rata ke daerah melalui pemekaran maka semakin maju di daerah. Tapi anggarannya masih seputar di pusat daerah tidak akan maju di daerah. Apalagi mengingat UU Otonomi daerah sudah sangat jelas. Undang-undang dijalankan, peraturan pemerintah di jalankan. “Kalau itu dijalankan, yakinlah. Kalau daerah diberi kewenangan untuk mengelola, pemekaran diberikan karena itu kebutuhan. sistemnya tidak seperti dulu, daerah otonomi daerah langsung jadi kota. Tapi sekarang harus melakukan persiapan tiga tahun, setelah tiga tahun bagus blisa dilanjutkan,” jelasnya.
Lain hal yang menjadi permasalahan sekarang ini adalah, masalah pemotongan dana alokasi khusus, kecuali awal tahun sebelum mempersiapkan pembenahan daerah dipotong tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah sudah dilaksanakan di daerah seperti jalan, proyek sudah dilelang, kegiatan di lapangan sudah jalan tiba-tiba di tengah jalan dipotong. Semua aparatur di daerah menurutrnya pasti gelabakan.
Harapan Muhammad Mawardi terhadap Konsolidasi Nasional yang diselenggarakan Komite I DPD RI, ia mengharapkan peerintah pusat untuk segera memproses apa yang sudah dihasilkan.DPD RI, bagaimana rakyat daerah bisa mengenyam kemerdekaan, mengenyam kemerdekaan pendidikan yang diraih dengan murah, mengenyam kemerdekaan pelayanan kesehatan yang baik. Kemudian, mengenyam untuk mendapat hidup yang layak. Dan mendorong Daerah Otonomi Baru ini untuk segera dikeluarkan PP yang katanya sudah 95% sedangkan 5%nya itu masih berada di Jokowi dan JK. dedy mulyadi